ANALISIS INTRINSIK NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Karya sastra mengalir
dari kenyataan-kenyataan hidup yang terdapat di dalam masyarakat. Akan tetapi
karya sastra bukan hanya mengungkapkan kenyataan-kenyataan objektif itu saja,
melainkan juga mencuatkan pandangan, tafsiran, sikap, dan nilai-nilai kehidupan
berdasarkan daya kreasi dan imajinasi pengarangnya, serta kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan. (Sugianto Mas, 2002 : 9) Bentuk sastra berarti cara dan
gaya dalam penyususan dan pengaturan bagian-bagian karangan; pola struktural
karya sastra. Ke dalamnya dapat digolongkan tiga bentuk; puisi, prosa, dan
drama. (Panuti Sujiman, 1984 : 12 (dalam
Sugianto Mas : 2010).
Prosa fiksi menurut Sudjiman adalah cerita yang mempunyai
tokoh dan alur, yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi dalam ragam
prosa (Sugianto Mas, 1998). Novel merupakan salah satu contoh
bentuk dari karya prosa fiksi. Unsur-unsur yang terdapat pada novel adalah;
tema, alur, tokoh dan perwatakan, latar atau setting, titik pengisahan atau
juru cerita, gaya pengarang, dan amanat.
Maka dari itu,
penulisan analisis ini dimaksudkan untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik
yang ada pada novel. Dan Novel yang menjadi bahan analisa saya adalah novel
dengan judul Nayla karya Djenar Maesa Ayu.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan sastra?
2. Apa yang dimaksud bentuk-bentuk sastra?
3. Apa yang dimaksud dengan prosa fiksi?
4. Apa ysng maksud jenis-jenis prosa fiksi?
5. Apa yang dimaksud dengan novel?
6. Bagaimana unsur intrinsik novel Nayla karya
Djenar Maesa Ayu?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan ini adalah:
1.
Ingin
mengetahui apa yang dimaksud dengan sastra.
2.
Ingin
mengetahui apa yang dimaksud bentuk-bentuk sastra.
3.
Ingin
mengetahui apa yang dimaksud dengan prosa fiksi.
4.
Ingin
mengetahui apa yang dimaksud dengan jenis-jenis prosa fiksi.
5.
Ingin
mengetahui unsur intrinsik novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu.
1.4
Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan laporan ini adalah untuk saya selaku penulis
dapat mengetahui unsur intrinsik yang terdapat pada novel Nayla karya Djenar
Maesa Ayu, juga mendapatkan pengalaman tentang bagaimana proses pengerjaan
analisis unsur intrinsik yang terdapat pada novel. Selaku penulis saya pun
mendapatkan ilmu pengetahuan baru yang terdapat dalam novel, ilmu tentang
kehidupan, sosial, budaya, seks, dan tentang menulis. Penulisan laporan ini
dapat dirasakan manfaatnya secara teoritis bagi pembaca. Dan penulisan tujuan laporan
ini salah satunya untuk memenuhi tugas maka kuliah Anatomi Prosa Fiksi.
1.5
Sistematika
Penulisan
Laporan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menjelaskan latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang;
· Pengertian Sastra
· Bentuk-bentuk Sastra
· Prosa Fiksi
· Jenis-jenis Prosa
· Fiksi
· Novel
· Unsur-unsur Novel
BAB III ANALISI UNSUR INTRINSIK NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang;
·
Sekilas
Tentang Pengarang
·
Sinopsis
Novel (Nayla-Djenar Maesa Ayu)
·
Tema
·
Alur/Plot
·
Tokoh
dan Perwatakan
·
Latar/Setting
·
Gaya
·
Titik
Pengisahan
·
Amanat
BAB IV SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Sastra
Sastra menurut pendapat
saya merupakan kehidupan. Karena di dalam sastra kita berkutat dengan
kehidupan, entah kehidupan permasalahan ataupun permasalahan kehidupan. Sebuah
ilmu tentang hidup itulah sastra. Sastra menurut saya juga merupakan
pengulangan. Karena isi yang ada dalam sastra merupakan sebuah pengulangan
mengenai kehidupan. Sastra itu hidup karena kehidupan. Kehidupanlah yang
membuat sastra itu hidup. Kehidupanlah yang membuat sastra itu bersastra. Sastra
dalam hidup maupun hidup dalam sastra. Apalah artinya sastra apabila jauh dari
kehidupan. Kosong. Bersastra berarti berkehidupan. Kehidupan yang bagaimana?
Kehidupan yang hidup. Bijak membijaki kebijakan dalam bersastra harus disertai
dengan bijak membijaki kebijakan dalam kehidupan. Karena sastra itu kehidupan.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Sastra Adalah bahasa yang dipakai dalam tulisan; karya tulis
yang memiliki nilai seni. Pengertian dalam bahasa Indonesia yang demikian tidak
hanya berlaku di Indonesia saja. Nama sastra sebenarnya merupakan terjemahan bahasa
Indonesia dari nama yang digunakan dalam masyarakat bahasa asing, khusunya
Eropa. Dalam bahasa Inggris, sastra dinamakan literature, dalam bahasa Jerman
dinamakan literatur, dalam bahasa Perancis litterature. Nama susastra digunakan
dalam masyarakat bahasa Eopa tersebut; letterkunde dalam bahasa Belanda,
belles-letters dalam ahasa Perancis (Teeuw : 1984 (dalam Faruk : 2010)).
Namun ketika saya
selaku penulis mengamati artian bahwasannya sastra itu adalah tulisan, menurut
saya kurang tepat. Memang ada karya sastra yang berbentuk tulisan, namun bukan
hanya tulisan saja menurut saya. Sebelum menyentuh sastra itu merupakan sebuah
tulisan. Alangkah lebih arif lagi ketika kita ingat bahwa sastra itu dibangun
oleh bahasa. Apa itu bahasa? Pada hakikatnya bahasa itu merupakan alat
komunikasi. Bahasa dibagi menjadi dua; bahasa verbal dan non-verbal. Bahasa itu
sendiri dibantu oleh unsur segmental dan suprasegmental untuk membantu
pemahaman tentang maksud dan tujuan bahasa itu ketika dikomunikasikan. Namun
bahasa dalam sastra merupakan bahasa yang indah, bahasa yang berirama, bahasa
yang mempunyai pola-pola bunyi tertentu seperti persajakan, bahasa yang
mempunyai ritme, asonansi, dan aliterasi, dan sebagainya.
Sastra itu sebagai
karya inovatif, imajinatif, dan fiktif. Menurut keduanya acuan karya sastra
bukanlah dunia nyata, melainkan duania fiksi, imajinasi. Pernyataan-pernyataan
yang ada di dalam genre karya sastra bukanlah proposisi-proposisi logis. (Wellek
dan Warren : 1968 (dalam Faruk : 2010)) Namun menurut saya karya sastra itu
acuannya adalah dunia nyata. Karena ketika kita bersastra secara sadar atau
tidak sadar kita sedang berkaca kepada kehidupan. Dan kehidupan yang kita alami
itu merupakan kehidupan nyata. Walaupun yang nyata dan tidak nyata itu tidak
dapat kita nyatakan dengan begitu saja. Seperti ketika saya membuat sajak yang
berjudul Derita Lilin yang dimuat dalam majalah Idealisme (majalah Universitas
Kuningan). Ketika saya membuat sajak itu saya berkaca kepada permasalahan
kehidupan saya ketika saya menghadapi seorang perempuan bernama Rina Rosiana
(yang sekarang menjadi kekasih saya sejak tanggal 27 Agustus 2011). Seperti
Williams berpendapat bahwa sastra itu menyangkut keseluruhan tata kehidupan
masyarakat. Dunia sosial secara keseluruhan pada dasarnya merupakan hasil karya
kreatif.
Secara etimologi kata
sastra, yang berasal dari bahasa Sansakerta, dibetuk dari akar kata sas dan
–tra. Sas mempunyai arti ‘mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk’; sedangkan
–tra mempunyai arti ‘alat, atau sarana’. Karena itu, kata sastra dapat berarti
‘alat untuk mengajarkan atau buku petunjuk’. Dengan arti ini dalam bahasa
Sansakerta dapat dijumpai istilah Silpasastra yang berarti ‘buku arsitektur’,
dan Kamasastra yang berarti ‘buku petunjuk seni bercinta’. Karya sastra
mengalir dari kenyataan-kenyataan hidup yang terdapat di dalam masyarakat. Akan
tetapi karya sastra bukan hanya mengungkapkan kenyataan-kenyataan objektif itu
saja, melainkan juga mencuatkan pandangan, tafsiran, sikap, dan nilai-nilai
kehidupan berdasarkan daya kreasi dan imajinasi pengarangnya, serta
kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. (Sugianto Mas, 2002 : 9)
2.2
Bentuk-Bentuk Sastra
Bentuk sastra berarti
cara dan gaya dalam penyususan dan pengaturan bagian-bagian karangan; pola
struktural karya sastra. Ke dalamnya dapat digolongkan tiga bentuk, yaitu
puisi, prosa, dan drama. (Panuti Sujiman, 1984 : 12 (dalam Sugianto Mas : 2010).
Sutardji Calzoum
Bachrie dalam Kredo Puisi Antologi O Amuk Kapak mengatakan Bila kata dibebaskan, kreatifitas pun
dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan dirinya sendiri, bermain dengan
dirinya sendiri, dan menentukan kemauan dirinya sendiri. Pendadakan yang
kreatif bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai
penyalur pengertian, tiba-tiba, karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap
fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tak terduga sebelumnya, yang kreatif.
Dan bahwa
dalam puisinya, ia membebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang membelunggunya
seperti kamus dan penjajahan-penjajahan lain seperti moral kata yang dibebankan
masyarakat pada kata tertentu dengan dianggap kotor (obscene) serta penjajahan
gramatika. Menulis puisi bagi Sutardji Calzoum Bachrie adalah membebaskan
kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya
adalah Kata. dan kata pertama adalah mantera. Maka menulis puisi baginya adalah
mengembalikan kata kepada mantera.
Begitu pun anggapan
saya tentang puisi. Bagi
saya kata dalam sebuah puisi itu hidup.
Kata bisa bernafas, kata bisa bergerak, kata bisa bersifat, kata mempunyai
karakter, kata bisa berkembangbiak, kata itu berkelamin, kata bisa diraba, bisa
disentuh, bisa dipeluk, bisa dirangkul, bisa diajar mengobrol. Kata bisa
mencintai dan bercinta. Kata bisa membunuh dan berbunuh atapun dibunuh. Kata
itu hidup, itu kata hidup. Kata dalam puisi-puisi saya lebih menekankan
bagaimana kata memandang makna, bukan makna memandang kata. Karena makna
dibangun oleh kata. Shahnon Ahmad berpendapat bahwa puisi meliputi tiga unsur
yang pokok. Pertama, hal yang meliputi pemikiran, ide, atau emosi; kedua
bentuknya; dan yang ketiga adalah kesannya. Semuanya itu terungkap dengan media
bahasa.
Pengertian prosa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 200) adalah karangan
bebas yang tidak terikat oleh ikatan yang terdapat dalam puisi. Prosa
adalah ragam sastra yang dbedakan dari puisi karena tidak terlalu terikat oleh
irama, rima, dan kemerduan bunyi. Prosa lebih dekat dengan bahasa sehari-hari
(Panuti Sudjiman : 60 (dalam Sugianto Mas-Kajian Prosa Fiksi : 1988)). Prosa dibagi menjadi dua; prosa imajinatif
dan prosa non-imajinatif. Dalam prosa imajinatif unsur yang paling kuat adalah
bentuk kreativitas mengolah bahasa yang sifatnya imajiner dan dalam bentuknya
pun prosa imajinatif dipengaruhi oleh diksi dan gaya bahasa yang estetik. Prosa
non-imajinatif, dalam hal ini bentuk tulisan cenderung atau bahkan tidak
memperdulikan bagaimana sebuah bahasa diolah menjadi indah. Pada prosesnya
merupakan interaksi yang kaku, karena diikat oleh aturan atau kaidah penulisan
tulisan.
Drama merupakan salah
satu bentuk karya sastra, dalam bentuk wujudnya, drama merupakan susunan dialog
dari para tokohnya. Unsur yang terdapat dalam drama pun tidak berbeda jauh
dengan prosa fiksi, yakni terdapat tema, alur/plot, tokoh dan perwatakan, ketegangan,
latar atau setting, gaya, dan amanat. Namun sebuah naskah drama rasa belum
lengkap atau belum utuh apabila belum dipentaskan dalam sebuah seni
pertunjukkan.
2.3
Prosa Fiksi
Prosa fiksi menurut Sudjiman adalah cerita yang mempunyai
tokoh dan alur, yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi dalam ragam
prosa (Sugianto Mas, 1998). Cerita rekaan adalah satu bentuk sastra yang
memaparkan terjadinya peristiwa secara rinci mengenai segala hal yang bersangkut
paut dengan persitiwa tersebut, seperti siapa tokoh dalam peristiwa tersebut,
bagaimana karakter tokoh tersebut, di mana dan kapan terjadi peristiwa itu,
bagaimana suasana, bagaimana proses terjadinya peristiwa itu, siapa penutur
peristiwa itu, dan bagaimana runtutan peristiwa itu . (Sugianto Mas, 1998 : 42)
2.4
Jenis-Jenis Prosa Fiksi
Dasar penggolongan prosa
fiksi dapat dilakukan berdasarkan kurun waktu, gaya ungkap, isinya, dan
unsur-unsurnya yang menonjol.
Berdasarkan kurun waktu, prosa fiksi
terdiri dari;
a. Dongeng,
sering disebut juga folkor merupakan cerita rekaan yang pendek dan pada umumnya
mengisahkan peristiwa dengan memasukan hal-hal keajaiban dan tidak mungkin
terjadi dalam kehidupan nyata.
b. Hikayat,
cerita rekaan lama yang panjang yang mengisahkan peristiwa dengan memasukan
unsur keajaiban seperti dongeng. Cerita ini biasanya berpusat pada kehidupan
raja-raja, keluarga dan pembantu dekatnya. Unsur keajaiban nampak dari
kesaktian para tokohnya dalam menaklukan musuh atau suatu kerajaan lain dan
merebut putri-putri cantik.
c. Cerita
Sejarah, cerita tentang raja-raja atau kepala negeri yang biasanya bersandar
pada kenyataan sejarah. Namun tidak seluruhnya fakta sejarah.
d. Novel,
prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan
serangkaian peristiwa dan latar belakang secara tersusun. (Panuti Sujiman 1948
: 53 ( dalam Sugianto Mas : 1988))
e. Cerpen,
jenis prosa fiksi yang memaparkan cerita secara singkat dan padat.
f. Novelet,
merupakan novel kecil, dari segi kuantitasnya berkisar 60 halaman sampai 100
halaman.
Berdasarkan gaya ungkap, prosa fiksi
terdiri dari:
a. Narasi,
tipe cerita rekaan yang gaya ungkapnya menuturkan.
b. Deskripsi,
tipe cerita rekaan yang gaya ungapnya melukiskan atau menggambarkan.
c. Semi
Dramatik, tipe cerita rekaan yang gaya ungkapnya bercakap-cakap.
Berdasarkan Isi, prosa fiksi terdiri
dari:
a. Novel
Bertendens, novel bertujuan artinya ketika membacanya akan menimbulkan
pandangan-pandangan tertentu.
b. Novel
Sejarah, novel yang semua cerita tentang tokoh-tokoh sejarah.
c. Novel
Psikologi, cerita yang terpusat pada kenyataan emosional para tokohnya dan yang
menjajaki tingkatan kegiatan mental yang berbeda-beda.
d. Novel
Sosial, novel masyakarat, menceritakan suka duka kehidupan tertentu dalam lapisan
sosial tertentu.
e. Novel
Ditektif, cerita yang penuh dengan rahasia, ketegangan bertahap.
f. Novel
Anak, menceritakan suka duka anak.
g. Novel
Adat, menceritakan tentang adat istiadat yang perlu diperhitungkan dalam
kehisupan manusia.
h. Novel
Keagamaan, cerita yang berhubungan dengan keagamaan.
i. Novel
Percintaan, cerita yang disusun berdasarkan persoalan cinta.
Berdasarkan Pola Umum, prosa fiksi
terdiri dari:
a. Novel
Populer, merupakan karya sastra yang dikategorikan sebagai sastra hiburan dan
komersial.
b. Novel
Serius, keseriusannya dalam mengungkapkan masalah kehidupan manusia yang
diungkapkan pengarangnya.
2.5
Novel
Novel sering dikatakan
sebagai karangan yang menceritakan suatu peristiwa yang luar biasa sebab dalam
kehidupan manusia. Dikatakan peristowa luar biasa sebab hanya memuat cerita
berdasarkan konflik hidup yang sangat menonjol, sehingga menceritakan tokoh
sejak kecil sampai dewasa dianggap tidak perlu. Konflik batin yang mendalam
dari para tokoh menjadi sasaran utama cerita, hal itu menyebabkan plot menjadi
erat, tunggal, dan menarik.
Novel berasal dari
bahasa Latin ‘novellus’ yang diturunkan dari kata ‘novies’ yang berarti ‘baru’.
Dikatakan baru sebab novel mucul belakangan dibandingkan dengan betuk puisi dan
drama. Yus Rusyana memunculkan pengertian novel sebagai cerita yang panjang dan
mengisahkan peristiwa rasional. Namun pengertian tentang ‘peristiwa rasional’
masih perlu dipertanyakan sebab sekarang meski tidak banyak, ada novel yang
mengisahkan peristiwa-peristiwa yang justru tidak rasional. Hal ini karena
bentuk-bentuk simbolik mendominasi proses penciptaannya, sehingga cerita secara
total merupakan cerita simbol dari kehidupan nyata. Novel merupakan prosa
rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian
peritiwa dan latar secara tersusun. (Panuti Sujiman, 1984 : 53 (dalam Sugianto
Mas, 1998))
2.6
Unsur-Unsur Novel
Unsur-unsur yang
terdapat pada novel adalah; tema, alur, tokoh dan perwatakan, latar atau
setting, titik pengisahan atau juru cerita, gaya pengarang, dan amanat.
Tema adalah ide pokok
dalam sebuah cerita. Tema dapat ditentukan ketika pembaca telah membaca sebuah
cerita. Karena tema dapat diasumsikan setelah semua konflik yang ada dalam
cerita itu telah habis dipahami. Tema tidak dapat ditemukan secara eksplisit.
Tema dapat ditentukan dari pengambilan kesimpulan atas segala paparan peristiwa
dari awal sampai akhir.
Alur. Keberadaan alur
membuat cerita menjadi masuk akal seab alur tidak hanya mengemukakan apa yang
terjadi tetapi lebih penting adalah menjelaskan mengapa hal itu terjadi. S
Tasrif menyatakan bahwa setiap cerita biasanya diciptakan dari lima bagian
peristiwa. Urutan peristiwa-peristiwa sebgai berikut:
a. Pengarang
mulai melukiskan suatu keadaan.
b. Peristiwa
yang bersngkut paut mulai bergerak.
c. Keadaan
mulai memuncak.
d. Peristiwa-peristiwa
mencapai klimaks.
e. Pengarang
memberikan pemecahan persoalan dari semua peristiwa.
Apabila
pengarang menyusun cerita berdasarkan urutan peristiwa dari permulaan sampai
ahir maka susunan tersebut dapat dikatakan sebagai alur konvensional atau
tradisional, namun apabila peristiwa dari tengah atau dari akhir maka dikatakan
alur sorot balik atau flash back.
Secara
kuantitaif, alur diklasifikasikan menjadi dua;
a. Alur
Erat, terdapat hubungan yang kuat dari satu peristiwa ke peristiwa yang
lainnya. Sehingga pembaca harus melewati peristiwa-peristiwa tersebut secara
berurutan agar pembaca dapat memahami cerita secara utuh.
b. Alur
Longgar, terdapat hubgungan yang longgar antara satu peristiwa satu kepada
peristiwa lainnya. Sehingga pembaca dapat melewati beberapa peristiwa dan masih
dapat memahami maksud atau keseluruhan cerita.
Secara
kualitatif, alur dikalsifikasikan menjadi dua;
a. Alur
Tunggal, cerita hanya mempunyai satu susunan kejadian baik dalam cerita yang
mempunyai alur konvensional atau pun sorot balik.
b. Alur
Ganda, cerita yang mempunyai lebih dari satu peristiwa. Hal ini disebabkan
karena berkembangnya cerita karena dianggap suatu cerita dianggap penting dan
menarik.
Tokoh
dan perwatakan. Menurut Panuti Sujiman, manusia yang ada di dalam cerita rekaan
disebut sebagai tokoh, yaitu individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berkelakuan dalam berbagai peristiwa. Semua tokoh cerita rekaan, artunya tidak
akan ada dalam dunia nyata. Bisa jadi akan ada kemiripan sifat-sifat yang sama
dengan seseorang dalam kehidupan nyata. Ada beberapa jenis tokoh yang mungkin
terdapat dalam sebuah cerita rekaan yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan;
a. Tokoh
Sentral, tokoh yang hampir dalam keseluruhan cerita menjelajahi persoalan.
Mereka yang menjadi manusia yang konfliknya menonjol. Tokh ini sering disebut
dengan tokoh utama.
b. Tokoh
bawahan, tokoh yang kedudukannya tidak sentral dalam cerita, tetapi
kehadirannya sangat menunjang atau mendukung tokoh utama.
