SCB; Dimataku 3 tahun silam
BAB I
PENDAHULUAN
Sutardji Calzoum Bachri?
Sutardji
Calzoum Bachri dilahirkan di Rengat,
Riau, 24 Juni 1941. Ayahnya, Mohammad Bachri berasal dari Prembun, Kutorajo,
Jawa Tengah, yang sejak masa remajanya mengembara ke Riau, menjabat sebagai
Ajun Inspektur Polisi. Kepolisian Negara, Kementrian Dalam Negeri RI di daerah
Tanjung Pinang, Riau (Tambelan). Ibunya bernama May Calzoum berasal dari Riau
(Tambelan). Sutardji adalah anak kelima dari sebelas bersaudara. Ia menikah
dengan Mariam Linda, tahun 1982, anak tunggalnya bernama Mila Seraiwangi.
Setelah
lulus SMA (SMU) ia melanjutkan studinya ke Fakultas Sosial Politik Jurusan
Administrasi Negara, Universitas Padjajaran, Bandung. Mulai menulis dalam surat
kabar dan mingguan di Bandung, kemudian sajak-sajaknya dimuat dalam majalah
Horison dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.
Sekembalinya dari Amerika Serikat ia hijrah dari Bandung ke Jakarta. Lalu, dia
menjadi seorang redaktur majalah sastra Horison, dan sejak 1996 menjadi
redaktur senior, hingga sekarang.
Musim
panas 1974 mengikuti International Poetry Readingdi Rotterdam. Oktober 1974
mengikuti International Writing Program di Iowa City, USA. Bersama penyair KH
Mustofa Bisri, Taufiq Ismail, Sutardji pernah diundang ke Pertemuan
Internasional Para Penyair di Baghdad, Irak. Pernah pula diundang Data Anwar
Ibrahim(Mentri Keuangan Malaysia waktu itu) membaca puisi di Departemen
Keuangan Malaysia. Ikut menghadiri berbagai pertemuan sastrawan ASEAN,
Pertemuan Sastrawan di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Tahun 1997 dengan
spomsor Direktorat Jendral Kebudayaan Depdikbud, Sutardji memenuhi undangan
untuk membaca puisi pada Festival Puisi Internasional Medellin, Colombia
Sitardji
dikenal dengan Kredo puisinya yang menarik perhatian dunia sastra di Indonesia.
Buku O, Amuk, Kapak (Jakarta: Sinar Harapan, 1981) merupakan kumpulan puisinya
dari tiga buah buku yaitu O (1973), Amuk (1997; mendapat hadiah puisi DKJ
1976-1977), dan Kapak (1979).
Di
samping itu, puisi-puisinya telah termuat dalam berbagai antologi: Antologi
Arjuna in Meditation (Culcutta, India, 1976), Writing form the World (USA),
Westerly Review (Australia), Dichters in Rotterdam (Rotterdase Kunststichting,
1975) dan IK Wil nog dulzendjaar leven, negen moderne Indonesische dichter
(1979). Juga dalam Ajip Rosidi (editor), Laut Biru, Langit Biru (Jakarta:
Pustaka Jaya, 1977), Parade Puisi Indonesia (1990), majalah Tenggara, Journal
of Southeast Asian Literature 36 & 37 (1997), dan lain-lain.
Sutardji
Calzoum Bachri juga menulis esai dan cerpen. Kumpulan cerpennya yang sudah
diterbitkan adalah Hujan Menulis Ayam (Magelang: Indoensia Tera, 2001)
Sutradji
mendapat penghargaan antara lain Anugrah Seni Pemerintah RI, 1993, dan South
East Asia Write Award (SEA Write Award) 1979, dari Kerajaa Thailand. Sembilan
belas tahun kemudian dia mendapat Penghargaan Sastra Chairil Anwar. Pada tahumn
2001 dia dianugerahi gelar Sastrawan Perdana oleh Pemerintah Daerah Riau.
Kredo
Puisi Sutardji Calzoum Bachri
Kata-kata bukanlah alat mengantarkan
pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian
itu sendiri. Dia bebas.
Kalau diumpamakan dengan kursi, kata
adalah kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan
pisau, dia adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.
Dalam kesehari-harian kata cenderung
dipergunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. Dianggap sebagai
pesuruh untuk menyampaikan pengertian. Dan dilupakan kedudukannya yang merdeka
sebagai pengertian.
Kata-kata harus bebas dari
penjajahan pengertian, dari beban idea. Kata-kata harus bebas menentukan
dirinya sendiri.
Dalam puisi saya, saya bebaskan
kata-kata dari tradisi lapuk yang membelenggunya seperti kamus dan
penjajahan-penjajahan lain seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada
kata tertentu dengan dianggap kotor(obscene) serta penjajahan gramatika.
