CERMIN (Cerita Mini)

Kang, bolehkah aku bertanya.”, Abdul memulai percakapan. Kepala kuanggukkan seraya bibir gelas kopi dan bibirku bertemu sebagai tanda bahwa aku mempersilakannya. “Begini Kang, aku sekarang merasa kalah dari segala situasi yang kuhadapi.” Aku yang tidak langsung menjawab lebih dahulu menyulut lisong di tangan yang sedari tadi kuputar-putarkan. “Artinya begini Kang, misalnya saja peristiwa kemarin tentang uang kuliah yang belum bisa saya bayarkan ke pihak Kampus.” “Lantas?”, jawabku singkat. “Terus bagaimana solusinya menurut Akang?” Kuketukan lisong sebanyak tiga kali di paha kura-kura tanah liat. “Bukankah pepatah pun mengatakan banyak jalan menuju Roma, Dul?
Abdul terdiam sejenak. “Kang boleh aku ikut merokok?” “Tentu, silakan bukankah sedari tadi sudah kutawari?” Aku sedikit tertawa melihat tingkah Abdul. “Nah Kang, sama dengan kali ini; aku sedang merokok. Bukankah jika aku tak meminta izin kepada Akang terlebih dahulu aku tidak dapat merokok dari rokok punya Akang?” Tawaku semakin saja menjadi. “Hahaha.. Abdul, bukankah sedari tadi aku sudah mempersilakan engkau minum kopi, menyantap kue yang ada di meja, dan merokok?
Kang, lantas bagaimana menurut Akang dengan pertanyaan awalku tadi, aku benar-benar mati langkah Kang, aku tidak tahu harus bagaimana dan ke mana lagi mencari solusi tentang keuangan kuliahku yang menunggak banyak itu?”, Abdul mengajakku kembali membahas tentang uang. “Sama seperti rokok di tanganmu Dul, bukankah engkau bisa minum kopi dan merokok di rumah saja atau di warung Bi Inah di belokan sana, lantas mengapa engkau sekarang minum kopi dan merokok di rumahku? Bukankah banyak tempat untukmu menikmati secangkir kopi dan beberapa batang rokok – tidak hanya di rumahku sekarang ini?
Abdul kembali terdiam setelah mendengarkan ucapanku barusan, diketukannya sekar di atas kura-kura tanah liat milikku, kemudian ia kembali bertanya? “Maksudnya bagaimana Kang, aku tidak mengerti. Apa hubungannya rokok dan tunggakan kuliahku?” Singkat aku menjawab, “Dul, bukankah pepatah mengatakan belajarlah sampai ke negeri Cina?” “Ah Akang ini, aku ke sini untuk mendengarkan petuah dan saran dari Akang, bukannya mendengarkan Akang mengujarkan pepatah.” Wajah kusut dan dahi Abdul yang sedikit mengerut lagi-lagi membuatku tertawa cekikikan. “Dul, Akang mau keluar sebentar ya, ke warung Bi Inah, membeli rokok. Tunggu sebentar, mungkin hanya 5 menit, tentu akan lebih cepat jika Akang dipinjamkan sepedamu untuk ke sana.”, sambil berdiri aku membenarkan sarung. “Ah si Akang, iya Kang, pakai saja, sepedanya tidak dikunci kok. Lekas ya Kang....

Cigugur, 07 Oktober 2014

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "CERMIN (Cerita Mini)"

Post a Comment