Ada tiga cara pengarang dalam melukiskan
watak tokoh;
a. Cara
langsung atau Analitik, pengarang tanpa rasa ragu menggambarkan watak tokohnya
kepada pembaca.
b. Cara
tak langsung atau Dramatik; dengan menggambarkan fisik tokoh, dengan
menggambarkan tempat atau lingkungannya, dengan menggambarkan perbuatan dan
tingkah lakunya, dengan menggambarkan pikiran-pikiran tokoh, dengan
menggambarkan melalui dialog tokoh.
c. Cara
langsung dan tak langsung, hal ini dilakukan karena pengarang ingin menjelaskan
watak tokhnya sejelas-jelasnya.
Latar atau Setting.
Segla keterangan mengenai waktu, ruang, suasana, dan lingkungan sosial yang
terdapat dalam cerita. Latar ini berfungsi untuk memperkuat tema, alur atau
plot, watak tokoh, dan membangun suasana dalam cerita. Latar tempat adalah
gambaran di mana seluruh peristiwa dalam cerita itu terjadi. Latar waktu adalah
gambaran kapan seluruh peristiwa dalam cerita itu terjadi. Latar suasana adalah
gambaran bagaimana suasana seluruh peristiwa dalam cerita itu terjadi. Latar
sosial adalah gamabaran lingkungan sosial apa saja yang ada dalam cerita.
Titik Pengisahan.
Disebut juga sebagai sudut pandang adalah kedudukan pengarang dalam bercerita.
Secara garis besar titik pengisahan atau juru cerita terdiri dari titik
pengisahan sebagai pengamat dan titik pengisahan sebagai tokoh.
Titik pengisahan
sebagai pengamat biasanya ber “Ia” kepada tokoh-tokoh yang ada dalam cerita,
atau menyebut nama tokoh masing-masing. Titik pengisahan sebagai pengamat ini
dibagi menjadi tiga; titik pengisahan maha tahu (menceritakan segala hal yang terdapat
dalam cerita) dan titik pengisahan objektif (menceritakan sesuatu yang nampak
saja, artinya tidak sampai kepada hal yang abstrak seperti suasana hati
tokohnya), dan titik pengisahan sebagai peninjau (memilih salah satu tokoh dan
menjelaskan secara detail tentang tindakannya dan perasaanya).
Titik pengisahan
sebagai tokoh, pengarang menempatkan dirinya sebagai “Aku” dalam rekaan yang
dibuatnya. Titik pengisahan ini dibagi menjadi dua; titik pengisahan sebagai tokoh protagonis dan titik
pengisahan tokoh bawahan.
Gaya, merupakan gaya
pengarang membawakan sebuah cerita. Ini ada kaitannnya dengan gaya bahasa yang
pengarang pakai dalam membawakan ceritanya ketika pengarang menyuguhkan alur
ataupun tokoh dan unsur-unsur lain yang termuat dalam ceritanya. Ada dua aliran
yang terenal, yaitu; aliran Platonik: menganggap style seagai kualitas suatu
ungkapan dan menurutnya ada ungkapan yang memiliki style ada jga yang tidak;
aliran Aristoteles: menganggap style sebagai kualitas yang inheren, yang ada
dalam tiap ungkapan. (Keraf, 2010 : 112) Gaya bahasa diartikan sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperhatikan jiwa dan
kepribadian penulis (pemakai bahasa). (Keraf, 2010 : 113)
Amanat dapat kita
asumsikan secara sistematis ketika kita telah membaca seluruh peristiwa dalam
cerita tersebut. Artinya peristiwa-peristiwa yang ada memuat nilai-nilai yang
dapat kita ambil. Dan amanat secara keseluruhan dapat kita simpulkan ketika
kita telah mehami cerita yang ditulis oleh pengarang.
BAB
III
ANALISIS
UNSUR INTRINSIK
NOVEL
NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU
3.1
Sekilas Tentang Pengarang
Djenar Maesa Ayu. Ibu
dari Banyu Bening dan Btari Maharani ini lahir di Jakarta, 14 Januari 1973.
Cerpen-cerpennya telah tersebar di berbagai media massa Indonesia seperti
Kompas, The Jakarta Post, Repbulika, Koran Tempo, majalah Cosmopolitan, dan
Lampung Post.
Buku pertama Djenar
Maesa Ayu yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! Telah cetak ulang 8 kali
dan masuk dalam nominasi 10 besar buku terbaik Khatulistiwa Literary Award
2003, selain juga akan diterbitkan dalam bahasa Inggris. Saat ini cerpen dengan
judul yang sama sedang dalam proses pembuatan ke layarbesar lebar. Cerpen
“Waktu Nayla” menyabet predikat Cerpen Terbaik Kompas 2003, yang dibukukan bersama
cerpen “Asmoro” dalam antologi cerpen pilihan Kompas itu. Sementara cerpen
“Menyusu Ayah” menjadi Cerpen Terbaik 2003 versi Jurnal Perempuan dan
diterjemahkan oleh Richard Oh ke dalam bahasa Inggir dengan judul “Suckling
Father” untuk dimuat kembali dalam Jurnal Perempuan versi bahasa Inggris, edisi
kolaborasi karya terbaik Jurnal Perempuan.
Buku keduanya, Jangan
Bermain-main (dengan Kelaminmu) juga meraih sukses dan cetak ulang keduan
sehari setelah buku itu diluncurkan pada bulan Februari 2005. Kumpulan cerpen
ini berhasil meraih penghargaan 5 besar Khatulistiwa Literary Award 2004.
Nayla adalah novel
pertama Djenar Maesa Ayu yang juga diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.
3.2
Sinopsis Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu
Nayla. Seorang gadis
berumus 13 tahun yang sakit secara psikologis. Umur 9 tahun sudah diperkosa
oleh Om Indra. Kekejaman ibu kandungnya yang katanya itu kebaikan untuk Nayla
agar terhindar dari sfat malas sering kali Nayla terima. Peniti yang dimasukan
ke dalam vaginanya dengan tujuan agar Nayla tidak mengompol lagi ketika bangun
tidur. Ibunya sangat melarang keras Nayla untuk menemui ayahnya. Ketika sudah
didapati di mana ayahnya berada ternyata ayahnya sudah menikah lagi dengan Mbak
Ratu.
Pendapatan Nayla
sebagai juru lampu adalah Rp. 200.000 per bulannya. Apabila Nayla dipinta untuk
menjadi penari latar, Nayla mendapatkan uang Rp.50.000.
Pertemuannya dengan
Juli membuat Nayla merasa nyaman. Acap kali Nayla bercinta dengan Juli.
Hubungan layaknya suami istri acap kali mereka lakukan walaupun Juli berjenis
kelamin perempuan. Juli adalah perempuan yang over protektif kepada Nayla.
Karena Juli akan ke
Surabaya, Juli memutuskan hubungannya dengan Nayla. Nayla bertemu dengan Ben.
Laki-laki yang pernah bercinta di toilet diskotek tempat Nayla dan Juli
bekerja.
Sepeninggal ayahnya,
Nayla frustasi sekali. Nayla dijebloskan ke dalam rumah perawatan, hal itu
merupakan hasil diskusi antara Mbak Ratu dengan Ibu kandungnya Nayla.
Nayla sukses menjadi
seorang penulis dan ketika karyanya mulai dimuat, ada semacam pendapat yang
kontradiktif dari Ibu kandungnya.
3.3
Tema
Tema dalam novel Nayla
karya Djenar Maesa Ayu adalah tentang feminisme.
Bukti tentang tema yang saya simpulkan
adalah;
1. “Otak
laki-laki memang kerdil. Senggama bagi mereka hanya berkisar di seputar
kekuatan otot vagina,” kata Juli. (Maesa Ayu, 2005 : 5) Dan Nayla membenarkan
atau sependapat dengan pendapat Juli. Nayla mengatakan bahwa laki-laki yang
hanya menginginkan selaput dara saja itu bodoh.
2. .......
Lebih baik saya memilih mencintai Juli ketimbang laki-laki yang menginginkan
selaput dara saja. (Maesa Ayu, 2005 : 6)
3. Asumsi
Nayla mengatakan laki-laki itu binatang terbukti dengan salah satu cerpennya
yang berjudul Laki-Laki Binatang. (Maesa Ayu, 2005 : 38)
4. Asumsi
Nayla tentang seks bahwa laki-laki itu tidak adil karena memandang perempuan
hanya untuk dinimkati tanpa diberi kesempatan menikmati. (Maesa Ayu, 2005 : 77)
5. Kebencian
Juli terhadap jiwa laki-laki yang mengalir dalam tubuh perempuannya itu salah
satu faktor yang membuat Juli jauh dengan keluarganya. (Maesa Ayu, 2005 : 102)
3.4
Alur
3.4.1 Susunan
alur/plot dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu adalah sebagai berikut:
1. Pengarang mulai melukiskan keadaan.
Nayla.
Karena rasa malas yang ada padanya maka ibunya menghukum Nayla dengan cara
menusukan peniti keselangkangan Nayla, dan Nayla akan mengapit rapat-rapat
kedua pahanya. Bukan hanya selangkangan saja, vagina Nayla pun ditusuk dengan
peniti oleh ibunya.
Ibu
berpendapat bahwa kalau dia mengikuiti naluri pemalasnyanya, berarti dia (Ibu)
menjerumuskan darah dagingnya sendiri (Nayla). Ibu ingin Nayla itu menjadi
sosok yang kuat karena di luar kehidupan itu begitu bangsat. Ibu tidak ingin
Nayla tumbuh menjadi seorang anak yang manja, pemalas, dan tak tahu artinya
kerja keras.
Nayla
merencanakan bolos sekolah bersama Olin, Lidya, Shanty, dan Nathalia. Bus kota
membawanya mengitari jalan disepanjang Blok M, menuju Sudirma. Lalu
menelingkung di bundaran patung api. Kemudian mereka berhenti di sebuah halte
bus di bilangan Thamrin. Mencari ayah.
Nayla
dimasukan ke rumah perawatan anak nakal dan narkotika. Awal mulanya Nayla
diminta untuk melihat kondisi korban tabrak lari karena petugas yang mengaku
dari Polda mengatakan bahwa di dalam dompet orang yang menjadi korban tabrak
lari ada alamatnya Nayla. Namun bukan ke Polda, melainkan ke rumah perawatan
anak nakal dan narkotika.
Nayla
ke rumah Ibu. Walaupun Ibu merasa tersakiti karena mengetahui bahwa Nayla suka
meminum alkohol dan mengenggak obat yang penting akhirnya Nayla sudah berani
memilih jalan hidupnya sendiri. Sebagai Ibu mwnurutnya tidak ada satu niatku
mencelakakan anaknya. Aku (Ibu) hanya ingin kamu belajar menghadapi pilihan
dengan segala konsekuensinya.
2.
Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak.
Nayla
berkomunikasi lewat telepon bergantian dengan Olin dan Ben (pacar Nayla).
Ketika Nayla menyudahi teleponnya dengan Ben dan kemudian Olin masuk kembali ke
telepon Nayla tiba-tiba Si Bencong masuk ke teleponnya Nayla. Setelah Nayla
mendapat kabar dari Si Bencong, handphone Nayla mati dan pada saat itu Ben
menelepon Nayla. Karena teleponnya mati Ben kesal dan meninggalkan beberapa
pesan suara untuk Nayla.
Nayla
yang mendengar Ben lagi dekat dengan perempuan kemudian mengirim SMS ke Lidya
dan menanyakan kebenaran akan hal tersebut. Kemudian Lidya langsung mendatangi
Nayla. Ribut via SMS antara Nayla dengan Ben pun tidak dapat dihindari lagi,
Nayla mempermasalahkan apakah benar Ben dekat dengan perempuan lain.
Nayla
membuat cerita pendek dengan Judul Laki-Laki Binatang. Nayla memberi kabar
kepada teman-temannya yang lain lewat email; wawan, tomboy,
gumilar,
dan broto.
Jakarta,
21 Juli 1991. Juli membuat surat untuk Nayla yang diselipkan di bawah bantal.
Juli memutuskan hubungan mereka secara sepihak karena Juli akan segera ke
Bandung, dan ia tidak kuat kalau hubungan jarak jauh. Juli juga menganggap
bahwa sekarang umurnya sudah terlalu tua untuk mengikuti proses Nayla menjadi
seorang penulis yang membutuhkan suasana yang “bergerak”. Juli memilih hidup
tenang dan tinggal bersama kekasih yang menerimanya serta memilih hidup
untuk menjadi pengajar.
Jakarta,
11 November 1989. Nayla menulis surat untuk ibunya yang tidak pernah ia
kirimkan. Isi surat mengenai pemberitahuan kondisi Nayla, bahwa kini Nayla bisa
hidup dengan hasil keringat sendiri dengan bekerja sebuah diskotek menjadi juru
lampu. Serta memberi tahu bahwa kini Nayla mempunyai pacar namun bukan seorang
laki-laki melainkan seorang perempuan.
Jakarta,
18 Februari 1998. Nayla mengirimkan surat untuk ayahnya dengan cara surat itu
dikuburkannya dimakam ayahnya. Nayla menyesal karena hanya mempunyai waktu
sebentar (2 bulan) tinggal bersama ayahnya. Nayla berpendapat tentang ibunya
bahwa ibunya adalah matahari yang tak akan pernah terjamah dan terjangkau.
Artinya sosok ibu merupakan hal eksklusif, hal yang rumit, yang tidak dapat
dimengerti terlebih dengan sifatnya yang keras kepala. Dan menceritakan pula
pada ayahnya bahwa orang-orang mengganggap Nayla pengguna narkoba maka dari situ
Nayla dijebloskan ke rumah perawatan.
3.
Keadaan mulai memuncak
Juli
dalam keadaan setengah sadar di diskotek dibantu oleh Nayla dengan diberikannya
Cola-Cola dan garam. Juli oleh Nayla dibawa ke kosannya tempat Nayla tinggal.
Juli sempat heran atas hubungannya dengan Nayla, biasanya Juli mengawali
hubungannya dengan hubungan layaknya suami istri, namun berbeda dengan ketika
dia menghadapi Nayla. Setelah semalaman Juli menginap di kosannya Nayla dan
mengetahui kondisi kosan Nayla yang tidak layak untuk dihuni, terbesit
dipikiran Juli untuk mengetahui lebih tentang Nayla, dan ingin melindungi
Nayla, serta ingin memperbaiki hidup Nayla. Namun betapa kecewanya Juli ketika
mengaja Nayla ke hotel dan berharap Nayla bisa tinggal lama-lama dengan Juli.
Nayla ternyata lebih mementingkan pekerjaannya ketimbang sejenak tinggal
bersama Juli. Dan betapa kecewanya lagi Juli ketika Nayla mengatakan “Yangku,
saya bukan pecinta perempuan. Saya bukan lesbian. Tapi saya pecinta kehidupan.
Dan saya akan setia pada kehidupan.”
Nayla,
Maya, Yanti, dan Luna berencana merampok taksi, namun karena keresahan Nayla
ketika di dalam taksi itu membuat supir taksi curiga maka akhirnya supir taksi
membawa mereka ber-4 ke Polsek. Nayla dibebaskan dengan tebusan uang oleh
ibunya Maya. Nayla tidur sendirian di terminal karena Maya, Yanti, dan Luna
sudah pulang ke rumah masing-masing. Pada saat itu Nayla sadar kalau ia pasti
bisa bertahan selama punya akal dan mental. Selama ia masih bisa peka terhadap
hal-hal yang dianggap tak berarti oleh kebanyakan orang dan menjadikannya
sebuah nilai.
4.
Peristiwa mulai memuncak.
Tentang
Seks. Sebuah judul tulisan yang belum selesai Nayla buat, namun Nayla
memberikannya kepada Juli. Isi tulisan tersebut mempertanyakan tentang seks itu
lebih penting mana antra kualitas dan kuantitas? Lalu menegaskan bahwa
perempuan itu harus kenal dirinya sendiri dulu (dalam konteks hubungan seks). Hal
itu disebabkan laki-laki menciptakan mitos perempuan ideal itu adalah perawan.
Alat kelamin perempuan yang ideal itu adalah tidak kelebihan cairan dan otot
vaginanya kencang. Robeknya selaput dara bisa dikarenakan naik speda dan menari
ballet. Asumsi tentang perempuan berkulit putih yang kelebihan cairan itu tidak enak, becek. Sedangkan perempuan
yang berklit hitam tidak kelebihan cairan dan ototnya lebih alot. Oleh karena
itu banyak perempuan berusaha mengatasi kelebihan cairan dan kelentusan otot
vaginanya. Mereka minum jamu, mengikuti senam skes dan body languange,
memasukan tongkat madura ke dalam vaginanya selama lima menit sebelum melakukan
hubungan seks dan merendam vaginanya ke dalam daun sirih. Dan paling parah dari
semua itu perempuan takut terangsang. Laki-laki meciptakan mitos bagi kaumnya
sendiri. Bahwa laki-laki yang tahan berjam-jam dan mempunyai penis besar bisa
disebut laki-laki perkasa. Mereka melupakan perempuan tentang daerah-daerah
sensitif yang harus dirangsang supaya mengeluarkan cairan (orgasme). Laki-laki
leih memandang penting bagaimana dia mampu membolak-balik tubuh perempuan
seperti sate ayam.
Nayla
memberi penjelasan pada Juli bahwa ketika dia bersamanya dia mampu mengenal
dirinya sendiri. Karena dengan bercinta dengan Juli, Nayla mampu terangsang
klitorisnya (kelentit), keadaan itu terjadi ketika vagian Juli dan Nayla saling
bergesekan.
Tentang
Pelecehan Seksual. Sebuah judul tulisan Nayla yang belum selesai. Ketika sedang
asik membuat tulisan dengan judul itu Ben (pacar Nayla) membuka obrolan dengan
mengatakan “Ngetik melulu ah. Laper nih, Yang...”, ternyata itulah asal muasal
Nayla ribut dengan Ben. Ben sempat mengatai Nayla tentang tulisannya dan
mengeluarkan asumsi bahwasannya pantas saja tidak ada media yang mau memuat
tulisannya karena lagi-lagi tentang permasalahan seks. Sampai Nayla pun
memecahkan botol bir dan mengacungkannya ke depan muka Ben.
Tentang
Pornografi. Olin dan Lidya menanyakan kepada Nayla tentang cerpen yang berjudul
Menyusu Ayah. Namun ketiganya hanya memperbincangkan cerpen itu menurut asumsi
mereka sendiri-sendiri saja, dan lebih kepada rasa bingung tentang apa yang
hendak disampaikan pengarang lewat cerpennya yang berjudul Menyusu Ayah.
Nayla
ikut bersama ibunya untuk menemui Om Billy kemudian ibu menemui Om Deni, namun
perlakuan ibu kepada Om-om lain tidak sama seperti ibu memperlakukan Om Indra,
hanya Om Indra yang bebas kelaur masuk kamar Ibu serta memegang kunci duplikat
kamar tidur ibu di rumah.
Nayla
sempat main kucing-kunicngan dengan Juli mengenai persoalan laki-laki selam
satu tahun. Nayla berhubungan intim dengan laki-laki karena sekedar kepuasan
rohani. Mendengar suara mereka mengerang. Merasakan tubuh mereka menggelinjang.
Menyaksikan mereka tak lebih dari seekor binatang sangatlah menyenangkan.tapi
mereka tidak memiliki karena impian mereka untuk memiliki itu tidak akan pernah
terjadi karena Nayla merasa dia hanyalah milik Juli.
Kebencian
Juli terhadap laki-laki karena ia benci dengan jiwa laki-laki yang mengalir di
dalam tubuhnya yang perempuan. Tapi Julli tidak bisa membenci tubuh
perempuannya kerena ia mencintai tubuh perempuan. Juli benci dengan jiwa
laki-laki yang mengalir di dalam tubuh laki-laki. Tubuh yang tidak pernah bisa
menjadi miliknya. Tubuh-tubuh itu yang selalu menyayanginya. Tubuh-tubuh itu
yang selalu merampas kekasihnya. Tubuh-tubuh itu yang menjauhkan Juli dari
keluarganya. Keluarga yang normal karena berjiwa sesuai dengan penampilan
tubuhnya.
Pasca
putus dengan Juli, Nayla merasa tidak siap walaupun secara moril dan materil
sudah siap. Dengan rasa rindu dan permohonan kembali agar Nayla diberikan
kesempatan lagi untuk dapat bersama-sama Juli akhirnya Nayla mengalami depreesi
dan frustasi yang cukup berat, dengan tertawa ia sejenak dapat menghilangkan
masalah yang ia hadapi dengan kondisi pasca putus dengan Juli.
Pasca
putus dengan Ben. Bagaimana Nayla mengatasi kesedihannya pasca putus dengan
Ben? Haruskah ia besedih hanya karena Ben tidak kuat dengan sikap Nayla, tidak
kuat dengan dunia barunya Nayla dengan penulis-penulis tanpa pernah melibatkan
Ben, dan oleh sebab itu Ben merasa layak mendapat pembenaran untuk main
perempuan? Nayla tidak ingin apa pun, siapa pun, membuatnya terkesan lagi bagai
orang gila. Maka dari itu pasca Nayla putus dengan Ben, Nay mecoba untuk
menahan tawa. Dan dengan fasilitas yang sudah tersedia, Nayla lebih menfokuskan
dirinya untuk menulis.