Bila kata dibebaskan, kreatifitaspun
dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan dirinya sendiri, bermain dengan
dirinya sendiri, dan menentukan kemauan dirinya sendiri. Pendadakan yang
kreatif bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai
penyalur pengertian, tiba-tiba, karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap
fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tak terduga sebelumnya, yang kreatif.
Dalam (penciptaan) puisi saya,
kata-kata saya biarkan bebas. dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan,
kata-kata meloncat-loncat dan menari diatas kertas, mabuk dan menelanjangi
dirinya sendiri, mundar-mandir dan berkali-kali menunjukkan muka dan
belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, membelah dirinya dengan bebas,
menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik
atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri
satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh
dirinya sebdiri untuk menunjukkan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap
pengertian yang ingin dibebankan kepadanya.
Sebagai penyair saya hanya
menjaga–sepanjang tidak mengganggu kebebasannya– agar kehadirannya yang bebas
sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapatkan aksentuasi yang
maksimal.
Menulis puisi bagi saya adalah
membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada
mulanya adalah Kata.
Dan kata pertama adalah mantera. Maka
menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera.
BAB II
PEMBAHASAN
Esai
Puisi Sutardji Calzoum Bachri
A.
Puisi Shang Hai – Sutardji Calzoum Bachri
Shang Hai
Ping
di atas pong
pong
di atas ping
ping
ping bilang pong
pong
pong bilang ping
mau
pong? bilang ping
mau
mau bilang pong
mau
ping? bilang pong
mau
mau bilang ping
ya
pong ya ping
ya
ping ya pong
tak
ya pong tak ya ping
ya
tak ping ya tak pong
kutakpunya
ping
kutakpunya
pong
pinggir
ping kumau pong
tak
tak bilang ping
pinggir
pong kumau ping
tak
tak bilang pong
sembilu
jarakMu merancap nyaring
Ada
dua kata yang menarik dalam puisi Shang Hai ini, ping dan pong. Apabila saya menerjemahkan
kata itu secara terpisah saya rasa tidak ada arti ataupun definisinya secara
leksikal. Namun, saya melihatnya kata ping dan pong itu seperti pingpong.
Pingpong merupakan salah satu permainan yang menggunakan bola yang oleh
pemainnya saling dipukul, ketika bola telah dipukul oleh pemain satu maka
pemain dua memukulnya kembali kepada pemain satu. Dalam permainan pingpong itu
saya lihat adanya arus bolak-balik yang intens. Urutannya hanya 1-2, 1-2, 1-2,
1-2, 1-2. Disana saya melihat adanya pasangan, lalu hubungan sebab akibat.
Disini saya lebih mengasosiasikan pada kata ada dan tiada jika makna ping dan
pong dalam puisi Shang Hai karya Sutardji Calzoum Bachri ini.
Perjuangan
dengan yang tak terbatas, yang ilahi, atau yang kudus dapat kita amati dengan
lebih jelas dalam sajaknya yang berjudul Shang Hai. Teknik yang diterapkan
penyair di sini adalah menerjemahkan kata-kata dalam kode leksikal ke dalam
tanda-tanda non-leksikal.
Semantik
diterjemahkan menjadi semiotik sebagaimana dikatakan oleh Emile Benveniste.
Meski demikian, penggunaan kode-kode non-leksikal itu disusun dalam suatu
struktur yang dengan mudah membuat kita menerjemahkannya kembali ke dalam
kata-kata biasa dalam kode leksikal. Hubungan di antara signifier (tanda
non-leksikal) dan the signified (kode leksikal) tidak dibuat eksplisit, tetapi
memberi kemungkinan bagi pembaca untuk menemukannya.
Ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
kutakpunya ping
kutakpunya pong
pinggir ping kumau pong
tak tak bilang ping
pinggir pong kumau ping
tak tak bilang pong
sembilu jarakMu merancap nyaring
Ada
tiga cara membaca puisi ini. Cara pertama adalah cara semiotik yang melihat
semua bunyi bahasa dalam sajak itu sebagai tanda dan hubungan antartanda. Cara
yang kedua adalah cara semantik yaitu melihat hubungan kode leksikal dengan
makna. Cara yang ketiga adalah cara hermeneutik yaitu melihat hubungan antara
kode bahasa dengan makna, dan hubungan makna dengan konteks kebudayaan yang
luas. Cara ketiga inilah yang akan saya gunakan dalam membaca sajak Shang Hai.