Pasca
putus dengan Om Indra, ternyata ibu semakin kuat saja. Tidak pernah Nayla
melihat ibunya menangis pasca putus dengan Om Inrda. Ibu semakin kuat saja, ibu
tidak hanya menusuki vagina Nayla dengan peniti setiap kali mendapati Nayla
mengompol, namun ibu sering kali memukul Nayla tanpa sebab yang bisa diterima
akal sehat. Nayla dipukuli ketika ia ketahuan menumpahkan sebutir nasi, namun
keadaan itu berbanding terbalik dengan anak sebayanya. Nayla dijemur di atas
seng yang panas terbakar terik matahari tanpa alas kaki ketika ibu mendapati
Nayla tidak menutup kembalik pensil, berbeda dengan anak sekolah yang lain, ibu
mereka bersedia mencarikan tutup pensil anaknya. Nayla dipaksa mengejan sampai
berak lantas diikat dan tahinya direkatkan dengan plester disekujur tubuh dan
mulutnya ketika ketahuan tidak makan sayuran, berbeda dengan anak sekolah
lainnya ketika anaknya menampik sayuran ibunya membelikan bakso atau pempek
palembang. Penis Om Indra sering kali masuk ke dalam vagina Nayla, dan Nayla
tidak menceritakannya kepada ibu karena ia Nayla mengaggap bahwa sudah
seharusnya seorang anak berbakti kepada ibunya, ia melakukannya demi ibunya. Om
Indra tidak jadi menikah dengan ibu karena Om Indra ketahuan menggauli pembantu
yang hamil. Ibu pun mengusirnya. Dengan pertimbangan antara ingin mengatakan
bahwa Om Indra sering memasukan penisnya ke dalam vagina Nayla kepada ibunya
dan rasa takut yang Nayla bayangkan ketika Nayla mengatakannya pada ibunya maka
Nayla memutuskan untuk pergi, Nayla akan mencari ayah yang selama ini ibu benci.
5. Pengarang
memberikan pemecalahan soal dari semua peristiwa.
Interview
1. Dalam interviewnya Nayla mengatakan bahwa ia memulai menulis sejak ia bisa
menulis. Ia menulis dari sudut pandangnya yakni sebagai perempuan. ia menulis
berdasarkan pengalaman harfiah dan non-harfiah. Ia banyak menulis tentang seks
bukan atas dasar pertimbangan, namun karena
Nayla buta dengan masalah politik, ekonomi, sains, hukum, filsafat, karena
tidak tahu akan hal-hal tersebut maka
Nayla tidak berani pura-pura menuliskannya. Permasalahan seksualitas yang
menekan perempuan merupakan permasalahan seks yang Nayla akngat dalam tulisan-tulisannya.dan
Nayla mengatakan tidak setuju dengan konsep virginitas yang diagung-agungkan
oleh masyarakat. Karena dianggap perempuan difungsikan sebagai alat reproduksi,
perempuan harus perawan, perempuan harus bisa hamil dan melahirkan, harus
pintas memuaskan laki-laki, perempuan tidak diberi hak untuk bersenang-senang
atau disenangkan. Dan Nayla sudah tidak perawan lagi serta belum menikah namun
buktinya ia baik-baik saja.
Interview
2. Di toko buku. Nayla menawari orang yang meng-interview bir namun ditolak dan
meminta orange jus saja. Nayla menjawa bahwa diasudah sejak umur empat belas
tahun meminum bir. Nayla mengatakan menulislah yang memilihnya bukan dia yang
memilih menulis. Karena sekeras apapun berusaha tapi inspirasi tidak datang
maka dia tidak akan bisa menulis.
Interview
3. Nayla mengatakan semua hal yang dialami, didengar, dilihat, dan dirasakanlah
yang menjadi inspirasi tulisannya termasuk seks. Mengapa seks? Nayla menganggap
bahwa seks tidak bisa dipisahkan dari persoalan kehidupan. Nayla menulis untuk
jujur dan tidak terlalu mengaggap bahwa seks merupakan barang mewah. Nayla
tidak mengklasifikan tipe yang ia inginkan untuk seorang pacar, ia tidak
memandang soal fisik yang penting bagi Nayla bisa berkomunikasi. Nayla mengaku
bukan permasalah suka atau tidak suka, melainkan lebih senang melihat perempuan
telanjang dari pada laki-laki.
Setelah
ketiga interview itu muncul beberapa Headline; Nayla Kinar Sudah Tidak Perawan, Nayla Kinar: Minum Bir Sejak Umur
Empat Belas Tahun, Nayla Kinar Suka Sesama Jenis.
Interview
1. Interview ini dari pihak majalah
MAJALAH kepada Ratu (ibu tiri Nayla). Ratu mengatakan bahwa ia dan Nayla
menemani Bung Radja (ayah Nayla) hingga detik-detik terakhir. Ratu mengatakan
tidak kerepotan ketika Nayla tinggal bersamanya dan ayahnya. Malah Ratu
bersyukur karena Radja diberikan kesempatan untuk tinggal bersama putri
tunggalnya.
Interview
2. Interview ini dari pihak tabloid TABLOID kepada Ratu. Ratu mengatakan bahwa
Radja pergi tanpa beban. Ratu tidak dapat menahan ketika Radja berkarya, ketika
menulis kadang Radja suka lupa segalanya, waktu dan makan. Sebagai istri ia
hanya bisa mengingatkan makan, mengingatkan istiharat, dan menemai serta
memberi dukungan. Ratu mengaku bahwa ketika Radja bertemu dia sudah tidak minum
bir lagi, hanya sesekali minum ir ketika sedang makan malam dengannya dan
Nayla.
Interview
3. Interview ini dari pihak koran KORAN kepada Ratu dan Nayla. mereka berdua
mengakui edekatan mereka dekat sekali. Sama-sama mencintai Radja. Sama-sama
kehilangan Radja. Rasa senasib seperjuangan inilah yang membuat kami sangat
dekat.
Setelah
ketiga interview itu muncul beberapa Headline; Bung Radja, “Diradjakan” Sebelum Berpulang, Segelas Anggur dari Radja
untuk Ratu, Ratu dan Nayla AKUR?
Ratu
ke rumah perawatan anak nakal dan narkotika, ratu menanyakan bagaimana prosedur
supaya Nayla bisa masuk ke lembaga perawtan ini. Petugas memberi tahu bahwa
prosedurnya hanya mengisi formulir dan membuat laporan. Namun karena Ratu bukan
ibu kandung Nayla maka Ratu harus mempinta persetujuan ibu kandungnya dahulu.
Ratu
dirumah ibu kandung Nayla. mencoba mendiskusikan atas apa yang menimpa Nayla.
Ratu mengatakan bahwa Nayla sering tertawa sendiri, Ratu dan Ibu kandungnya
mencurigai Nayla menggunakan obat. Ratu meminta ibu kandungnya untuk
menandatangi surat persetujuan untuk mengirim Nayla ke rumah perawatan.
Gelas
bir pertama dengan Ben. Gelas bir pertama dengan Ben merupakan awal pertemuan
Nayla dengan Ben. Ketika Nayla muntah dan jatuh di sebuah bar lalu menghardik
orang-orang yang melihatnya, termasuk Ben. Namun Ben tidak marah. Ben malah memberikan
senyum. Seolah-oleh Ben sudah tidak aneh melihat kondisi perempuan seperti
Nayla dengan perkataan yang kasar dan sering mabuk. Karena Nayla pikir Ben
merupakan laki-laki yang tidak goblog dan laki-laki yang tidak mencari cinta
maka ditariknya Ben ke kamar mandi yang tidak berlampu dan mereka melakukan
hubungan seks di dalam kamar mandi itu.
Ben
membawa Nayla ke sebuah restoran dengan nuansa yang begitu romantis. Malam itu
mereka ditemani oleh sebotol anggur. Anggur yang mengingatkan Nayla tentang
semua peristiwa yang menimpanya, tentang ibu dan Om Indra, tentang ayah dan
Ratu. Ben yang mengenal Nayla bukan perempuan yang mencari cinta namun mencari
mabuk, perempuan yang selalu berbicara tentang masa sekarang, tidak masa lalu
atau masa depan. Tapi kini Nayla membicarakan masa lalu, masa kecil Nayla
dengan segudang peristiwa getir yang Nayla rasakan.
Gelas
bir terakhir dengan Ben. Nayla marah besar karena mengetahui Ben jalan dengan
si Cantik sedangkan pada saat yang bersamaan Ben sudah membuat janji makan
malam dengan Nayla. saat kerbutan berlangsung Nayla memecahkan botol ir dan
membuat goresan di dada Ben. Dan Ben pun pergi. Dan untuk kali ini Nayla
bena-benar putus dengan Ben.
Setelah
satu bulan lamanya putus dengan Ben, akhirnya cerita pendek Nayla dimuat di
koran. Ucapan selamat masuk lewat sms dan telepon Nayla. Nayla kegirangan tidak
menyangka akan mendapatkan kabar yang mebahagiakan baginya ini. Antara percaya
dan tidak percaya.
Ketika
ibu melihat cerita pendek Nayla ia merasa antara tidak percaya dan percaya atas
tulisan Nayla. Nayla membuat cerita pendek dengan tokoh ibu yang begitu jahat
serta memuat cerita tentang Om Indra dan ibu mengatakan mengapa tidak
memberitahukannya, mengapa Nayla menganggap ibu akan memilih binatang dari pada
Nayla? ibu beranggapan semua salah ayahnya. Bukan dirinya (ibu).
Nayla
merasa ada di dua dunia. Disatu sisi, ia senang berada di kafe tempat
berkumpulnya dengar teman-teman sesama penulis (Broto, Tomboy, Gumelar, dan
Wawan) tanpa harus belanja baju baru dan menata rambut ke salon terlebih
dahulu. Di sisi lain, ketika jins dan sepatu boots atau kedsnya, ketika
rambutnya berminyak dan hanya diikat ala kadarnya, ketika kaos oblongnya tidak
rapi terseterika itu tak terlalu menjadi hal penting di komunitas barunya, tetap
saja ia merasa sebagai makhluk aneh. Makhluk yang pantas dicurigai.
Waktu
saya kecil, saya tidak pernah mengenal minuman. Dan ketika saya tidak minum,
saya tidak pernah jujur. Saya tidak berani bilang apa yang sebenarnya saya
rasakan. Saya penasaran. Saya cuma pura-pura baik padahal mendendam. Dendam
pada ibu, dendam pada pacar-pacar ibu, dendam pada Om Indra, dan dendam pada
keadaan. Saya merasa seperti kuntilanak. Waktu saya sudah mengenal minuman,
saya tidak pernah tidak jujur. Saya marah ketika mau marah. Saya memaki ketika
tidak mau memaki. Saya melakukan apa yang saya anggap benar dan tidak
mendendam. Saya merasa seperti bidadari.
“Sssttt...
Nayla udah tidur, kecapean. Jangan diganggu..”. sebuah kalimat yang Nayla
terima dari ibunya yang pada waktu itu akan melakukan kencan dengan teman
kencannya. Sebuah kalimat yang sama yang Nayla terima dari Ayahnya. Perasaan
yang berbeda yang Nayla rasakan ketika menerima kalimat tersebut dari orang
yang berbeda (antara ayah dan ibu). Ketika menerima dari ibu, Nayla hanya
pura-pura tidur karena rasa takut akan ibunya jikalau ibunya mendapati Nayla
yang belum tidur. Nayla tidak pura-pura tidur ketika menerima kalimat tersebut
dari ayahnya, karena ia memang merasa letih dan ingin mengistirahatkan
tubuhnya.
Nayla
bekerja sama dengan Ardan untuk menggarap sebuah skenario dari bukunya. Ardan
adalah sabahat Nayla mereka bertemu ketika sedang diinterview si salah satu
stasiun radio di Bandung. Ardan umurnya lebih muda 3 tahun dari Nayla. Ardan
kerap kali memanggil Nayla dengan sebutan mamah dan Nayla pun memanggilnya
dengan sebutan Nak. Namun ketika Nayla sedang menggarap skenario itu, Nayla
merasa tidak sanggup untuk melanjutkannya, karena takut akan
menghubung-hubungkannya dengan pengalaman pribadi Nayla. Ardan berpendapat
bahwa Nayla takut dengan tokh Ibu. Namun ketika Ardan menanyakan hal itu Nayla
tidak menjawabnya. Nayla beranggapan bahwa dalam hidupnya ia takut akan banyak
hal, bahkana dirinya sendiri. Dan sering merasa banyak tokoh hidup di dalam
tubuhnya dan mereka begitu sulit untuk dikenal. Dan meraka adalah yang menulis
buku, yang menulis skenario, yang merampok taksi, yang meniduri banyak
laki-laki, yang mengkhianati Juli, dan yang menusuk Ben dengan botol bir.
Mereka membenci ibu dan membenci kelemahan saya (Nayla).
Jadi
berdasarkan uraian di atas, susunan alur/plot novel Nayla karya Djenar Maesa
Ayu dapat dikatan sebagai plot seret balik (flash back). Karena di awal novel
ini menyuguhkan semua permasalahan yang ambang. Ambang di sini tidak jelas asal
muasal tentang semua permasalahan yang ada. Baru ketika menuju akhir semua
asala muasal itu digambarkan. Permasalahan dan asal muasal itulah yang
mendukung cerita bahwa tokoh Nayla merupakan seorang penulis yang sedang
menggarap skenario bersama Ardan di Bali.
3.4.2 Ketegangan
atau suspence yang nampak dalam peristiwa-perstiwa cerita novel Nayla karya
Djenar Maesa Ayu:
· Ketika
peniti yang menurut Ibu sudah steril itu ditusukan ke selangkangan, ia akan
mengapit rapat-rapat kedua pahanya. (Maesa Ayu, 2005 : 1)
· Tak
hanya selangkangan Nayla yang ditusukinya. Tapi vaginanya. (Maesa Ayu, 2005 :
2)
Dapat kita bayangkan bagaimana rasanya ketika sebuah peniti itu menghunus
alat kelamin yang cenderung kulitnya lebih tipis dibandingkan dengan kulit
tangan. Peniti ketika menusuk tangan pun rasanya sudah sakit dan berdarah,
bagimana ketika peniti itu menusuk alat kelamin.
· Heh!
Setan! Jangan belagak gilak ya! Pake ngatain temen-temen gue gila, maki-maki
gue taik lagi! Anjing gila lu! Go to Hell
Sender:
Nayla
08169192
Sent:
01:21:11
12-01-2000
(Maesa
Ayu, 2005 : 35)
Perkataan yang kasar dapat menimbulkan tindakan kekerasan. Perkataan
yang kasar biasanya dikarenakan si pengujar sedang merasa kesal, karena siapa
pun, dalam keadaan apapun, di mana pun, terhadap apa pun.
· Biar
aku kebiri sekalian barangnya yang gatal. (Maesa Ayu, 2005 : 42)
· Nafas
Juli di telinga Nayla membuat bulu kduknya berdiri............... Dan malam
itu, Nayla bermaksud menyerahkan tiap inci tubuhnya kepada Juli. (Maesa Ayu,
2005 : 61)
Hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan pun akan menimbulkan ketegangan. Otot-oto bereaksi dan mengalami
ekstenbilitas (kemampuan otot untuk menjadi lebih memanjang, otot menjadi lebih
panjang dari ukuran semula) untuk laki-laki. Namun ada fantasi tegang
tersendiri ketika seorang perpempuan bercinta dengan perempuan (lesbian).
· “Dasar
keparat. Anjing kurap. Monyet. Setan. Kontil!” Baru sekali Juli menyaksikan
Nayla marah. Juli sebenarnya terperangah. (Maesa Ayu, 2005 : 66)
Ketegangan di sini dikhususkan pada perasaan Juli,
karena ia baru mendapati Nayla begitu marah dan kesalnya sehingga mengeluarkan
kata-kata yang tidak pantas diucapkan seorang perempuan.
· Bahkan
ketika juli akhirnya terpaksa mengeluarkan juga cincin yang sudah disiapkannya,
dan meminta Nayla untuk tinggal bersamanya, Nayla menerimanya dengan
biasa-biasa saja. Juga ketika Juli bertanya apakah setelah itu Nayla akan setia
kepadanya, apakah Nayla berjanji tak akan menyerahkan dirinya ke pelukan
laki-laki maupun perempuan lain, pakah Nayla seorang lesbian, jawaban yang
keluar dari mulut Nayla sama sekali di luar harapan Juli.
“Yangku, saya buka pecinta
perempuan. saya bukan lesbian. Tapi saya pecinta kehidupan. Dan saya akan setia
pada kehidupan” (Maesa Ayu, 2005 68)
Yang dinamakan perasaan baik laki-laki yang mencintai
perempuan ataupun seorang lesbian, akan tersakiti ketika cintanya ditolak dan
mengetahui perasaan pasangan yang tidak sejalan dengan perasaannya. Ataupun
mengenai permasalahan pemahaman.
· Nayla
semakin resah. Kelihatannya, sopir taksi pun mulai curiga. Dan tiba-tiba saja,
berbelok kiri secara mendadak. Berhenti di depan Polsek Jakarta Barat. (Maesa
Ayu, 2005 : 71)
Yang namanya di bawa ke kantor polisi pasti tegang,
apalagi orang yang dibawanya itu memang merasa salah, dan terdapat barang bukti
yang ada. takut ditahan, takut diinterogasi. Takut akan polisi.
· Kepala
Nayla terjungkal ke belakang ketika seorang polisi yang sedang berdiri
menjambak rambutnya. (Maesa Ayu, 2005 : 73)
Rambut merupakan organ luar manusia yang sifatnyaa
sensitif. Ketika organ itu dilukai atau diberi respon yang mendadak dan rasa
kaget, rasa sakit, akan bercampur aduk. Apalagi rambut menerima respon dijambak
oleh seorang polisi di kantor polisi dan sedang diinterogasi.
· Nayla
menerkam Ben. Menghajar mukanya. Menjambak rambutnya. Ben mempertahankan diri
dengan memegangi tangan Nayla. nayla semakin rutal. Digiitnya tangan Ben,
beruaha melepaskan pegangan tangannya. Pegangan tangan Ben terlepas. Nayla
meraih botol bir dan memecahkannya, lalu mengacungkan ke depan muka Ben. (Maesa
Ayu, 2005 : 89)
Peristiwa
menghajar muka kemudian menjambak rambut merupakan proses kontak fisik yang
tegang. Apalagi setelah itu tangan digigit dan mengacungkan otol ir kepada Ben.
Botol bir yang dipecahkan.
Merupaka benda tajam. Karena ujung-ujung dari botol itu bisa membuat luka
bahkan sampai berdarah. Muka merupakan bagian yang paling dilihat, paling
dipelihara oleh manusia, namun bagaiamana jadinya kalau organ atau bagian tubuh
yang dijaga itu dilukai, pasti akan terasa kesal, dan marah.
· Om
Indra meremas-remas payudaranya yang belum tumbuh sambil mastrubasi di
depannya. (Maesa Ayu, 2005 : 108)
Meremas payudara itu sambil mastrubasi, memainkan alat
kelamin sendiri (laki-laki). Meremas payudara dimaksudkan untuk menambah
rangsangan pada yang sedang mastrubasi. Payudara merupakan salah satu daerah
sensitif yang dimiliki oleh perempuan. Apabila daerah sensitif itu disentuh
atau bahkan diremas akan terjadi rangsangan hebat pada yang diremas, apalagi
· Saya
dipukuli ketika menumpahkan sebutir nasi. (Maesa Ayu, 2005 : 112)
Dipukuli merupakan perbuatan kekerasan yang tidak
diinginkan oleh siapapun, apalagi karena hal sepele, menumpahkan sebutir nasi.
· Saya
dijemur di atas seng yang panas terbakar terik matahari tanpa alas kaki karena
membiarkan pensil tanpa kembali menutupnya. (Maesa Ayu, 2005 : 112)
Seng merupakan lempengan yang dapat menyerap panas.
Ketika kulit menyentuh lempengan seng yang memang panas itu maka kulit akan
melepuh. Apalagi ini merupakan organ manusia yang sehari-hari kerjanya dapat
dikatakan sentral juga, untuk berjalan. Bagaimana jadinya apabila kulit kaki
itu melepuh, maka penderita itu tidak dapat berjalan dalm jangka waktu
tertentu. Itupun kalau lepuhannya cepat sembuh, kalau alokasi waktu untuk
sembuhnya lama, maka penderita akan terganggu menjalani aktivitasnya.
· Saya
dipaksa mengejam
sampai berka lantas diikat dan tahinya direkatkan dengan plester di sekujur
tubuh juga mulut saya karena ketahuan tidak makan sayur. (Maesa Ayu, 2005 :
112)
Dipaksa merupakan tindakan yang tidak disukai semua
orang. Apalagi ini dipaksa untuk ereksi (mengeluarkan kotoran), bukan sampai di
sana saja, kotoran yang sudah kelar direkatkan dengan plester disekujur tubuh
juga mulutnya. Ibarat kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kotoran
merupakan sisa zat yang tidak terpakai oleh tubuh, dari bau saja kotoran
identik dengan aroma yang tidak sedap, dan apa jadinya apabila kotoran itu
direkatkan disekujur tubuh dan dimasukkan ke dalam mulut. Enek. Jijik.
· Dan
pada akhirnya, ketika ibu tidak ada di rumah, Om Indra tidak hanya mengeluarkan
ataupun menggesek-gesekan penisnya ke tengkuk saya. Ia memasukan penisnya itu
ke vagina saya. (Maesa Ayu, 2005 : 113)
Vagina. Vagina seorang perawan bahkan anak kecil itu
lubangnya kecil, dapat dirasakan bagaimana rasa sakit ketika penis besar
seorang om-om memaksa masuk ke dalam lubang vagina yang kecil. Sakit. Perih.
· Apakah
ia akan menusuki vagina saya tidak hanya dengan peniti namun dengan linggis. (Maesa
Ayu, 2005 : 114)
Bayangan akibat rasa trumatis yang diderita dapat
mengakibatkan tindakan yang tidak wajar. Linggis masuk vagina? Hanya orang gila
yang melakukan itu. Bahkan orang gila sekali pun mungkin tidak akan sampai hati
melakukan perbuatan seperti itu.
· “Nah
tulisan Mbak Nayla kan temanya banyak tentang seks, apakah waktu inspirasi itu
datang Mbak Nay sedang kepingin?”
“Hah?!” (Maesa Ayu, 2005 : 119)
Pertanyaan yang tidak etis dilontarkan? Bagaimana
perasaan yang menerima pertanyaan itu pasti akan kesal. Apalagi pertanyaan itu
merupakan pertanyaan yang sifatnya pribadi (private), tentang seks.
· “Kalau
suka sesama jenis yang Anda maksudkan adalah suka melihat perempuan dari pada
laki-laki, ya saya suka. Saya lebih senang lihat perempuan telanjang dari pada laki-laki.” (Maesa
Ayu, 2005 : 122)
Ketegangan akan asumi yang tidak wajar dari seorang
perempuan yang merasa suka apabila melihat perempuan lain telanjang. Aneh.
Tidak wajar.
· “ Ada satu lagi nih, Mbak... tapi
enar ya jangan marah, gosipnya lagi Mbak Nayla dulu sempat hampir punya anak.”
“ Kamu mau nulis karya saya atau
mau nulis gosip, sih?” (Maesa Ayu, 2005 : 122)
Mewawancari ada etikanya. Ketika wawancara itu
topiknya sudah menyimpang dengan kesepakatan obrolan maka orang yang
diwawancara siapapun itu akan merasa kesal.
· “Saya
merasa Nayla mulai aneh. Dia tidak mau melanjutkan sekolah. Dia sering tertawa
sendiri, Dia...” (Maesa Ayu, 2005 :139)
Melihat orang tertawa sendiri, semuaa orang akan
berasumsi aneh dan tidak wajar. Namun keteganga di sini dikhususkan pada Mbak
Ratu yang merasa Nayla sudah tidak waras, karena tertawa sendiri, tanpa sebab,
tanpa tema tertawa lainnya.
· “Sorry saya potong, jadi kamu sudah gak
kuat dan mau Nayla kembali ke saya, kan? Kenapa tadi kamu bilang enggak?” (Maesa
Ayu, 2005 : 141)
· Maka
dituntunnya laki-laki itu menuju kamar mandi. Dicumbunya di depan pintu.
Ditariknya masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi yang tak berlampu.
Dibukanya ritsleuting celana laki-laki itu. Dilakukannya semua yang ingin ia
lakukan saat it, di kamar mandi tak berlampu. (Maesa Ayu, 2005 : 144)
· “Waktu
kecil, kami sering minum anggur,”
Aku hampir tersedak ketika
mendengarnya. Bukan karena anggur yang diminumnya sejak kecil. Tapi kata waktu
kecil itulah yang memuat anku tersedak. Ia selalu bicara masa kini. Tidak
kemarin. Tidak masa depan. (Maesa Ayu, 2005 : 146)
· “Elu
kan gak mampus, setan! Dan elu bukan suami gue!” (Maesa Ayu, 2005 : 149)
· “Dasar
laki-laki pengecut, mental tempe! Gue haus tauk!” (Maesa Ayu, 2005 : 151)
· Anak
tidak tahu diuntung. Tega-teganya dia melakukan hal itu. Tulisan sampah. Kenapa
ada media yang mau memuatnya? Selera sampah! (Maesa Ayu, 2005 :154)
· Kinar:
Kuping kan masalah anatomi. Gak ada hubungannya sama gak peduli, taik! (Maesa
Ayu, 2005 : 164)
· “Mamah
takut sama tokoh Ibu!” (Maesa Ayu, 2005 – 174)
· “Apa
yang anda lakukan tidak menentukan siapa diri Anda” (Maesa Ayu, 2005 : 178)
3.4.3 Padahan
pembayangan yang nampak dalam cerita novel tersebut atau Foreshadowing yang
tampak dalam peristiwa-peristiwa cerita novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu.
Padahan pembayangan saya;
· Saya
beranggapan bahwa tokoh Juli itu laki-laki, namun anggapan salah salah, tokoh
Juli adalah perempuan. Terbukti dengan kutipan;
... Perawakan dan sikap Juli tak
ubahnya seorang laki-laki. Ia memang pecinta sesama jenis. (Maesa Ayu, 2005 :
4)
... Sekarang pun dengan kekasihnya
yang seorang model mereka sering bercinta dengan cara memasuki vagina satu sama
lain dengan jari mereka. (Maesa Ayu, 2005 – 5)
· Saya
beranggapan bahwa Nayla tidak akan berhasil bertemu ayahnya, namun anggapan
saya salah. Terbukti dengan kutipan;
Entah mengapa, tiba-tiba mulut saya
mengeluarkan suara. Saya menyebut nama...
Ia mengajak kami berlima masuk ke
dalam mobilnya,...
“Mana di antara kalian yang bernama
Nayla?” (Maesa Ayu, 2005 : 12)
· Saya
beranggapan bahwa Nayla dengan Juli akan langgeng, namun pendapat saya salah.
Terbukti dengan kutipan;
Yangku, bukan maksudku mutusin kamu
sepihak. Dua tahun lebih ini aku bersyukur bisa dekat sama kamu. Tapi aku
merasa gak ada jalan lain selain pisah. Kamu udah bilang, kamu gak mau tinggal
di Bandung. (Maesa Ayu, 2005 : 51)
· Saya
beranggapan bahwa Nayla akan dipenjara dengan waktu yang lama karena
permasalahannya berencana merampok taksi, namun anggapan saya salah. Terbukti
dengan kutipan;
Nayla masik setengah bermimpi
ketika melangkah keluar Polsek dan mengucapkan terima kasih atas uang tebusan
yang dibayar oleh ibunya Maya. (Maesa Ayu, 2005 : 75)
· Saya
beranggapan bahwa Nayla itu seorang lesbian, namun anggapan saya salah. Terbukti
dengan kutipan;
“Yangku, saya bukan pecinta
perempuan. saya bukan lesbian. Tapi saya pecinta kehidupan. Dan saya akan setia
pada kehidupan.” (Maesa Ayu, 2005 : 68)
Akhirnya ia mendapat juga teman
yang tidak mencari cinta. Tapi mencari mabuk. Maka dituntunnya laki-laki itu
menuju kamar mandi. Dicumbunya di depan pintu. Ditariknya masuk ke dalam salah
satu bilik kamar mandi yang tak berlampu. Dibukanya ritsleuting celana
laki-laki itu. Dilakukannya semmua yang ingin ia lakukan saat itu, di kamar
mandi tak berlampu, dengan laki-laki itu. Dengan laki-laki yang setelahnya
mengaku bernama Ben. Laki-laki yang tidak goblog. Laki-laki yang tak mencari
cinta, pikir Nayla. (Maesa Ayu, 2005 : 144)
· Saya
pikir Om Indra akan langgeng berhubungan dengan Ibunya Nayla, namun pendapat
saya salah. Terbukti dengan kutipan;
Nyatanya ibu putus karena ibu
mendapati Om Indra menggauli si pembantu yang hamil. (Maesa Ayu, 2005 : 114)
· Saya
beranggapan bahwa Nayla setelah menerima telepon dari si Bencong, Nayla
mematikan teleponnya, namun anggapan saya salah. Terbukti dengan kutipan;
.... Gak taunya telepon dari si
Bencong masuk. Bilang lu ketauan makan siang sebelumnya sama si cabo itu.... (Maesa
Ayu, 2005 : 150)
· Saya
beranggapan bahwa Nayla akan kerja di diskotek terus, namun anggapan saya
salah. Terbukti dengan kutipan:
Kebetulan saat itu Nayla baru saja
ditawari seorang produser untuk menggarap skenario dari bukunya. (Maesa Ayu,
2005 : 172)
3.4.4 Gambaran
susunan alur/plot secara kualitatif.
Secara
kualitatif susunan alur.plot novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu adalah alur
erat.
Saya
menyimpulkan novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu ini merupakan novel yang
mempunyai alur/plot erat, karena ketika kita selaku pembaca melewatkan satu
saja kisah atau penggalan cerita, maka kita tidak akan mengerti isi novel ini
secara keseluruhan. Misalnya, ketika kita melewati sub-judul “Tentang Seks”
maka kita tidak akan mengerti tentang isi cerita dengan sub-judul “Memilih Juli
atau Laki-Laki”. Kemudian ketika kita melewati sub-judul “Cerita Pendek” maka
kita kita akan mengerti tentang isi cerita dengan sub-judul “Email”. Lalu
ketika kita melewati sub-judul “Gelas Bir Terakhir Dengan Ben” maka kita tidak
akan mengerti tentang isi cerita dengan sub-judul “Telepon” dan “SMS”.
3.4.5 Gambaran
susunan alur/plot secara kuantitaif.
Secara
kuatitatif susunan alur/plot novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu adalah alur
ganda.
Saya
menyimpulkan novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu ini merupakan novel yang
memunyai alur/plot ganda, karena mengalami degresi (cerita baru yang masuk).
Contohnya, ketika kita membaca sub-judul “Surat Untuk Nayla”. di sana
menceritakan surat yang Juli tulis untuk Nayla. Dengan isi surat memberitahukan
bahwa Juli akan pergi ke Bandung. Dan Juli tidak kuat dengan hubungan jarak
jauh. Juli mengucapkan bersyukur karena selama dua tahun bisa dekat dengan
Nayla. dan Juli pun tidak memaksakan ketika Nayla bilang tidak ingin tinggal di
Bandung. Juli memberikan kesempatan kepada Nayla akar mempunyai suasana yang
“bergerak” untuk dijadikan ahan tulisan. Juli juga memberi tahu bahwa ia lebih
memilih hidup menjadi seorang pengajar. Hidup damai dengan kekasihnya yang bisa
menerimanya. Di sana berarti dalam cerita itu pengarang menceritakan Juli.
Bukan hanya permasalahan putusnya dengan Nayla saja. Namun pengarang
menceritakan kehidupan Juli yang akan menjadi pengajar. Dan hidup langgeng
dengan kekasih yang menerimanya.
Sub-judul
“Gelas Anggur Pertama Dengan Nayla” pun menjadi salah satu bukti bahawa novel
Nayla karya Djenar Maesa Ayu ini mengalami degresi. Dalam sub-judul ini menceritakan
bagaimana suasana hati Ben ketika menghadapi yang biasanya Nayla itu tidak
berbicara tentang kemarin, tdak masa depan. Namun kali itu Nayla berbeda ketika
berbicara mengani masa kecilnya, “Waktu kecil, kami sering minum anggur,”. (Maesa
Ayu, 2005 : 146)
Sub-judul
“Antara Tidak Percaya dan Percaya” memuat cerita tentang rasa si Ibu yang
antara tidak percaya dan percaya ketika melihat bahwa tulisan Nayla itu
diterbitkan yang isinya tentang tulisan Nayla yang isinya tentang kekejaman
tokoh ibu. Dan ibu sempat tidak percaya juga ketika Nayla menulis kisah tentang
Om Indra. Tentang pelecehan yang dilakukan oleh Om Indra.
3.5
Tokoh dan Perwatakan
3.5.1
Tokoh-tokoh cerita yang mendukung terjadinya cerita novel Nayla karya Djenar
Maesa Ayu yaitu:
· Nayla
sebagai tokoh utama karena tokoh Nayla intensitas keterlibatan dalam
peristiwa-peristiwa yang membangun cerita sangat dominan.
· Ibu
sebagai tokoh penentang karena menjadi lawan tokoh utama (Nayla). Karena dengan
kehadiran tokoh Ibu ini konflik yang ada pada tokoh utama.
· Juli
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Juli tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Ben
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Juli tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Ayah
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Ayah tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Mbak
Ratu sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Mbak Ratu tidak sentral
kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Si
Bencong sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Si Bencong tidak sentral
kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Olin
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Olin tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Lidya
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Lidya tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Shanty
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Shanty tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Nathalia
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Nathalia tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Luna
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Luna tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Maya
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Maya tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Yanti
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Yanti tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Wawan
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Wawan tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Broto
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Broto tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Gumilar
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Gumilar tidak sentral kedudukannya
dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Tomboy
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Tomboy tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Si
Cantik / cabo sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh si Cantik / cabo tidak
sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama
(Nayla).
· Pak
Tardji sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Pak Tardji tidak sentral
kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Ardan
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Ardan tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Andjani
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Andjani tidak sentral kedudukannya
dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Ibunya
Maya sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Ibunya Maya tidak sentral
kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Ibu
Lina sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Ibu Lina tidak sentral
kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Polisi
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Polisi tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Supir
Taksi sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Supir Taksi tidak sentral
kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Om
Indra sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Om Indra tidak sentral
kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Om
Deni sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Om Deni tidak sentral kedudukannya
dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Om
Billy sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Om Billy tidak sentral
kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Doni
sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Doni tidak sentral kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Nayla).
· Wartawan
Malajah MAJALAH sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Wartawan Malajah
MAJALAH tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung
tokoh utama (Nayla).
· Wartawan
Tabloid TABLOID sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Wartawan Tabloid
TABLOID tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung
tokoh utama (Nayla).
· Wartawan
Koran KORAN sebagai tokoh bawahan yang karena tokoh Wartawan Koran KORAN tidak
sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama
(Nayla).
3.5.2
Penggambaran watak tokh-tokoh yang mendukung cerita novel Nayla karya Djenar
Maesa Ayu;
· Tokoh
Nayla mempunyai watak; keras kepala, pemarah, freeseksual, pemabuk, tidak suka
menunggu, penakut, kalut, pemalas, fisik pas-pasan, kasar, depresi, frustasi,
pekerja keras, glamour, muda, bebas (tidak mau terikat), berpaham liberal,
tegar, mentalnya kuat, kasar,
Hal tersebut dapat digamarkan oleh
pengarang sebagai berikut:
Ø Cara
langsung atau analitik
... Nayla diam saja. Tak ada sakit
terasa. Hanya nestapa. Tak ada takut. Hanya kalut. (Maesa Ayu, 2005 : 2)
Nayla Marah. ... (Maesa Ayu, 2005 :
13)
... Kedua, kamu cantik, masih enam
belas tahun pula, ... (Maesa Ayu 50)
... Terlalu boring untuk kamu. Kamu
butuh suasana yang “bergerak” untuk bahan tulisan. ... (Maesa Ayu, 2005 : 52)
Saya juga punya pacar. Bukan
laki-laki, tapi perempuan. ... (Maesa Ayu, 2005 : 54)
... Tapi untuk urusan perasaan,
saya lebih merasa nyaman dengan perempuan. ... (Maesa Ayu, 2005 : 55)
“Ya, saya rasa Nayla emakai
narkoba.” (Maesa Ayu, 2005 : 137)
... Dia juga bukan orang gila,
mentalnya kuat. ... (Maesa Ayu, 2005 : 139)
... Dan Nayla paling tidak senang
menunggu. ... (Maesa Ayu, 2005 : 157)
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
... Bersama Juli saya merasakan
kehangatan kasih yang perah saya berikan kepada Ibu. Saya mulai diakar cemburu.
... (Maesa Ayu, 2005 : 5)
... Yang laki-laki cuma hit and
run. Mereka benar-benar makhluk yang menyebalkan, sekaligus menggiurkan. ...
(Maesa Ayu, 2005 : 54)
... Saya akan membuka hati hanya
untuk terluka saja. (Maesa Ayu, 2005 : 58)
“Yangku saya bukan pecinta perempuan.
Saya bukan lesbian. Tapi saya pecinta kehidupan. Dan saya akan setia pada
kehidupan.” (Maesa Ayu, 2005 : 68)
... Pada saat itu Nayla sadar kalai
ia pasti bisa bertahan selama punya akal dan mental. Selama ia masih bisa peka
terhadap hal-hal yang dianggap tak berarti oleh kebanyakan orang dan menjadikannya
sebuah nilai. (Maesa Ayu, 2005 : 76)
“Heh, Setan! Lu tau ya gue belajar
dari jalanan! Jangan sampe gue gorok leher lu sekarang!” (Maesa Ayu, 2005 : 89)
“Kenapa ngeliatan gue kayak
ngeliatin setan?!” (Maesa Ayu, 2005 : 143)
... Laki-laki yang tidak goblog.
Laki-laki yang tak mencari cinta, pikir Nayla. (Maesa Ayu, 2005 : 144)
“Saya tidak mau mencintai, saya
tidak mau resmi-resmian”, katanya. ... (Maesa Ayu, 2005 : 145)
Dengan menggambarkan tempat atau
lingkungan tokoh
... Seorang laki-laki yang
sama-sama datang sendirian. Berdiri di pinggir bar. Berdiri di sebelh Nayla.
berdiri menatapnya terpana. (Maesa Ayu, 2005 : 143)
... Persahabatan yan dmulai di kafe
itu, kafe yang sudah harum namanya sebagai tempat ngumpul seniman maupun yang
ngaku atau merasa seniman. Dan karena itulah, dulu Nayla datang e kafe itu
dengan membawa sejumlah buku. ... (Maesa Ayu, 2005 : 158)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
Nayla mengecup bibir Juli sambil
berdiri. ... (Maesa Ayu, 2005 : 65)
“Dasar keparat. Anjing kurap.
Monyet. Setan. Kontil!”
Baru sekali Juli menyaksikan Nayla
marah. (Maesa Ayu, 2005 : 66)
Dengan menggambarkan dialog para tokoh
Dialog antara wartawan dengan Nayla
...
“Jadi Mbaktidak setuju dengan
konsep masyarakat tentang virginitas?”
“Tidak. Saya belum menikah. Dan
saya sudah tidak perawan. Buktinya saya baik-baik aja.”
... (Maesa Ayu, 2005 : 118)
“Gak masalah. Minum alkohol dalam
keluarga kami sudah menjadi kultur. Sejka kecil, setiap acara khush makan malam.
Ibu selalu menyediakan wine. Saya bleh minum satu gelas. Tapi tidak lebih.
Dengan ayah juga begitu.” (Maesa Ayu, 2005 : 119)
Dialog antara wartawan Koran KORAN
dengan Mbak Ratu
...
“Kalau Anda, Mbak Ratu?
“Nayla juga anak yang baik”
... (Maesa Ayu, 200 5: 134)
Jadi,
tokoh Nayla digambarkan wataknya dengan cara campuran, dengan perincian cara
langsung 9 kali dan cara tidak langsung 16 dengan berbagai variasinya.
· Tokoh
Ibu mempunyai watak; keras kepala, matrealistis, pemarah, kejam, pemegang teguh
prinsip, bangga terhadap diri sendiri (narsisme), glamour, penyuka dim sum,
cantik, mandiri, sangat rapi, disiplin, kuat, gagah.
Ø Cara
langsung atau analitik
...
Kita semua tahu ia adalah orang yang sangat keras kepala dan memegang teguh
prisnsipnya. ... (Maesa Ayu, 2005 : 57)
Ibu
tidak mendidik Nayla layaknya ibu-ibu lain. Ibu adalah orang yang sangat rapi
dan disiplin. ... (Maesa Ayu, 2005 : 96)
...
Karena Ibu kuat. (Maesa Ayu, 2005 : 112)
...
Dengan gagah Ibu mengusir Om Indra pergi. ... (Maesa Ayu, 2005 : 114)
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan fisik tokoh
... Di mata Om Billy, Ibu adalah
perempuan cantik dan mandiri. ... (Maesa Ayu, 2005 : 95)
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
... Dan ketika peniti yang menurut
Ibu sudah steril itu ditusukan ke selangkangannya, ia akan mengapit rapat-rapat
kedua pahanya. ... (Maesa Ayu, 2005 :1)
... Tapi paling tidak aku tahu
kalau aku sudah berhasil menjadikanmu anak yang hebat. ...
... Tak ada yang tersisa. Hanya
doa. Hanya Tuhan yang tahu, seagai ibu tak ada satu niatku mencelakakan
anaknya. Aku hanya ingin kamu belajar meghadapi pilihan dengan segala
konsekuensinya. (Maesa Ayu, 2005 : 17)
... Kata Ibu, tak ada satu rumah
makan pun di Jakarta yang bisa menandingi kelezatan dim sum di sana. (Maesa Ayu,
2005 : 94)
... Ibu peduli pada berapa banyak
uang yang sudah tersimpan di dalam tas Nayla. ... (Maesa Ayu, 2005 : 95)
Dengan menggambarkan tempat atau
lingkungan tokoh
Hari itu bukan hari Minggu. Bukan
pula Sati. Dua hari di mana Nayla dan Ibu melakukan ritual keluarga. Pergi ke
plasa, makan di retoran, atau menginap di hotel bintang lima. (Maesa Ayu, 2005
: 93)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
... Karena itu tak lama setelah Om
Billy menghilang dari hadapan mereka, Ibu mengambil tas Nayla. mengeluarkan
uangnya. Menghitung di bawah meja. Memasukkan ke dalam tasnya. Dan rasa puas
terpancar di wajahnya. (Maesa Ayu, 2005 : 95)
Saya dipukuli ketika menumpahkan
sebutir nasi. Tidak rapi kata ibu.
Saya dijemur di atas seng yang
panas terakar terik matahari tanpa alas kaki karena membiarkan pensil tanpa
kembali menutupnya.
Saya dipaksa mengejm sampai berak
lantas diikat dan tahiya direkatkan dengan plester di sekujur tubuh juga mulut
saya karena ketahuan tidak makan sayur. (Maesa Ayu, 2005 : 113)
Jadi,
tokoh Ibu digambarkan wataknya dengan cara campuran, dengan perincian cara
langsung 4 kali dan cara tidak langsung 8 kali dengan berbagai variasinya.
· Tokoh
Juli mempunyai watak; lesbian, pemabuk, berangapan buruk tentang laki-laki,
karismatik, cemburuan, glamour, blak-blakan.
Ø Cara
langsung atau analitik
...
Tapi Juli mempunyai karisma. ... (Maesa Ayu, 2005 : 4)
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan fisik tokoh
... Perawakan dan sikap Juli tak ubahnya
seorang laki-laki. ... (Maesa Ayu, 2005 : 4)
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
“Otak laki-laki memang kerdil.
Senggama bagi mereka hanya berkisar di seputar kekuatan otot vagina,” kata
Juli. (Maesa Ayu, 2005 : 5)
Dengan menggambarkan tempat atau
lingkungan tokoh
... Dengan sigap Nayla memapah Juli
keluar dari dalam toilet menuju meja konsul DJ lalu memesankan Coca Cola
dicampur dengan garam. ... (Maesa Ayu, 2005 : 60)
... Juli mengantar saya sampai ke
hotel lantas berangkat ke diskotek. ... (Maesa Ayu, 2005 : 101)
... Lihat kamu selalu dikerumuni
tamu-tamu tetap teman-teman kita aja aku cemburu, ... (Maesa Ayu, 2005 : 50)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
Juli menindih tubuh Nayla sambil
menatapnya. (Maesa Ayu, 2005 : 82)
Dengan menggambarkan dialog para tokoh
Dialog antara Juli dengan Nayla
“Oh gitu ya? Aku pikir karena aku
yang jagi? Gak taunya Cuma karena itil. Eh, ngomong-ngomong kamu udah nyoba
berapa cowok?
“Kok nanyanya gitu?”
“Katanya harus terbuka. Selama ini
kamu Cuma bilang gak ada yang bisa muasin kamu kecuali aku. Gak ada yang bisa
kan berarti lebih dari satu. Lagian wajar dong aku tanya, kita kan udah hampir
setahun.”
(Maesa Ayu, 2005 : 83)
Jadi,
tokoh Juli digambarkan wataknya dengan cara campuran, dengan perincian cara
langsung 1 kali dan cara tidak langsung 6 kali dengan berbagai variasinya.
· Tokoh
Ben mempunyai watak pemabuk, penyayang, suka ngegombal, tidak mau disalahkan
atas kesalahan yang diperbuatnya, pembohong, suka seks, cepat mengeluh.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
Sender:
Ben
08168182
Sent:
01:15:00
12-01-2000
Yang, kamu bener-bener gak fair
deh. Apa sih salahku? Kamu kan yang cari masalah duluan. Gak ada angin gak ada
hujan gak isa dihubungi. Pokoknya aku gak salah. Tidak. ... (Maesa Ayu, 2005 :
34)
“Kamu sedikit-sedikit seks, seks,
seks. Kalo sayang dibilag karena seks. Kallo berubah sedikit, dibilag karena
seks. Lama-lama aku capek juga nih!” (Maesa Ayu, 2005 : 88)
“Oke, aku anjing. Tapi kamu inget
ya, anjing pun punya limit!” (Maesa Ayu, 2005 : 89)
Dengan menggambarkan tempat atau
lingkungan tokoh
Nayla merasa laki-laki itu senang
mabuk dan senang sendirian. Setlai tiga uang, pikir Nayla. Akhirnya ia mendapat
juga te,a yang tidak mencari cinta. Tapi mencari mabuk. Maka dituntunya
laki-laki itu menuju kamar mandi. Dicumbunya di depan pintu. Ditariknya
ritsleuting celana laki-laki itu. Dilakukannta semua yang ingin ia lakukan saat
itu, di kamar mandi tak berlampu, dengan laki-laki itu. Dengan laki-laki yang
setelahnya mengkau bernama Ben. Laki-laki yang tidak goblog. Laki-laki yang tak
mencari cinta, pikir Nayla. (Maesa Ayu, 2005 : 144)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
Bukannya marah laki-laki itu malah
tersenyum ke arah Nayla. menawari Nayla minum. Dan berbincang-incang seperti
tidak terjadi apa-apa. Seperti tidak aneh karena Nayla datang sendirian.
Seperti tidak aneh dengan sapa kasar Nayla kepadanya barusan. .... (Maesa Ayu,
2005 : 143)
Dengan menggambarkan dialog para tokoh
Dialog Cantik dengan Ben melalui
telepon.
Halo, Ben.
Halo, Cantik. Kamu masih
pemotretan?
Iya, sebentar lagi juga selesai.
Mau dijemput?
Loh? Bukannya malam ini kamu mesti ngapel
binik?
Ya sih. Tapi tiba-tiba males.
Kepikiran kamu terus.
Gombal deh kamu.
.... (Maesa Ayu, 2005 : 27)
Jadi,
tokoh Ben digambarkan wataknya dengan cara tak langsung, dengan perincian cara
tidak langsung 4 kali dengan berbagai variasinya.
· Tokoh
Ayah mempunyai watak ramah, berjiwa seni (seniman), keras kepala, peminum
minuman keras namun setelah bertemu Mbak Ratu tidak pernah minum lagi.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
... Andaikan tadi Nayla mau ikut
Ayah dan Mbak Ratu pergi jalan-jalan malam pun, Ayah tidak akan melarang. ...
(Maesa Ayu, 2005 : 168)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap
suatu peristiwa
“Mana di antara kalian yang bernama Nayla?”
(Maesa Ayu, 2005 : 12)
“Sssttt... Nayla uda tidur,
kecapean. Jangan diganggu.”
Lalu mereka menutup pintu,
meniggalkan Nayla yang pura-pura tidur. Begitu pintu tertutup, Nayla membuka
matanya, terlentang menatap atap kayu kamar.
Hampir sama kejadiannya. Dulu Ibu
juga mengtakan itu kepada teman kencannya. Tapi kali ini rasanya beda ketika
Ayah yang mengatakannya kepada Mbak Ratu. ... (Maesa Ayu, 2004 : 167)
Dengan menggambarkan dialog para tokoh
Dialog antara Ibu dan wartawan
Tabloid TABLOID yang sedang membicarakan Ayah.
...
“Sudah lama, saya bertemu beliau
setahun lebih yang lalu sampai tiga bulan kami pacara, langsung menikah. Saat
itu memang beliau sudah sakit-sakitan. Harusnya banyak istirahat. Tapi beliau
memang keras kepala. Kalau sudah nulis jadi lupa waktu. Lupa makan. Lupa segalanya.”
“upaya apa yang selama ini Anda
lakukan supaya Bung Radja peduli dengan kesehatan?”
“Tidak ada. Anda tahu, saya
perancang. Saya seniman. Jadi saya mengerti benar bahwa kreativitas seniman
tidak isa dibendung, apalagi seniman besar seperti beliau. Berkarya adalah
hidupnya. Jika saya meredamnya, berarti saya mematikan soul-nya.”
“Tapi... maaf, Mbak. Tapi kan pada
akhirnya justru membuat beliau cepat pergi.”
“Tapi beliau pergi tanpa beban.
Sebagai istri saya hanya bisa menemani dan memberi dukungan. Mengingatkan
beliau makan, mengingatkan beliau untuk istirahat. Dan karenalah jika kami
sedang nyaman untuk beristirahat selepas berkarya.”
“Apa saja yang Anda lakukan ketika
berdua?”
“Ya semua hal yang dilakukan suami
istri.”
“Apa penyakit ung juga disebabkan
karena terlalu banyak minum minuman keras?”
“Itu dulu. Tapi setelah ketemu
saya, beliau sudah tidak pernah minum lagi. Hanya minum anggur sesekali jika
mai sedang makan malam bersama. Bung, saya dan Nayla.”
.... (Maesa Ayu, 2005 : 133)
Jadi,
tokoh Ayah digambarkan wataknya dengan cara tak langsung, dengan perincian cara
tidak langsung 3 kali dengan berbagai variasinya.
· Tokoh
Om Indra mempunyai watak parafilia, pedofilia, kurang ngajar, tidak punya sopan
santun, pembohong, hypersex, pengeretan.
Parafilia adalah sekelompok
gangguan yang mencakup keterkaitan seksual terhapa ojek yag tidak wajar atau
aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Seseorang dapat memiliki perilaku
fantasi, dan dorongan seperti yang dimiliki seorang parafilia (seperti memamerkan
alat kelamin kepada orang asing yang tidak memiliki kecurigaan apa pun atau
berkahyal melakukan itu). (Gerald dkk, 2006 : 621)
Pedofilia. Menurut DSM, pedofil
(pedos, berarti “anak” dalam bahasa Yunani) adalah kontak fisik dan sering kali
seksual dengan anak-anak prapubertas yang tidak memiliki hubungan darah dengan
mereka. DSM-IV-TR mensyaratkan para pelakunya minimal berusia 16 tahun dan
minimal 5 tahun eih tua dari si anak. Namun, penelitian tampaknya tidak
medukung pertanyaan DSM bahwa semua pedofil lebih menyukai anak-anak
prapubertas; beberapa di antaranya menjadikan anak-anak pascapubertas sebagai
korannya, yang secara hukum belum cukup umur untuk diperbolehkan melakukan
hubungan skes dengan orang dewasa (Marshall, 1997 (dalam Gerald, dkk-Psikologi
Abnormal, 2006 : 623)
Hypersex adalah gangguan yang
diderita baik perempuan maupun laki-laki yang ingin seseringmungkin melakukan
hubungan seksual.
Ø Cara
langsung atau analitik
...
Terkecoh hingga tak menyadari jika pacar yang dicintainya itu tak lebih dari
seorangan pengeretan dan pemerkosa anak kandungnya. ... (Maesa Ayu, 2005 : 142)
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
... Om Indra kerap mengeluarkan
penis dari dalam celananya hanya untuk sekejap menunjukannya kepada saya. Om
Indra juga sering datang ke kamar ketika saya belajar dan mengesek-gesekkan
penisnya ke tengkuk saya. ... (Maesa Ayu, 2005 : 113)
... Om Indra tidak hanya
mengeluarkan atau menggesek-gesekkan penisnya ke tengkuk saya. Ia memasukkan
penisnya itu ke vagina saya. ... (Maesa Ayu, 2005 : 113)
... Ibu mendapati Om Indra
menggauli si pemantu yang hamil. ... (Maesa Ayu, 2005 : 114)
... Om Indra tinggal di rumah dan
tidur di kamar ibu. (Maesa Ayu, 2005 : 96)
Tapi Om Indra tidak saja leluasa
tidur di kamar Ibu. Om Indra juga mandi di kamar mandi Ibu. Om Indra juga
memegang kunci duplikat. Ia bisa datamg dan pergi kapan saja dengan bebas. ...
(Maesa Ayu, 2005 : 97)
Jadi,
tokoh Om Indra digambarkan wataknya dengan cara campuran, dengan perincian cara
cara langsug 1 kali dan cara tidak langsung 5 kali dengan menggambarkan
perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.
· Tokoh
Mbak Ratu mempunyai watak ramah, baik,
suka
ngjudge, pengertian, seorang perancang busana.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
“Ya, saya rasa Nayla memakai
narkoba.” (Maesa Ayu, 2005 : 137)
Tidak, tapi ada beberapa perubahan
yang sangat mencolok dan kurang wajar. Dia sering bolos sekolah. Dia
kadan-kadang tertawa tanpa sebab. Dia...” (Maesa Ayu, 2005 : 137)
Dengan menggambarkan tempat atau
lingkungan tokoh
Bukan. Saya tak mencari Ayha saya
hanya menyebut nama Ayah ketika seorang perempuan muda, perancang usana
ternama, muncul di balik pintu. (Maesa Ayu, 2005 : 10)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
... Seketika ia tersenyum cerah da
mempersilahkan kami masuk. Katanya, ia memang berniat menyusul suaminya di
rumah peristirahatan mereka. Masih di dalam kota. Mereka selalu ke sana untuk
berkarya. (Maesa Ayu, 11)
Dengan menggambarkan dialog para tokoh
Dialog antara Mbak Ratu dengan
wartawan Koran KORAN.
“Upaya apa yang selama ini Anda
lakukan supaya Bung Radja peduli dengan kesehatan?”
“Tidak ada. Anda tahu, saya
perancang busana. Saya seniman. Jadi saya mengerti benar bahwa kreativitas
seniman tidak bisa dibendung, apalagi seniman besar seperti beliau. Berkarya
adalah hidupnya. Jika saya meredamnya, berarti saya mematikan soul-nya. (Maesa
Ayu, 2005 : 132)
Jadi,
tokoh Mbak Ratu
digambarkan wataknya dengan cara tak langsung, dengan perincian cara tidak
langsung 4 kali dengan berbagai variasinya.
· Si
Bencong mempunyai watak propokator, setia kawan, penggosip.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
“Suntik kurus dong, Mak... Body lu
udah gak asik anget deh diliatnya. Gue Banci aja gak nafsu, gimana lekong?”
kata si Bencong. (Maesa Ayu, 2005 : 159)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
“Kena sipilis juga dong! Senima an
baru besar kalo udah kena sipilis!” tambah si Bencong. (Maesa Ayu, 2005 : 159)
Dengan menggambarkan dialog para tokoh
Dialog si Bencong dengan Nayla
melalui telepon,
Halo, Cong... Kenapa? Gue lagi
teleponan ama Olin...
Udah matiin dulu. Penting nih gosip
terbaru.
Gosip apaa?
Makanya matiin dulu. Lu ama gue
kasih tau apa enngak?
Ok. Lin, sin Bencong ada gosip! ...
(Maesa Ayu, 2005 : 24)
Jadi,
tokoh si Bencong digambarkan wataknya dengan cara tak langsung, dengan
perincian cara tidak langsung 3 kali dengan berbagai variasinya.
· Olin
mempunyai watak setia kawan, friendly, anak gaul metropolitan.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
....
“Hi, Say. Di mana?
.... (Masa Ayu, 2005 : 23)
Dengan menggambarkan dialog para tokoh
Dialog antara Nayla dengan Liyda
melalu SMS,
Payah lu jadi temen. Gak usah
nutupin. Gue udah tau dari si Bencong. Sekarng gue lagi di fluid ama dia. Olin
otw. (Marsa Ayu, 2005 : 31)
Jadi,
tokoh Olin digambarkan wataknya dengan cara tidak langsung, dengan perincian
cara tidak langsung 2 kali dengan berbagai variasinya.
· Lidya
mempunyai watak setia kawan, friendly, anak gaul metropolitan.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
Ya ampun! Dasar banci! Bukannya gue
nutupin,say. Ya sudlah. Gue nyusu ke sana nanti gue jelasin. C. U. (Maesa Ayu,
2005 : 32)
Jadi,
tokoh Lidya digambarkan wataknya dengan cara campuran, dengan perincian cara
tidak langsung 1 kali dengan menggambarkan jalan pikiran tokoh..
· Luna
mempunyai watak tidak mudah panik, berani, cuek,
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
“Tenang aja, May. Kasih senyum aja belagak begok!” (Maesa
Ayu, 2005 : 71)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
...
Luna memegang belati. ... (Maesa Ayu, 2005 : 70)
Luna
bergegas keluar membanting pintu. ... (Maesa Ayu, 2005 : 80)
Jadi,
tokoh Luna
digambarkan wataknya dengan cara tak
langsung,
dengan perincian cara tidak langsung 2 kali dengan berbagai variasinya.
· Maya
mempunyai watak mudah panik, takut.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
...
“Duh gimana nih,
Lun!”
...
“Belagak begok
gimana, Lun? Kita udah dibawa ke polsek nih!”
(Maesa Ayu, 2005
: 71)
Jadi, tokoh Maya digambarkan wataknya dengan cara tak langsung, dengan perincian cara
tidak langsung 1 kali
dengan jalan pikiran
tokoh.
· Yanti
mempunyai watak waspada.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
...
Yanti berjaga-jaga. ... (Maesa Ayu, 2005 : 70)
Jadi,
tokoh Yanti
digambarkan wataknya dengan cara tak
langsung,
dengan perincian cara tidak langsung 1 kali dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi
terhadap suatu peristiwa.
· Wawan
mempunyai watak suka terlambat,
penulis, motivator.
Ø Cara
langsung atau analitik
...
Broto, Gumelar, Tomboy, dan Wawan, teman-teman barunya yang penulis senior. ...
(Maesa Ayu, 2005 : 110)
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
...
Coba lebih sabar. Kalo ad aide diendapkan dulu. Pasti hasilnya bisa lebih baik.
Selamat berkarya ya. (Maesa Ayu, 2005 : 45)
Jadi,
tokoh Wawan
digambarkan wataknya dengan cara campuran, dengan perincian cara langsung 1 kali dan cara tidak langsung 1 kali dengan menggambarkan jalan pikiran tokoh.
· Broto
mempunyai watak suka terlambat,
penulis, teoritis, teliti.
Ø Cara
langsung atau analitik
...
Broto, Gumelar, Tomboy, dan Wawan, teman-teman barunya yang penulis senior. ...
(Maesa Ayu, 2005 : 110)
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
...
Djeng
Nay, saya pikir cerpen kamu ini stream of consciousness. Virgina Wolf, penulis
perempuan, pake gaya ini. ... (Maesa Ayu, 2005 : 44)
Jadi,
tokoh Broto
digambarkan wataknya dengan cara campuran,
dengan perincian cara
langsung 1 kali dan cara tidak langsung 2 kali dengan menggambarkan jalan pikiran tokoh.
· Gumilar
mempunyai watak suka terlambat,
penulis, motivator.
Ø Cara
langsung atau analitik
...
Broto, Gumelar, Tomboy, dan Wawan, teman-teman barunya yang penulis senior. ...
(Maesa Ayu, 2005 : 110)
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh
Nay,
cona aja kamu kirim lagi ke koran kampus. Feelingku cerpen yang ini bisa
diterima. Selamat ya! ... (Maesa Ayu, 2005 : 44)
Dengan menggambarkan dialog para tokoh
Dialog
Nayla dengan Gumilar lewat email;
...
Yang
bener nih? Kucoba lagi deh. Maju terus pantang mundur! Thanks supportnya doain
dimuat ya kali ini! ... (Maesa Ayu, 2005 : 46)
Jadi,
tokoh Gumilar
digambarkan wataknya dengan cara
campuran,
dengan perincian cara
langsung 1 kali dan cara tidak langsung 2 kali dengan berbagai variasinya.
· Tomboy
mempunyai watak suka terlambat (tidak tepat waktu), penikmat bacaan seks, suka
nulis, ramah.
Ø Cara
langsung atau analitik
...
Broto, Gumelar, Tomboy, dan Wawan, teman-teman barunya yang penulis senior. ...
(Maesa Ayu, 2005 : 110)
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan tempat atau
lingkungan tokoh
... Broto, Gumelar, Tomboy, dan Wawan,
teman-teman barunya yang penulis senior. ... (Maesa Ayu, 2005 : 110)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
Subject: Re: cerpen
Date: 12 Januari 2000 9: 59 AM
Nay, oke ko cerpen luh. Pasti lagi
sebel sama Ben ya?
PS: kurang adegan seksnya! (Maesa
Ayu, 2005 : 45)
Jadi,
tokoh Tomboy digambarkan wataknya dengan cara campuran, dengan perincian cara
langsun 1 kali dan cara tidak
langsung 2 kali dengan berbagai variasinya.
· Pak
Tardji mempunyai watak penurut
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa;
Seperti iasa, Pak Tardji, sopir
pribadi kami, ...
... Saya bisa menyurh Pak Tardji
parkir mobil di tempat yang sepi. (Maesa Ayu, 2005 : 9)
Jadi, tokoh Pak Tardji digambarkan
wataknya dengan cara tak langsung, dengan perincian cara tidak langsung 1 kali dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.
· Ardan
mempunyai watak perokok, rasa penasaran tinggi, friendly.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan tempat atau
lingkungan tokoh;
... sahabat yang dikenalnya ketika
sedang di interview salah satu radio di Bandung. ... (Maesa Ayu, 2005 : 172)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa;
Ardan memain-mainkan puntung
rokoknya yang sedari tadi belum dinyalakan sambi berpikir. ... (Maesa Ayu, 2005
: 171)
... Melihat reaksi Nayla, Ardan
jadi gemas. (Maesa Ayu, 2005 : 171)
Dengan menggambarkan dialog para tokoh
...
“Mah, masalah sebenernya bukan
wartawan kan?”
... (Maesa Ayu, 2005 : 173)
Jadi,
tokoh Ardan digambarkan wataknya dengan cara tak langsung, dengan perincian cara
tidak langsung 3 kali dengan berbagai variasinya.
· Andjani
mempunyai watak tidak suka AC
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa;
... Beberapa kali Andjani berusaha memalingkan
wajahnya berusaha menghindari kepungan dingin Ac. Wajahnya tampak streess. ...
Jadi,
tokoh Andjani digambarkan wataknya dengan cara tak langsung, dengan perincian
cara tidak langsung 1 kali dengan menggambarkan
perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.
· Ibunya
Maya mempunyai watak peduli, baik
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa;
... Nayla masih setengah bermimpi
ketika melangkah keluar Polsek dan mengucapkan terima kasih atas uang tebusan
yang dibayar untuknya oleh Ibunya Maya. ... (Maesa Ayu, 2005 : 75)
Jadi,
tokoh Ibunya Maya digambarkan wataknya dengan cara tak langsung, dengan
perincian cara tidak langsung 1 kali dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.
· Ibu
Lina mempunyai watak disiplin, penyayang, pengertian, peduli, baik.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh;
Aku merasa gagal. Merasa dikhianati.
Kenapa Nayla harus melarikan diri? Padahal aku meyakinkannya untuk bersabar.
... (Maesa Ayu, 2005 : 20)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa;
... Tak seperti dua pembina lain,
Bu Lina memanjakan saya. Ia sering berpura-pura memberi saya tuga menyeterika
di kamarnya, dan saya diperbolehkan nonton tivi. Setelah selesai menyetrika,
saya diperolehkan membaca atau menulis. ... (Maesa Ayu, 2005 : 21)
Jadi,
tokoh Ibu Lina digambarkan wataknya dengan cara tidak langsung, dengan
perincian cara tidak langsung 2 kali dengan berbagai variasinya.
· Polisi
mempunyai watak galak, kasar, rasa tidak percaya yang tinggi.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh;
“Gak usah Plirak-plirik! Ngapain
kalian pada bawa senjata tajam malam-malam. Mutere-muter gak kasih arah tujuan
ke sopir taksi! Belum pernah ngerasain jempol kamu ditiban meja, ya!” (Maesa
Ayu, 2005 : 73)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa;
Kepala Nayla terejungkal ke
belakang ketika seorang polisi yang sedang berdiri menjambak rambutnya. (Maesa
Ayu, 2005 : 73)
Dengan menggambarkan dialog para tokoh;
Dialog tokoh (Polisi) dengan tokoh
lain (Nayla)
...
“Kok, kayak judul film?” ngarang
kamu, ya?”
“Enggak, beneran!”
... (Maesa Ayu, 2005 : 73)
Jadi,
tokoh Polisi digambarkan wataknya dengan cara tak langsung, dengan perincian cara
tidak langsung 3 kali dengan berbagai variasinya.
· Supir
Taksi mempunyai watak waspada, pencuriga.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa;
... Kehilatannya, sopir taksi pun
mulai curiga. Dan tiba-tiba saja, taksi berbelok kiri secara mendadak. Berhenti
di depan Polsek Jakarta Barat. (Maesa Ayu, 2005 : 71)
Jadi, tokoh Supir Taksi
digambarkan wataknya dengan cara tak langsung atau dramatik, dengan perincian
cara tidak langsung 1 kali dengan menggambarkan
perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.
· Om
Deni mempunyai watak; darah keturunan Tionghoa, centil.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan fisik tokoh;
... Dadanya tegap. Potongan
ramutnya klimis. Kulitnya putih bersih. Sepertinya Om Deni punya darah
keturunan Tionghoa. (Maesa Ayu, 2005 : 96)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa;
“Ini untuk jajan ya, Sayang...”
Lalu mengedipkan matanya. (Maesa
Ayu, 2005 : 97)
Jadi,
tokoh Om Deni digambarkan wataknya dengan cara cara tak langsung atau dramatik,
dengan perincian cara tidak langsung 2 kali dengan berbagai variasinya.
· Om
Billy mempunyai watak; Rambutnya sedikit ikal, perutnya bucit, kagum terhadap
Ibu, seorang birokrat, menyukai safari.
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan fisik tokoh;
... Rambutnya sedikit ikal dengan
kumis melintang di bawah hidungnya. Perawakannya tidak terlalu besar, namun
perutnya yang bucit memuat tubuhnya kelihatan tidak proposional. (Maesa Ayu,
2005 : 94)
Dengan menggambarkan jalan pirikan tokoh;
... Dan yang terpenting, Nayla
mampu memahami hubungan Ibu dengan Om Billy. Semua itu menambah kekaguman Om
Billy terhadap Ibu yang bisa mendidik Nayla seperti itu. (Maesa Ayu, 2005 : 95)
Dengan menggambarkan tempat atau lingkungan
tokoh;
Maka ketika Om Billy yang jadwalnya
sebagai birokrat... (Maesa Ayu, 2005 : 95)
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa;
... Om Billy selalu mengenakan
safari. ... (Maesa Ayu, 2005 : 94)
Jadi, tokoh Om Billy digambarkan wataknya dengan
cara tak langsung atau dramatik, dengan perincian cara tidak langsung 4 kali
dengan berbagai variasinya.
· Doni
mempunyai watak sopan
Ø Cara
tak langsung atau dramatik
Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa;
Subecjt: Re: cerpen
Date: 25 Januari 200 1: 37 PM
Kepada Yth. Sdri Nayla Kinar.
Pada tanggal 12 Januari 2000, kami
menerima cerita pendek “Laki-laki Binatang!” melalui email. Mohon maaf, kami
tak bisa memuat cerita pendek Anda karena tak ada ruang.
Hormat kami,
Redaksi (Maesa Ayu, 2005 : 48)
Jadi, tokoh Doni digambarkan wataknya dengan cara tidak
langsung, dengan perincian cara tidak langsung 1 kali dengan menggambarkan
perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.
3.6
Latar atau Setting
· Latar
Tempat
a. Blok
M, Sudirman, Bundaran Patung Api, Thamrin.
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
.... Saya terbang melewati
mobil-mobil yang merayap sepanjang jalan Blok M, menuju Sudirman. Menelingkung
di bundaran patung api. Berhenti di sebuah halte bus di bilangan Thamrin. ... (Maesa
Ayu, 2005 : 10)
b. Di
Fluid
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Payah lu jadi temen. Gak usah
nutupin. Gue udah tau dati si Bencong. Sekarang gue lagi di fluid ama dia. Olin
otw. (Maesa Ayu, 2005 : 31)
c. Pantai
Kuta – Bali.
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Pandati Kuta ramai dipenuhi turis
internasional maupun lokal. (Maesa Ayu, 2005 : 169)
d. Rumah
Perawatan Anak Nakal Dan Narkotika
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
.... Tanpa rasa curiga, Nayla
menyanggupi melihat kondisi si korban. Tapi begitu herannya ia ketika mereka
tidak menuju Polda, melainkan Rumah Perawatan Anak Nakal dan Narkotika. ... (Maesa
Ayu, 2005 : 13)
e. Diskotek
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
.... Perhatian pengunjung di lantai
dansa serta merta tersita ke arah konsul DJ yang terlihat kosong dari bawah
karena ke para juru musik dan juru lampu semuannya sedang ngegelosor di lantai.
Nayla yang paling sadar, berinisiatif mengambil lagu slow dari dalam rak lalu
segera memutarnya karena tidak paham bagaimanan memainkan lagu. ... (Maesa Ayu,
2005 : 60)
f. Kamar
Kos
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Mungkin terlalu banyak hal yang
menggangu pikiran Juli ketika ia melihat kamar kos Nayla sehingga malam itu
nafsunya surut. ... (Maesa Ayu, 2005 : 64)
g. Hotel
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
... diambilnya tas besar di bahu
kiri Nay;a dan memindahkannya ke bahunya sendiri. Lantas mereka berjalan
bergandengan menuju lobby. Tamu-tamu dan karyawan hotel yang berpapasan dengan
mereka langsung melirik dan berbisik. ... (Maesa Ayu, 2005 : 65)
h. Polsek
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Kelihatanya, sopir taksi pun mulai
curiga. Dan tiba-tiba saja, taksi berbelok kir secara mendadak. Berhenti di
depan Polsek Jakarta Barat. (Maesa Ayu, 2005 : 71)
Kepala Nayla terjungkal ke belakang
ketika seorang polisi yang sedang berdiri menjambak rambutnya. (Maesa Ayu, 2005
: 73)
i.
Terminal
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
... Ia mengusir Nayla pergi, seolah
ia sudah menguasai tempat ini. Betul saja, begitu Nayla bangkit berdiri, Pak
Tua merebahkan tubuhnya di atas angku terminal itu. (Maesa Ayu, 2005 : 75)
j.
Pertokoan
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Hari itu hari Rabu. Tapi Nayla
sedang berjalan si sebuah pertokoan menamani Ibu. (Maesa Ayu, 2005 : 93)
k. Rumah
makan
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Ibu memesankan Nayla minuman serupa
dengan yang dipesannya. Jus dari beberapa campuran buah segar, stroberi, leci,
dan pepaya. (Maesa Ayu, 2005 : 94)
l.
Rumah Ayah dan Mbak Ratu
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
“Belum pulang sekolah. Sebentar
lagi harusnya pulang. Nah, itu dia pulang.” (Maesa Ayu, 2005 : 134)
m. Rumah
Ibu
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
... Saya dijemur di atas seng yang
panas terbakar terik matahari tanpa alas kaki karena membiarkan pensil tanpa
kembali menutupnya. (Maesa Ayu, 2005 : 112)
n. Toko
Buku dan Kafe
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
“Di sini tempatnya enak juga ya,
Mbak. Tadinya saya pikir kok Mbak Nayla minta di-interview di toko. Gak taunya
ada kafenya.” (Maesa Ayu, 2005 : 118)
· Latar
Waktu
a. Tahun
1987
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Sub-judul; Catatan Harian Ibu Lina, 5 Agustus 1978, Catatan Harian Nayla, 19 Juli 1987, Catatan Harian Nayla, 18 Juli 1987, Catatan Harian Ibu Lina, 28 Oktober 1987, Catatan Harian Ibu Lina, 27 Otkober 1987, Catatan Harian Nayla, 30 Oktober 1987.
b. Tahun
1989
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Tanggal pembuatan surat untuk ibu
dari Nayla;
Jakarta, 11 November 1989. (Maesa
Ayu, 2005 : 55)
c. Tahun
1991
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Tanggal pembuatan surat untuk Nayla
dari Juli; Jakarta, 21 Juli 1991. (Maesa Ayu, 2005 : 52)
d. Tahun
1998
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Tanggal pembuatan surat ayah dari
Nayla;
Jakarta, 18 Februari 1998. (Maesa Ayu,
2005 : 58)
e. Tahun
2000
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
SMS yang dikirimkan Nayla, Lidya,
dan Ben
Sender:
Nayla
08169192
Sent:
21:03:35
11-01-2000
Sender:
Lidya
08118393
Sent:
21:04:14
11-01-2000
Sender:
Ben
08168182
Sent:
00:59:37
12-01-2000
(Maesa Ayu, 2005 : 31-33)
Tanggal pembuatan cerpen Nayla;
Jakarta, 12 Januari 2000 1:56:05 PM.
(Maesa Ayu, 2005 : 42)
To: wawan@kritemantikus.com,
tomboy@kritemantikus.com,
gumilar@kritemantikus.com,
broto@kritemantikus.com
Subject: cerpen
Date: Sat, 12 Januari 2000 3:03 (Maesa
Ayu, 2005 : 43)
f. Tahun
2002
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Tanggal pengiriman email dari Nayla
untuk Gumelar;
Date: 13 Januari 2002 2:20 PM (Maesa
Ayu, 2005 : 46)
g. Tahun
2004-2005
Terbukti dengan adanya tanggal
peristiwa pembuatan film di Bali;
Jakarta, Desember 2004-April 2005 (Maesa
Ayu, 2005 : 178)
· Latar
Lingkungan Sosial
a. Glamour
Hal tersebut dapat dilihat dari
bukti di bawah ini;
... Dengan sigap Nayla memapah Juli
keluar dari dalam toilet menuju konsul DJ lalu memesankan Coca Cola dicampurkan
dengan garam. ... (Maesa Ayu, 2005 : 60)
b. Ekonomi
rendah
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
...
Tidak hanya suara derit ranjang yang tengah di tidurinya berdua Nayla, tapi
juga ranjang-ranjang kayu reyot lain di samping kanan dan kiri dan sebrang
kamar. ... (Maesa Ayu, 2005 : 62)
c. Metropolitan
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
Lu tau Ben lagi deket sama cewek? (Maesa
Ayu, 2005 : 31)
Dialek
orang Jakarta (Betawi).
d. Berbudaya
barat
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
“Gak Masalah. Minum alkohol dalam
keluarga kami sudah menjadi kultur. Sejak kceil, setiap ada acara khusus makan
malam. Ibu selalu menyediakan wine. Saya boleh minum satu gelas. Tapi tidak
lebih. Dengan Ayah juga begitu.” (Maesa Ayu, 2005 : 119)
· Latar
Suasana
a. Tragis
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
1. Ketika
peniti yang menurut Ibu sudah steril itu ditusukan ke selangkangan, ia akan
mengapit rapat-rapat kedua pahanya. (Maesa Ayu, 2005 : 1)
2. Tak
hanya selangkangan Nayla yang ditusukinya. Tapi vaginanya. (Maesa Ayu, 2005 :
2)
3. Saya
dipukuli ketika menumpahkan sebutir nasi. (Maesa Ayu, 2005 : 112)
4. Saya
dijemur di atas seng yang panas terbakar terik matahari tanpa alas kaki karena
membiarkan pensil tanpa kembali menutupnya. (Maesa Ayu, 2005 : 112)
5. Saya
dipaksa mengejam sampai berak lantas diikat dan tahinya direkatkan dengan
plester di sekujur tubuh juga mulut saya karena ketahuan tidak makan sayur. (Maesa
Ayu, 2005 : 112)
b. Menyedihkan
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
1. “Anak-anak,
pagi ini Nayla melantai...” (Maesa Ayu, 2005 : 15)
2. Lalu,
apakah yang selama ini saya lakukan? Apakah saya sudah melakukan kesalahan
besar? Apakah sebaiknya saya berteriak ketika ia sedang menggesekkan penisnya
ke tengkuk saya. Apakah seharusnya saya melawan ketika penisnya menghunus lubang
vagina saya? Apa yang harus saya lakukan? Mengatakan semuanya kepada ibu? Apa
reaksi ibu? Apakah ia akan menusuki vagina saya tidak hanya dengan peniti tapi
dengan linggis. ... (Maesa Ayu, 2005 : 114)
c. Prihatin
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
1. Saya
diterima, Ibu. Gaji pertama saya dua ratus ribu. Akhirnya saya bisa membayar
perbulan untuk sewa kamar, walaupun teman-teman yang datang sering bilang kamar
saya persisi kandang ayam. (Maesa Ayu, 2005 : 54)
d. Berduka
Cita
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
1. “Selamat
pagi, Mbak Ratu. Kami dan segenap karyawan Majalah MAJALAH menyampaikan
belasungkawa yang sedalam-dalamnya.” (Maesa Ayu, 2005 : 130)
e. Keakraban
Hal tersebut dapat dilhat dari
bukti di bawah ini;
1. Nayla
menggelitik Juli hingga keduanya terjatuh dari ranjang ke lantai karpet. ... (Maesa
Ayu, 2005 : 81)
3.6
Gaya Pengarang
· Gaya
pengarang (Djenar Maesa Ayu) dalam mengungkapkan seluruh cerita pada novel
Nayla;
1. Pengarang
mengungkapkan novel Nayla dengan bentuk penulisan ada yang berjenis; catatan
harian, surat, sms, email, dan cerpen. (cerpen di dalam novel).
2. Pengarang
mengungkapkan Novel ini dengan alur sorot balik/flash back.
3. Pengarang
menyampaian novel ini ada yang berbentuk semi dramatik, ketika dalam sub-judul
Di Antara Dua Sifat, nama Nayla dan nama Kinar berdialog. Walaupun Nayla dan
Kinar itu merupakan nama satu orang. Dalam konteksnya saya melihat bahwa dialog
tersebut seperti naskah drama. Nayla sedang bermonolog dengan dua karakter yang
ada dalam dirinya.
4. Pengarang
mengungkapkan novel Nayla dengan gaya deskriptif, terbukti dengan kutipan;
Ia akhirnya menghilang. Sudah dua
malam langit tak berbintang. ... (Maesa Ayu, 2005 : 107)
· Gaya
Bahasa yang banyak dituangkan pengarang dalam memperkuat certa novel Nayla
karya Djenar Maesa Ayu sebagai berikut;
1. Berdasarkan
Segi Nonbahasa; Pengikut Aristoteles menerima style sebagai hasil dari
bermacam-macam unsur. (Keraf, 2010 : 115)
a. Berdasarkan
Tempat: gaya ini mendapat namanya dai lokasi geografis, karena cir-ciri
kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya. (Keraf, 2010 : 116) Pengarang
(Djenar Maesa Ayu) dalam novel Nayla menggunakan gaya betawi, karena latar
lingkungan tempat peristiwa-peristiwa terjadi di daerah Jakarta. Terbukti
dengan kutipan;
Halo?
Hi, Say. Di mana?
Hi, Lin. Gimana sih? Emangnya lu
telepon ke mana?
Hehehe... iya juga ya... maksud
gue, lu mau ke mana...
(Maesa Ayu, 2005 : 23)
Kata “lu” dan kata “gue” merupakan
kata-kata dari bahasa betawi (Jakarta).
b. Berdasarkan
Tujuan: gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari maksud yang disampaikan
oleh pengarang, di mana pengarang ingin mencurahkan gejolak emotifnya (gaya
humor, gaya sarkastik, gaya sentimental, gaya diplomatik, gaya agung atau
luhur, gaya teknik atau informasional. (Keraf, 2010 : 116) Terbukti dengan
kutipan dengan gaya humor;
“Suntik kurus dong, Mak... Body lu
udah ga asik banget deh diliatnya. Gue banci aja gak nafsu, gimana lekong!”
kata si Bencong. (Maesa Ayu, 2005 : 159)
Kata “Mak” pada kutipan di atas
menunjukan bahwa si Bencong dapat dibilang sudah cukup akrab dengan Nayla.
c. Berdasarkan
Masa: gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal karena ciri-ciri tertentu
yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Misalnya ada gaya lama, gaya
klasik, gaya sastra modern, dan sebagainya. (Keraf, 2010 : 116) Terbukti dengan
kutipan;
Saya juga punya pacar. Bukan
laki-laki. Tapi perempuan. Yang laki-laki Cuma hit and run. ... (Maesa Ayu,
2005 : 54)
Kata “hit and run” merupakan
kata-kata dari bahasa Inggris. Ketika saya melihat ini merupakan cerita yang
terjadi di Jakarta lalu kemudian pengarang menggunakan kata “hit and run”, say
menyimpulkan bahwa ini termasuk pengungkapan cerita dengan gaya bahasa modern.
d. Berdasarkan
Subjek: subjek yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah karangan dapat
mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan. Berdasarkan hal ini kita
mengenal gaya: filsafat, ilmiah (hukum, teknik, teknik, sastra, dsb), populer,
didaktik, dan sebagainya. (Keraf, 2010 : 116) Menurut saya pengarang
mengungkapkan dengan gaya bahasa berdasarkan subjek (biologi) dan (seksiologi).
Terbukti dengan kutipan;
... Tapi juga vaginanya. ... (Maesa
Ayu, 2005 : 2)
Kata “vagina” merupakan istilah
dalam bidang ilmu biologi yang artinya alat kelamin perempuan.
... Saya bukan lesbian. ... (Maesa
Ayu, 2005 : 68)
Kata “lesbian” merupakn istilah
dalam bidang ilmu seksiologi yang artinya perempuan yang suka pada perempuan.
2. Berdasarkan
Segi Bahasa; dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan
maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang
dipergunakan, yaitu; gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa
berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana; gaya bahasa berdasarkan struktur
kalimat; gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
a. Berdasarkan
pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat tidaknya
dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya
penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat.
Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam
mengahadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapat
dibedakan; gaya bahasa resmi, gaya bahasa tidak resmi, gaya percapakan. (Keraf,
2010 : 117) Menurut saya, pengarang menggunakan gaya bahasa tidak resmi dan
gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa tidak resmi merupakan gaya bahasa yang
dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang
tidak formal atau kurang formal. Bentuknya tidak terlalu konservatif. (Keraf,
2010 : 118) Gaya Bahasa Percakapan merupakan gaya bahasa yang pilihan katanya
adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. (Keraf, 2010 : 120) Terbukti
dengan kutipan;
Gaya Bahasa Tidak Resmi:
Jika Anda ditanya, pernahkah
mengalami pelecehan seksual? Anda mungkin menjawab ya. Anda mungkin menjawab
tidak. Tapi agi yang menjawab tidak, bukan berarti Anda benar-benar tidak
pernah mengalami pelecehan seksual. Lantas kenapa harus menjawab tidak padahal
pernah mengalami? Karena Anda perempuan. kenapa perempuan tidak bisa mengatakan
kebenaran? Karena perempuan tidak dibiarkan tahu kebenaran. (Maesa Ayu, 2005 :
84)
Gaya Bahasa Percakapan:
Tapi apakah saya perlu merasa
berhutang pada Juli? Tidakkah ia melakukan semua itu karena cinta? Dan cinta
tak pernah jelas untuk siapa. Ia melakukannya bukan untuk saya, tapi untuk
kepentingan dirinya juga. Jika Juli tidak mencintai saya, ia akan hancur. Dan kehancuran
itu bukan milik saya tentunya. Kehancuran itu milik Juli. Cinta yang ia berikan
kepada saya sekarang ini adalah bentuk dari cintanya pada diri sendiri. (Maesa
Ayu, 2005 : 100)
b. Gaya
bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana, gaya bahasa ini
didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat
dalam sebuah wacana. Gaya bahasa dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam
sebuah wacana, dibagi atas; gaya yang sederhana, gaya mulia dan bertenaga,
serta gaya menengah. Menurut pendapat saya, pengarang (Djenar Maesa Ayu) dalam
novel Nayla menggunakan gaya bahasa sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan
gaya menengah. Gaya sederhana, gaya ini biasanya cocok untuk meberi instruksi,
perintah pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya. (Keraf, 2010 : 121) Gaya mulia
dan bertenaga, gaya ini penuh dengan vitalitas dan enersi, dan biasanya
dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. (Keraf, 2010 : 122) Gaya menengah,
gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senag dan damai. (Keraf,
2010 : 122) Terbukti dengan kutipan;
Gaya sederhana:
Buruan! (Maesa Ayu, 2005 : 32)
Kata “buruan” merupakan instruksi
dari Nayla kepada Lidya tanpa tercampurnya emosi Nayla, karena tanggapan Lidya
yang datar-datar saja menjawab Iya! (Maesa Ayu, 2005 : 33), dan pada awal
percakapannya pun di awali dengan percakapan yang akrab dari teman kepada
seorang teman terbukti dengan kutipan, Nayla: Lu tau Ben lagi deket sama
cewek? Lidya : Cewek yang mana, say? (Maesa
Ayu, 2005 : 31)
Gaya mulia dan bertenaga:
Bagaimana bagaimana perempuan bisa menikmati hubungan
seksual jika sejak awal mereka sudah ditakut-takuti oleh mitos keperawanan?
Sejak awla mereka sudah diodohi secara massal bahwa hubungan seksual di hari
pertama sakitnya tak terkira akibat robeknyaselaput dara. Jika selaput dara
robek, vagina mengeluarkan darah. Itulah ukti kesucian yang harus dijaga sampai
tiba saatnya malam pertama. Padahala kenyataannya, banyak sekali perempuan yang
vagionanya tidak mengeluarkan darah ketika pertama kali melakukan hubungan
seksual. Bahkan banyak yang tidak merasakan sakit seperti informasi yang mereka
terima. Selain itu, selaput dara tidak hanya robek akibat hubungan seksual.
Hal-hal keceil seperti mengendarai sepeda atau menari ballet sekali pun bisa
mengakibatkan selaput dara pecah. Tak heran masih banyak orang tua yang tidak
setuju putrinya ikut les tari ballet, karena takut putrinya tak lagi suci di
malam pengantin. (Maesa Ayu, 2005 : 78)
Gaya Menengah:
Setelah selesai membaca, tawa Juli
meledak. Ia melebarkan tangannya siap memeluk Nayla. Nayla bersingkut dari
tempat duduk menuju Juli. (Maesa Ayu, 2005 : 81)
c. Gaya
bahasa berdasarkan struktur kalimat, yang dimaksud struktur kalimat di sini
adalah kalimat agaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam
kalimat tersebut. (Keraf, 2010 : 124) Menurut saya pengarang (Djenar Maesa Ayu)
menggunakan gaya bahasa klimaks, paralelisme, antitesis, repetisi anafora, dan
repetisi simploke. Terbukti dengan kutipan:
Gaya Bahasa Klimaks, gaya bahasa
yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat
kepentingannya dari gagasan –gagasan selanjutnya. (Keraf, 2010 : 214)
Kutipan: ... Apakah ia akan
menusuki vagina saya tidak hanya dengan peniti namun dengan linggis? .... (Maesa
Ayu, 2005 : 114)
Gaya Bahasa Paralelisme, gaya
bahasa yang beruhasa mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau
frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam berbentuk anak kalimat yang
bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama. (Keraf, 2010 : 126)
Kutipan: ... Om Indra tidak hanya
mengeluarkan ataupun mengesek-gesekkan penisnya ke tengkuk saya. Ia memasukan
penisnya itu ke vagina saya. (Maesa Ayu, 2005 : 113)
Gaya Bahasa Antitesis, gaya bahasa
yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan
kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. (Keraf, 2010 : 126)
Kutipan: ... Tapi yang saya lihat
di sekolah, anak lain banyak menampik sayur yang dibawakan ibunya, lantas sang
Ibu malah menjajani mereka bakso atau pempek palembang. ... (Maesa Ayu, 2005 :
113)
Gaya Bahasa Repetisi Anafora, gaya
bahasa perulangan bunyi kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya (Keraf,
2010 : 127)
Kutipan : Laki-laki juga
menciptakan mitos agi kaumnya sendiri. Laki-laki yang bisa memuaskan perempuan,
adlah laki-laki yang bisa bertahan berjam-jam. Laki-laki yang memiliki penis
sebesar jaram. Laki-laki yang menguasai posisi puluhan. ... (Maesa Ayu, 2005 :
80)
Gaya Bahasa Repetisi Simploke, gaya
bahasa perulangan bunyi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat
berturut-turut. (Keraf, 2010 : 128)
Kutipan: Because of you my life has
changed, thank you for the love and the joy your bring. Because of you I feel
no shame, I”d tell world it’s because of you. Because of you my life has
changed, thank you for the love and the joy your bring. Because of you I feel
no shame, I”d tell world it’s because of you. Because of you my life has
changed, thank you for the love and the joy your bring. Because of you I feel
no shame, I”d tell world it’s because of you. (Maesa Ayu, 2005 : 25)
Gaya Bahasa Repetisi Tautoteles,
penrulangan bunyi atas sebuah kata berlurang dalam sebuah konstruksi. (Keraf,
2010 : 127)
Kutipan: “Menulis yang memilih
saya, bukan saya yang memilih menjadi penulis.” (Maesa Ayu, 2005 : 119)
d. Gaya
bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih
mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. (Keraf, 2010 :
129) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dibagi menjadi dua, yaitu
gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
Gaya Bahasa Retoris, yang
semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untu mencapai efek
tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh,
khususnya dalam bidangn makna. (Keraf, 2010 : 2010) Menurut saya, pengarang
(Djenar Maesa Ayu) dalam novel Nayla menggunakan:
Gaya Bahasa Retoris Aliterasi,
semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. (Keraf, 2010 : 130)
Kutipan: ... Jadilah ia binatang,
sementara pacarnya jadi pawang. (Maesa Ayu, 2005 : 40)
Gaya Bahasa Asonansi, semacam gaya
bahasa yang berwujud perulangan bunyivokal yang sama. (Keraf, 2010 : 130)
Kutipan: ... Kalau dibujuk rayu,
jadinya malah menindas melulu. ... (Maesa Ayu, 2005 : 40)
Gaya Bahasa Anastrof, adalah
semacam gaya retoris yang diperoleh degan pembalikan susunan kata yang biasa
dalam kalimat. (Keraf, 2010 : 130)
Kutipan: ... Binatang yang rakus,
ibu tinggal memasak atau menyediakan hidangan khusus. ... (Maesa Ayu : 20005 :
39)
Gaya Bahasa Apofasis atau
Preterisio, gaya di mana penulis atau pengarang meneaskan sesuatu, tetapi
tambaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi
sebenarnya ia menekankan hal itu. Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan
sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkannya.(Keraf, 2010 : 130)
Kutipan: Jika saja, ada keluarga
yang mau berbesar hati menerima kealpaan mereka, lantas segera menempuh tindakan-tindakan
semestinya, mulai dari tindakan hukum maupun terapi psikologi korban, apakah
semua itu isa mengembalikan hidup koran seperti semula? Dan bagaimana pula
dengan nasib para korban yang tidak mendapat dukungan dari keluarganya? (Maesa
Ayu, 2005 : 86)
Gaya Bahasa Asindeton, gaya yang
berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, farasa,
atau klausa yang sederajat tidak dihubungankan dengan kata sambung. (Keraf, 2010 : 131)
Kutipan: ... Bahwasannya perempuan
harus perawan, harus pandai mengatur keuangan, harus sabar, harus isa memasak,
harus bisa memberi keturunan, harus pandai memuaskan suami di ranjang. (Maesa
Ayu, 2005 : 85)
Gaya Bahasa Kiamus, gaya bahasa
yang terdiri dari dua agian, baik frasa atau kalusa, yang sifatnya berimbang,
dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu
beralik bila diandingkan dengan frasa atau kalusa lainnya. (Keraf, 2010 : 132)
Kutipan: ... Ia ingin Ibu seperti
ibu-ibu lain yang terkejut ketika anak kandungnya jatuh hingga terluka dan
mengeluarkan darah, ukan sebaliknya membuat berdarah. (Maesa Ayu, 2005 : 2)
Gaya Bahasa Elipsis, gaya yang
berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau
ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga sturktur gramatikal
atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. (Keraf, 2010 : 132)
Kutipan: “Modal body tuh... paling
juga udah diglir iar karyanya masuk koran.” (Maesa Ayu, 2005 : 160)
Gaya Bahasa Eufemismus, gaya bahasa
yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk
menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan
atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. (Keraf, 2010 : 132)
Kutipan: Bung Radja, “DIRADJAKAN”
Sebelum Berpulang (Maesa Ayu, 2005 : 127)
Gaya Bahasa Tautologi, gaya bahasa yang mempergunakan
kata-kata lebih anyak dari pada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran
atau gagasan dan kata yang berleihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari
sebuah kata yang lain. (Keraf, 2010 : 133)
Kutipan: Persoalannya tak hanya
sebatas perbedaan alat kelamin. Tapi represi terhadap alat kelamin perempuan
telah memuat mereka kesulitan mengenali tubuhnya sendiri. Persoalannya tak
hanya sebatas perbedaan alat kelamin. Tapi mitos! (Maesa Ayu, 2005 : 78)
Gaya Bahasa Erotesis, semacam
pernyataan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tuuan dengan
tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendlaam dan penekanan yang wajar, dan
sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. (Keraf, 2010 : 134)
Kutipan: ... Kalian pikir aku tidak
menderita? Kalian pikir aku bahagia? (Maesa Ayu, 2005 : 154)
Gaya Bahasa Koreksio atau
Epanortosis, suatu gaya yang erwujud, mula-mula meneaskan sesuatu, tetapi
kemudian memperaikinya. (Keraf, 2010 : 135)
Kutipan: “Gak tauk., gak ngitung.
Seuluh orang kali.” (Maesa Ayu, 2005 : 83)
Gaya Bahasa Kiasan, dibentuk
berdasarkan perandingan atau persamaa (Keraf, 2010 : 136) Menurut saya,
berdasarkan gaya bahasa kiasan pengarang (Djenar Maesa Ayu) dalam novel Nayla
menggunakan:
Gaya Bahasa Persamaan atau Silime,
perbadingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perandingan secara
esplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. (Keraf,
2010 : 138)
Kutipan: ... Harus pandai-pandai
tarik ulur seperti main layang-layang. ... (Maesa Ayu, 2005 : 39)
Gaya Bahasa Metafora, semacam
analogi yang memandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam entuk yang
singkat. (Keraf, 2010 : 139)
Kutipan: ... Di mata Djenar, ibu
tak ubahnya seorang pawang. ... (Maesa Ayu, 2005 : 39)
Gaya Bahasa Personifikasi, semaca
gaya bahasa kiasan yang mengambarakan benda-benda mati atau barang-barang yang
tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. (Keraf, 2010 :
140)
Kutipan: ... Di luar hujan masih
jatuh. ... (Maesa Ayu, 2005 : 38)
Gaya Bahasa Alusi, semacam acuan
yang berusaha mensugestian kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. (Keraf,
2010 : 141)
Kutipan: “Ya ampuuuun... ya
enggaklah, Mah, kamu kan bukan seleb kayak Tamara Geraldine, misalnya?! Gila
kamu ya berlebihan amat! Kamu memang narsisi!” (Maesa Ayu, 2005 : 173)
Gaya Bahasa Eponim, suatu gaya di
mana seorang yang namanya begitu seign dihubungkan dengan sifat tertentu,
sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. (Keraf, 2010 : 141)
Kutipan: ... Pasti Broto bilang lebih
filosofis kalo dia baca. Seperti pahamnya Heraclitus... (Maesa Ayu, 2005 : 111)
Gaya Bahasa Sinekdoke (pras pro
toto), semacam bahas figuratif yang memperunakan sebagian sesuatu hal untuk
menyatakan keseluruhan. (Keraf, 2010 : 142)
Kutipan: ... Yang berkulit hitam,
selain tidak kelebihan cairan, oto vaginanya pun lebih alot. ... (Maesa Ayu,
2005 : 79)
Gaya Bahasa Metonimia, gaya bahasa
yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena
mempunyai pertalian yang sangat dekat. (Keraf, 2010 : 142)
Kutipan: ... Mereka memasukan
tongkat madura ke dalam vagina sebelum melakukan hubungan seksual selama lima
menit. ... (Maesa Ayu, 2005 : 79)
Gaya Bahasa Sinisme, ironi yang
lebih kasar. Ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan
makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian
kata-katanya. (Keraf, 2010 : 143)
Kutipan: ... Eeeeh... gak taunya lu
udah nangkring aja di situ kayak monyet sama itu cabo! ... (Maesa Ayu, 2005 :
150)
Gaya Bahasa Sarksme, merupakan
acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang
mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja bersifat
ironis, atau juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu akan
menyakiti hati dan kurang enak didengar. (Keraf, 2010 : 143)
Kutipan: “Eh, perek kecil! Temen
kamu udah ngaku kalo itu senjata tajamnya dia. Jadi kamu jangan bohong!” (Maesa
Ayu, 2005 : 73)
Gaya Bahasa Satire mengandung
kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan peraikan
secara etis maupun estetis. (Keraf, 2010 : 144)
Kutipan: “Otak laki-laki memang
kerdil. Senggama bagi mereka hanya berkisar di seputar kekuatan otot vagina, “
kata Juli. (Maesa Ayu, 2005 : 5)
Gaya Bahasa Inuendo, semacam sindiran
dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan
sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau
dilihat sambil lalu. (Keraf, 2010 : 144)
Kutipan: ... Laki-laki yang tidak
goblog. Laki-laki yang tak mencari cinta, pikir Nayla. (Maesa Ayu, 2005 : 144)
Gaya Bahasa Pun atau Paranomasia,
kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang
didasarkan pada kemiripan bunyi, tetpai terdapat perbedaan besar dalam
maknanya.
Kutipan: Mabuk. Itulah belahan jiwa
Nayla. dan malam agi Nayla, adalah belahan jiwa mabuk. Mabuk kehidupan, maupun
mabuk minumam, asal sama-sama mabuk. Asal sama-sama bukan mabuk cinta! ... (Maesa
Ayu, 2005 : 142)
3.7
Titik Pengisahan
Dalam novel Nayla karya
Djenar Maesa Ayu. Titik pengisahan yang dipergunakan oleh pengarang (Djenar
Maesa Ayu);
Titik pengisahan
sebagai pengamat biasanya ber “Ia” kepada tokoh-tokoh yang ada dalam cerita,
atau menyebut nama tokoh masing-masing. Titik pengisahan sebagai pengamat yaitu
dengan cara titik pengisahan maha tahu, menceritakan segala hal yang terdapat
dalam cerita. Dia dapat menceritakan semua tingkah laku apa yang dikerjakan,
bahkan perasaan yang dalam dari para tokoh ciptaannya. (Sugianto Mas : 1998)
Terbukti dengan
kutipan:
1. Mata
Nayla menatap tajam ke arah rangkaian peniti yang teronggok di atas meja tepat
di depannya. Beberapa tahun lalu, Nayla masih gemetar setiap kali melihat
rangkaian peniti itu. Ia akan terdiam cukup lama sebelum akhirnya terpaksa
memilih satu. Itu pun harus dengan cara ditampar Ibu terlebih dahulu. Beberapa
tahun lalu, Nayla masih gemetar ketika tangan Ibu menyalakan pematik lantas
membakar peniti yang sudah dipilihnya. Peniti dengan ukuran kecil, tentunya.
Dan ketika peniti yang menurut Ibu sudah steril itu ditusukkan ke
selangkangannya, ia akan mengapit rapat-rapat kedua pahanya. Terisak. Meronta.
Membuat Ibu semakin murka. (Maesa Ayu, 2005 : 1)
2. Kegaduhan
ini, tetap saja terasa sepi. Lampu warnaa-warni berpendar silih berganti
seiring dengan suara musik yang menghentak seantero diskotek hingga lorong
meuju kamar mandi. Para pelayan, bartender, dan pengunjung terlihat sibuk
dengan kepentingannya sendiri-sendiri. Tak ada yang terlalu peduli. Apalagi
jika waktu sudah hampir menginjak dini hari. Hanya ada tawa yang mabuk. Hanya
ada mabuk yang limung. Hanya ada limbung yang lupa. Hanya ada lupa yang sejenak
membuat bahagia. (Maesa Ayu, 2005 : 3)
3. Maka
pagi itu, Nayla hanya bisa pasrah megikuti peraturan. Ia mengikuti anak-anak
lain mencuci pakaian. Lalu mengelap, menyapu, dan mengepel lantai. Dua
perempuan yang menjemputnya kemarin muncul dengan mengenakan seragam Polwan.
Salam satu dari mereka berteriak mengejek Nayla.
“Anak-anak, pagi ini Nayla
melantai...” (Maesa Ayu, 2005 : 15)
4. Namanya
Nayla. Teman-temanku sesama pemina tak ada yang suka dengannya. Mereka merasa
Nayla sobong karena keluarganya terkenal dan kaya. Sudah seminggu ia di sini.
Di kala senggang kerjanya hanya tertawa-tawa sendiri, memilin-milin ujung
rambutnya, dan menggigiti ujung jari. (Maesa Ayu, 2005 : 18)
5. Brengsek!
Pikir Djenar. Kepalanya seperti dihantam godam. Di luar sudah tak jatuh lagi
hujan. Satpam sudah tak lagi mengetukkan tongkat ke tiang listrik di jalanan. Suara
lenguhan pacar Ibu sudah hilang. Tapi kantuk tak juga datang. (Maesa Ayu, 2005 :
40)
6. Nayla
resah. Tapi ia tak punya pilihan selain berserah. Ia baru sehari menjalani
hidup mendiri. Hidupnya bergantung pada keetiga temannya ini. (Maesa Ayu, 2005 :
69)
7. Luna
bergegas keluar sambil membanting pintu. Diikuti oleh Maya, Yanti, dan Nayla.
dengan santai Luna menyalakan rokoknya dan tersenyum manis ke arah polisi dan
sopir taksi yang datang. (Maesa Ayu, 2005 : 72)
8. “Mentang-mentang
udah negrti enak, langsung deh ilmunya ditulis. Memangnya kamu sendiri lebih
penting kualitas atau kuantitas?”
“Sama kamu?”
“Ya enggak, sama laki-laki.”
“Gak tauk!”
“Loh? Jadi kamu termasuk perempuan
yang gak mengenali tubuhnya sendiri, dong?” (Maesa Ayu, 2005 : 81)
9. “Ngetik
melulu ah. Laper nih, Yang...”
“Ya makanlah. Tergantung amat sih!”
“Gak ada makanan, apa yang mau
dimakan?”
“Ya beli dong... suruh aja
pembantu!”
“Huh! Kamu nih gak pernah ngurus
pacar. Gimana nanti kalo udah kawin?”
“Eeeee... memangnya siapa yang mau
kawin?!”
“Aku yang mau. Tapi aku mau
yanggggg....”
“Yang apaan?!”
“Yang kayak kamu.” (Maesa Ayu, 2005
: 87)
10. ....
“Nah tuh... tuh... sifat jeleknya.
Tukang ngadatnya. Aku udah terima. Gak pernah disiapin makanan juga aku
terima.”
“Alaaaa.... tapi kan ngewek sama
saya enak”
..... (Maesa Ayu, 2005 : 88)
11. Ibu
membisikkan sesuatu ke telinga Nayla. Katanya, laki-laki yang sedang berdansa
itu adalah gigolo. Nayla tak mengerti apa artinya gigolo. Tapi ia pura-pura
mengerti dan mengangguk-anggukkan kepalanya. (Maesa Ayu, 2005 : 94)
12. Juli
limbung. Ia berjalan terhuyung. Terjatuh ke dalam pelukan Nayla yang baru
datang. Nayla yang baru datang. Nayla yang bahagia. Nayla yag berpeluh dan
membawa setangkai bunga. (Maesa Ayu, 2005 : 103)
13. Padahal
Nayla merasa ia yang harusnya kasihan kepada manusia-manusia goblog itu. Nayla
tersinggung. Dihardiknya setiap orang yang memelototinya, juga orang-orang yang
sekadar melirik. Diludahinya bahu orang-orang yang terlihat bergidik. Sampai
satpam datang. Mengusirnya pulang. Teradi seperti itu berulang-ulang. (Maesa
Ayu, 2005 : 143)
14. Ben
menatap Nayla dengan pandangan takpercaya. Tapi Nayla membalas tatapan Ben
dengan pandangan lebih tak percaya. Mereka sama-sama menatap dengan pandangan
tak percaya. Semakin meningkat rasa tak percaya mereka, semakin meningkat
hasrat untuk berpisah segera. (Maesa Ayu, 2005 : 148)
15. Tapi
siapa yang peduli dengan Ben? Siapa yang peduli dengan Olin, Lidya, dan si
Bencong yang tidak pernah membaca koran. Yang Nayla peduli adalah akhirnya
cerita pendeknya duat, setelah bertahun-tahun mencoba mengirim dan ditolak. (Maesa
Ayu, 2005 : 152)
16. Belum
ada siapa-siapa ketika Nayla sampai di kafe itu. Dalam hati Nayla menggerutu.
Memang penyakit yang paling dibensi oleh Nayla dari teman-teman senimannya
adalah tak pernah tepat waktu. dan Nayla paling tidak senang menunggu. (Maesa
Ayu, 2005 : 157)
17. Suara
langkah Ayah dan Mbak Ratu makin sayup. Mata Nayla mulai mengatup. Kenangan
tentang Ibu mulai meredup. (Maesa Ayu, 2005 : 169)
18. “Huuuuh...
ngelamuuuun terus. Kita mau langsung ke adegan Ibu dijemput pacarnya, atau mau
pim piong ke adegan lain dulu? Perkosaan atau penyiksaan, misalnya.” (Maesa
Ayu, 2005 : 172)
19.
Ia
termenung cukup lama. Roko di tangannya pun hanya dimain-mainkan tanpa
diisapnya. (Maesa Ayu, 2005 : 176)
20. Ia
melangkah enuju pintu keluar tanpa melihat ke belakang. Entah kapan dan entah
siapa salah satu dari mereka yang akan datang kembali, untuk pertemuan
kedelapan. (Maesa Ayu, 2005 : 178)
Dan
pengarang (Djenar Maesa Ayu) dalam novel Nayla menggunakan titik pengisahan
sebagai tokoh, pengarang menempatkan dirinya sebagai “Aku” dalam rekaan yang
dibuatnya. Seolah-olah dia berada langsung dalam cerita dan mengalami seluruh
peritiwa yang ada. Djenar Maesa Ayu menggunakan titik pengisahan sebagai tokoh
dengan cara titik pengisahan sebagai bawahan,
dia ber “Aku” dan meceritakan tokh lain, yaitu tokoh utama yang selalu diikuti
oleh tokoh “Aku” tersebut. Dalam hal ini tokoh “Aku” tidak bisa menjelaskan
perasaan tokoh utama, ia hanya menjelaskan tindakannya saja. (Sugianto Mas :
1998)
Terbukti dengan kutipan:
1. Aku
jadi serba salah. segala kebutuhan dicukupi malah keenakan. Tapi jika tak
dicukupi, untuk apa aku susah-susah mencari nafkah? Aku benar=benar sudah
kehabisan akal, anakku. Kuhukum kamu, tapi kami malah menantang. ... (Maesa
Ayu, 2005 : 7)
2. Aku
kok ngerasa cerpenmu menurun temanmu masih yang itu-itu juga. Sepertinya kamu
masih belum bisa berdamai dengan keadaan atau dirimu sendiri. Banyak tokohmu
yang terkesan begitu juga. Jadi konfliknya gak ada penyelesaian. Dan memang
kulihat kelemahanmu masih pada ending. Coba belajar sabar. Kalo ada ide
diendapkan dulu. Pasti hasilnya bisa lebih baik. Selamat berkerya ya. (Maesa
Ayu, 2005 : 45)
3. Aku
yakin, kamu pasti protes baca suratku. Kamu pasti marah besar. Tapi yang kutilis
ini kenyataan. Terserah kamu mau percaya atau nggak. Tapi aku bener-bener gak
bisa terima semua ini. Besok kontrak kerjaku habis dan gak diperpanjang. Aku
harus pulang. Aku bisa mati berdiri di Bandung kalau mikirin kamu gentayangan
mabuk malam-malam. Berapa laki-laki yang bakalan kamu pelukin, ciumin,
pangkuin. Di depan mataku aja kamu gak peduli. (Maesa Ayu, 2005 : 51)
4. Bukannya
aku tidak rindu, Nayla. bukannya aku tega. Aku ingin kamu belajar dari hidup.
Aku pikir hidup sudah berpihak padaku. Hidup akhirnya memberimu karma sesuai
dengan perbuatanmu kepadaku. Kamu ditinggal ayahmu. Seperti itulah rasa
sakitnya ditinggal, Nayla. Seperti itulah rasa skitku. Dan kalau kamu sudah
tahu rasa sakit itu, Nayla. kambalilah padaku. Kembali! Bukan menulis cerita pendek
picisan begini! (Maesa Ayu, 2005 : 155)
3.8
Amanat
· Amanat
umum
Amanat
umum yang dapat diambil dari novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu adalah sebagai
berikut:
1. Jagalah
komunikasi yang baik antara oang tua dan anak.
2. Selaku
orang tua janganlah mengeksklusifkan diri dengan anak.
3. Senang,
susah, bahagia, sedih, maupun yang lainnya diusahakan dikomunikasikan dengan
orang tua.
4. Orang
tua diharapkan bisa lebih sabar dan lebih mengerti serta memahami keinginan
anak, apa yang mejadi kebutuhan anak, keluhan anak, dan dapat memberikan solusi
atas permasalahan yang dihadapi anak dengan tindakan yang tidak melanggar
agama, hukum, moral, dan hak azasi manusia.
5. Mendidik
anak harus disesuaikan dengan usia anak. Karena apabila cara mendidik yang kita
aplikasikan kepada anak kurang tepat bak\hkan salah ditakutkan akan mengganggu
psikologis anak, ketidak percayaan terhadap dirinya sendiri, kemunduran mental,
depresi berat, frustasi, bahkan bisa menyebabkan tindakan menyimpang ataupun
kriminal.
6. Orang
tua merupakan sosok pertama yang dijadikan contoh oleh anak. Jadi sebagai orang
tua hendaklah bersifat dan bersikap baik, agar anak bisa meniru sifat dan sikap
orang tua yang baik.
7. Sebagai
bangsa Indonesia dan selaku orang tua sejak dini mulailah mengenalkan budaya
ketimuran yang diterapkan di Indonesia. Bukan bermaksud menutup diri dengan
budaya barat yang masuk ke Indonesia, namun alangkah lebih arif lagi apabila
kita selaku orang tua memfilternya terlebih dahulu agar tidak salah
menerapkannya kepada anak.
8. Sejak
dini mulailah dekatkan anak pada aspek keagamaan. Setidaknya bukan hanya
pelajaran tentang ilmu pengetahuan saja yang diperoleh anak dari sekolah, namun
diluar sekolah pun orang tua sendiri atau mengikut sertakan anak dalam kegiatan
keagamaan bahkan mendatangkan guru tentang keagamaan ke rumah. Agar anak
mengetahui perilaku yang dianjurkan dan dlarang oleh agama.
9. Sejak
dini selaku orang tua mulailah mengajari anak berkomunikasi dengan baik dan
benar. Artinya proses berkomunikasi dengan pengunaan bahasa bisa disesuaikan
dengan situasi dan kondisi.
10. Selaku
orang tua harus mengerti bahwa anak bukan hanya memerlukan kebutuhan yang
sifatnya materi, namun anak juga membutuhkan perhatian, kasih sayang, dan
cinta.
· Amanat
Khusus
Amanat
Khusus yang dapat diambil dari novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu adalah
sebagai berikut:
1. Tentang
Kesederhanaan
Hal tersebut nampak dari bukti di
bawah ini:
a. ...
Biasanya, saya akan berjalan kaki menuju sekolah dan berbaur dengan anak-anak
lainnya. Saya merasa lebih nyaman seperti itu ketimbang turun dar mobil mewah,
tepat di depan gerbang sekolah. ... (Maesa Ayu, 2005 : 9)
2. Tentang
Kedisiplinan
Hal tersebut nampak dari bukti di
bawah ini:
a. Kalau
kuikuti naluri pemalasmu berarti aku menjeruuskan darah dagingku sendiri.
Selamanya kamu tak akan pernah mandiri. ... (Maesa Ayu, 2005 : 7)
b. ...
Ia mengikuti anak-anak lain mencuci pakaian. Lalu mengelap, menyapu, dan mengepel
lantai. ... (Maesa Ayu, 2005 : 15)
c. ...
Setelah selesai menyetrika, saya diperbolehkan membaca atau menulis. ... (Maesa
Ayu, 2005 : 21)
d. Jam
segini kok belum tidur? Gimana kamu isa ngatur orang kalau ngatur dirimu
sendiri aja gak bisa. Tidur kurang. Ngerkok gak berhenti. Aku udah bilang
berkali-kali, perempuan harus bisa rawat diri. Gimana mukamu gak keliatan tua,
kult jadi kering, dan badan bengkak begitu? Bukannya cepet-cepet tidur, bangun
pagi olah raga, malah begadang. (Maesa Ayu, 2005 : 40)
3. Tentang
Komunikasi yang baik
Hal tersebut nampak dari bukti di
bawah ini:
a. “Wah,
maaf ya adik-adik. Kebetulan beliau sedang tak ada di rumah.” (Maesa Ayu, 2005 :
10)
Berujar disertai kata maaf
merupakan salah satu contoh komunikasi yang sopan.
4. Tentang
Keagamaan
Hal tersebut nampak dari bukti di
bawah ini:
a. ...
Mengambil air wudhu untuk shalat pagi. (Maesa Ayu, 2005 :14)
5. Tentang
Pengetahuan Menulis
Hal tersebut nampak dari bukti di
bawah ini:
a. ...
Dan memang kuliat kelemahanmu masih pada ending. Coba sabar. Kalo ada ide
diendapkan dulu. Pasti hasilnya bisa lebih baik. Selamat berkarya ya. (Maesa
Ayu, 2005 : 45)
b. ...
Kamu butuh suasana yang “bergerak” untuk bahan tulisan”. ... (Maesa Ayu, 2005 :
52)
c. ...
“Apa yang menjadi inspirasi Mbak
ketika nulis?”
“Apa ya? Gak tentu. Saya pikir
semua hal menjadi inspirasi saya. Saya punya pengalaman harafiyah dan non
harafiyah sejak dilahirkan sampai detik ini. Referensi inilah yang saya
tuangkan ke dalam tulisan.” (Maesa Ayu, 2005 : 116)
d. ...
Saya menulis untuk jujur. ....
... kalau dalam menulis pun saya
masih harus berbohong, lebih baik saya tidak menulis.” (Maesa Ayu, 2005 : 121)
6. Tentang
Kesehatan
Hal tersebut nampak dari bukti di
bawah ini:
a. ...
Saat itu kesadaran Juli mulai pulih setelah diberi minum Coca-Cola dengan garam
oleh Nayla. ... (Maesa Ayu, 2005 : 61)
7. Tentang
Hidup
Hal tersebut nampak dari bukti di
bawah ini:
a. ...
Seperti Ibu bilang, kita harus kuat jika ingin bertahan. ... (Maesa Ayu, 2005 :
55)
b. ...
Pada saat itu Nayla sadar kalau ia pasti bisa bertahan selama punya akal dan
menta;. Selama ia masih bisa peka terhadap hal-hal yang dianggap tak berarti
oleh keanyakan orang dan menjadikannya sebuah nilai. (Maesa Ayu, 2005 : 76)
c. ...
Bahwasannya perempuan harus perawan, harus pandai mengatur keuangan, harus
sabar, harus bisa memasak, ... (Maesa Ayu, 2005 : 85)
d. ...
Berkarya adalah hidupnya. ... (Maesa Ayu, 2005 : 132)
8. Tentang
Pengetahuan Seksologi
Hal tersebut nampak dari bukti di bawah
ini:
a. ...
Selain itu, selapu dara tidak hanya robekakibat hubungan seksual. Hal-hal kecil
seperti mengendarai sepeda atau menari ballet sekali pun bisa mengakibatkan
selaput dara pecah. ... (Maesa Ayu, 2005 : 79)
b. ...
Biasanya perempuan berkulit putih kelebihan cairan. ...
... Yang berkulit hitam, selain
tidak kelebihan cairan, otot vaginanya pun lebih alot. ... (Maesa Ayu, 2005 :
79)
c. ...
Mereka merendam vagina ke daun sirih. ... (Maesa Ayu, 2005 : 79)
d. ...
Karena ketika vagina mereka berdua bergesekan, klitoris menerima rangsangan
lewat gesekan itu. Maka terjadilah orgasme. Beberapa posisi senggama dengan
laki-laki sering tidak memungkinkan klitoris mengalami pergesekan ini.
Posisi-posisi semacam lotus dan doggy, membuat klitoris tak tersentuh. ... (Maesa
Ayu, 2005 : 83)
BAB
IV
SIMPULAN
Nilai adalah ukuran derajat tinggi-rendahnya atau
kadar yang dapat diperhatikan, diteliti atau dihayati, dalam berbagai objek
yang bersifat fisik (kongkrit) maupun abstrak. Nilai seni dan nilai estetis
sangat sulit dibedakan da dipisahkan, karena keduanya menyangkut psikoloigis
seni dan filsafat seni, dan ada di dalam “dunia” yang sama yaitu karya seni.
(Dharsono dkk, 2004 : 20)
Menurut Abin, dinamika proses perilaku manusia dipandang
dari segi motifnya setiap gerak perilaku mausia itu selalu mengandung tiga
aspek, yang kedudukannya bertahap dan berurutan, yaitu;
1.
Motivating
states (timbulnya kekuatab dan terjadinta kesiapsediaan sebagai akibat
terasanya kebutuhan karingan atau sekresi, hormonal dalam diri organisme atau karena terangsang oleh stimulasi tertentu).
2.
Motivated
behavior (bergeraknya organisme kea rah tujuan tertentu sesuai dengan sifat
kebutuhan yang hendak dipenuhi dan dipuaskannya, misalnya lapar cari makan dan
memakannya). Dengan demikian, setiap perilaku pada hakikatnta bersfat
instrumental (sadar atau tidak sadar).
3.
Satisfied
conditions (dengan berhasilnya dicapai tujuan yang dapat memenuhi dalam diri
kebutuhan yang terasa, maka keseimbangan dalam diri organisme pulih kembali
ialah terpeliharanyam homeostatis, kondisi demikian dihayati sebagai rasa
nikmat dan puas atau lega). Namun, di dalam kenyataannya, tidak selamanya
kondisi pada tahap ketiga itu dmeikian, bahkan mungkin sebaliknya. Ialah
terjadinya ketegangan yang memuncak kalau insentifnya tidak tercapai, sehingga
menyebabkan invidu merasa kecewa.
Bahasa itu langage
(bahasa umumnya yang bersifat astrak), langue (bahasa tertentu yang bersifat
abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat konkret). Objek
kajian linguistik adalah langue sedangkan ojek kajian psikologi adalah parole.
Ini berarti, kalau ingin mengaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin
ilmu, yakni linguistik dan psikologi harus digunakan. Karena segala sesuatu
yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis. (Ferdinand de
Saussure : 1858-1913 (dalam Chaer, 2009 : 13))
Novel
Nayla karya Djenar Maesa Ayu, merupakan salah satu contoh karya prosa fiksi.
Sebagian orang beranggapan bahwa karya Djenar ini merupakan karya sasrta
selangkangan. Karena isinya berkutat dengan permasalahan seks. Dan ada yang
beranggapan bahwa Nayla-Djenar Maesa Ayu itu tak ubahnya seperti tulisan-tulisan
Fredi. Walaupun saya sendiri selaku pembaca belum pernah membaca
tulisan-tulisan Fredi. Sebagian menganggap Djenar mempunyai nilai lebih dari
Fredi karena dia berani mengakui karyanya, identitasnya sebagi penulis atau
pengarangnya jelas.
Namun menurut saya asumsi demikian tolong dikaji lagi, yang menyatakan
bahwasanya karya Djenar merupakan sastra selangkangan.
Saya
kurang, atau bahkan dapat dikatakan tidak setuju bahwa Djenar merupakan sastra
selangkangan dan tak ubahnya seperti Fredi ataupun cerita seks online. Bagi
saya, Djenar Maesa Ayu dalam novel Nayla menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Bisa
dibuktikan dari segi alur yang menggunakan alur sorot balik. Walaupun alur
sorot balik sebelumnya sudah pernah ada yang menggunakan, namun sorot balik
yang digunakan oleh Djenar itu sebuah racikan tulisan yang berbeda. Kalau
pembaca tidak berapresiasi serius untuk mengenal novel ini mungkin akan
kesulitan memahami isi dan maksud dari novel ini.
Permasalahan seks merupakan permasalahan yang tidak
bisa dilupakan atau bahkan diabaikan oleh semua orang. Karena seks merupakan
bagian dari hidup. Dan hidup juga menurut pendapat saya berasal dari seks. Yang
menjadi permasalahan bagaimana cara pandang kita terhadap seks tersebut. Bagi
saya, Djenar telah melakukan pertimbangan dengan focus perhatian aspek
masyarakat. Dapat dibuktikan dengan jilid kaper novel yang memuat peringatan
bahwasannya novel ini untuk pembaca dewasa. Namun memag terkadang atau bahkan
sebagian besar orang Indonesia hanya menyimpulkan apa yang tampak di depam mata
secara kasat mata. Kita sebagai penikmat sastra yang lebih mungkin diwajibkan
tidak melihat sebuha karya hanya dengan pandangan kasat mata. Belajar
menghargai dan mengapresiasi lebih serta memikirkan lebih tentang karya orang
lain haruslah dijadikan agenda wajib. Coba ketika melihat huruf “A” itu jangan
hanya menyimpulka huruf “A” saja. Tetapi mari belajar memikirkan ada apa
dibalik huruf “A” itu. Di dalam sesuatu yang dianggap buruk itu pasti ada
sebuah nilai yang baik yang dapat kita ambil. Dan belum tentu di balik yang
bagus atau indah itu kita selamatnya akan mendapatkan indah atau bagus. Tidak
akan dikatakan bagus kalau tidak ada yang tidak bagus. Tidak akan dikatakan
baik kalau tidak ada yang buruk. Semua saling melengkapi. Saling menghargai.
Saling berapresiasi merupakan salah satu awal langkah kita dalam bersikap
bijak.
Novel ini memang secara isi tidak cocok dibaca oleh
orang yang usianya belum memadai. Bukan hanya factor usia, fakor pengetahuan
pun berpengaruh besar. Orang yang cenderung ekslusif terhadap dirinya akan
asumsi yang miring maka tidak akan mendapatkan nilai yang baik dalam novel ini.
Namun karena manusia itu makhluk yang sempurna diberi kelebihan akal dan
pikiran, maka gunakanlah akal dan pikiran itu secara optimal.
Nilai-nilai yang dapt kita petik dair novel Nayla
karya Djenar Maesa Ayu ini, diantaranya:
1.
Sebagai
orang tua haruslah pandai-pandai menghadapi anak. Menghadapi di sini artinya
mengayomi anak. Mengerti tentang apa yang sedang dirasakan anak, baik senang
ataupun sedih. Sehingga peendekatan maupun metode untuk menghadapi anak bisa
tepat. Selaku orang tua harus mengenali anaknya.
2.
Tidaklah
dibenarkan secara hukum Negara ataupun hukum agama ketika menggunakan
mirasantika, hukuman penjara atau denda akan diterimanya dan hukuman diakhirat
oleh Allah SWT atas apa yang diperbuatnya di dunia akan diberikan setelah mati.
3.
Ketika
mengenal budaya luar maka sikap yang bijak itu memilah-milah terlebih dahulu.
Artinya dengan penggunaan kerja akal dan pikiran serta hati kita bisa menyaringnya
terlebih dahulu. Mana yang baik dan mana yang buruk, dan fokus yang menjadi
bahan pertimbangan adalah diri sendiri, orang lain, serta Tuhan.
4.
Sebuah
rasa kasih sayang
bukan hanya didapatkan dengan materi saja. Batin pun dapat merasakan lapar, dan
tinggal bagaimana kita menyikapi hal tersebut. Apalagi ini menyangkut dengan
kebutuhan batin anak yang usia dibawah umur dan masa-masanya pubertas. Anak
membutuhkan perhatian yang intens dan khusus.
5.
Empati (einfuhlung dalam bahasa Jerman)
merupakan pegalaman dalam peleburan perasaan (emosi) pengamat terhadap benda
seni. Dengan peleburan perasaannya secara mendalam berakibat pada jiwa (secara
psikis) dan terhanyut dalam kualita itrinsik dan ekstrinsik seni. (Dharsono
dkk, 2004 : 88) Rasa empati yang saya rasakan setelah membaca novel Djenar
Maesa Ayu dengan Judul Naya. Empati saya untuk semua tokoh yang ada dalam
cerita tersebut. Empati saya terhadap isme yang diangkat, dan isme yang
berkembang di masyarakat dalam novel tersebut. Empati saya untuk diri sendiri
karena ketika melihat kenyataan memang benar adanya, saya pun terkadang masih
merasa kurang etis dan estetis menyikapi kehidupan dalam hidup. Setelah saya
memaca novel ini saya ingin belajar bagaimana menghargai lagi perempuan dan ingin
belajar berkomunikasi baik disemua kalangan dan tingkatan interaksi sosial.
6.
Ada pepatah mengatakan “jika kita
berteman dengan seorang pedagang minyak wangi, maka kita akan terbawa wangi,
dan jika kita berteman dengan pandai besi maka kita akan terkena percikan
besinya.” Lingkungan informal bersifat alami atau natural, tidak dibuat-buat.
Yang termasuk lingkungan informal ini antara lain bahasa yang digunakan
kawan-kawan sebaya, bahasa pengasuh atau orang tua, bahasa yang digunakan
elompok etnis pemelajar, yan digunakan media massa, bahasa para guru, baik di
luar atau di dalam kelas. Secara umum dapat dikatakan lingkungan ini sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar bahasa kedua para pembelajar. (Chaer, 2009 :
160)
7.
Menulis
itu untuk Jujur.
DAFTAR
PUSTAKA
Calzoum, Sutardji Bachrie.
2002. O Amuk Kapak. Jakarta: Yayasan
Obor dan Majalah Horison.
Chaer, Abdul.
2009. Psikolinguistik. Jakarta: PT
RINEKA CIPTA.
Davidson,
Gerald C dkk. 2006. Psikologi Abnormal.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dharsono, dkk. 2004. Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa Sains.
Faruk. 2010. Pengantar
Sosiolgi Sastar: Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Maesa, Djenar Ayu. 2005. Nayla. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi.
Makmun, Abin Syamsuddin.
2009. Psikologi Kependidikan.
Bandung: Rosdakarya Offset.
Pradopo. Rachmat Djoko.
2010. Pengkajian PUISI. Yogyakarta:
GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS.
Sugianto Mas, Aan. 1998. Kajian Prosa Fiksi. Kuningan. Universitas Kuningan.
Sugianto Mas, Aan. 1998. Langkah Awal Menuju Apresiasi Sastra. Kuningan.
Universitas Kuningan.
makasih infonya gan,, sangt membantu... :)
ReplyDelete