Dibaca
dengan cara hermeneutis maka puisi itu dapat menunjukkan suatu perjuangan
eksistensial untuk memihak makna atau tanpa makna, persaingan antara percaya
dan rasa sia-sia, tukar-menukar antara benci dan rindu, atau pingpong antara
ada dan tiada.
Ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
Ada
sesuatu yang intens dan tegang dalam larik-larik tersebut yang kita tak tahu
sepenuhnya apa. Akan tetapi, untuk keperluan penafsiran, kita secara
eksperimental dapat mengganti fonem ping dan pong dengan kata-kata yang ada
dalam kode leksikal bahasa Indonesia. Sebagai contoh gantilah fonem ping dengan
kata-kata seperti: ada dan gantilah fonem pong dengan kata-kata seperti: tiada
maka akan terasa ketegangan itu. Dengan peralihan ke dalam kode leksikal, maka
larik-larik di atas akan berbunyi:
Ada di atas tiada
tiada di atas ada
ada ada bilang tiada
tiada tiada bilang ada
mau tiada? bilang ada
mau mau bilang tiada
mau ada? bilang tiada
mau mau bilang ada
ya tiada ya ada
ya ada ya tiada
Puisi
ini termasuk puisi Sutardji yang paling menarik menurut saya karena hanya
dengan dua fonem yang tak ada maknanya secara leksikal, kita diberi ruang yang
lapang untuk membangun makna tentang dialektik yang keras di antara dua jenis
energi yang diberi nama “ping” dan “pong”.
Ketika
berbicara mengenai (ada dan tiada) dalam puisi berjudul Shang Hai karya
Sutardji Calzoum Bachri maka menurut pandangan saya itu membicarakan tentang
konsep ke-Tuhan-an. Mengapa saya dapat menyimpulkan seperti itu, dikarenakan
pada baris terakhir dari puisi Shang Hai terdapat kata “mu” dengan penulisan
huruf “m” nya dikapitalkan (M). Dan jika menemui hal seperti itu dapat
diartikan dengan sang Maha Pencipta / Tuhan / Allah SWT (dalam agama Islam).
Jika
berbicara mengenai (ada dan tiada), saya memandangnya itu merupakan pertanyaan
yang lebih menekankan pada wujud, Seperti Apakah Wujudnya? Pertanyaan itu
terlintas dalam benak saya ketika berusaha memahami puisi Shang Hai karya
Sutardji Calzoum Bachri ini.
Seseorang
yang menghargai akal-pikirannya dan ingin mempertemukannya dengan ajaran-ajaran
agama, hendaknya ia pertama-tama mencari bukti-bukti adanya Tuhan, yang menjadi
pangkal soal-soal lainnya, seperti keesaan, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya,
mengutus Rasul-rasul, dan soal-soal keakhiratan.
Pembuktian
adanya Tuhan benar-benar telah dibicarakan golongan-golongan Islam, baik
aliran-aliran Ilmu Kalam maupun filosof-filosof Islam. Golongan-golongan yang
telah mengambil bagian dalam soal “wujud Tuhan” ada empat:
· Aliran Mu’tazilah, dan Asy’ariyyah,
· Aliran Maturidy,
· Aliran Tasawuf, dan
· Aliran Ibn Rusyd.
1.
Aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyyah
Mereka
mengemukakan dua jalan, yaitu dalil jauhar fara dan dalil wajib-mumkin.
a. Dalil Jauhar Fard
Dalil
ini mengatakan bahwa semua benda mengalami pergantian yang bermacam-macam, baik
yang berupa bentuk, warna, gerakan, berkembang, surat, dan perolehan-perolehan
lainnya yang kesemuanya disebut aradl. Semua benda tersebut dapat dibagi terus
menerus, sampai menjadi bagian terkecil yang tidak isa dibagi lagi. Bahkan
terakhir ini disebut “jauhar fard” (atom, dari bahasa Greek atomos; individed).
(bagaimana dengan pemenuan baru, bahwa atom terdiri dari dari protons,
neutrons, dan eletrons?) Kalau ataom tidak lepas dari Aradl, sedang aradl
adalah baru, maka jauhar itu baru pula. Tiap yang baru mesti ada yang
menjadikannya. Itulah dia Tuhan.
Akan
tetapi agaimana mereka mengetahui hakekat atom tersebut? Teori tersebut bukan
dari Islam, atau Syara’, tetapi datang dati seorang filosof Yunani, Democritus,
suatu teori yang masih disengketakan antara filosof-folisof Yunani.
Kelemahan
teori atom tersebut ialah:
· Teori tersebut bukan dari sumber
Islam dan Syara’, tetapi datangnya dari Yunani, yang belum disepakati adanya.
· Konsep Democritus dan Ahli-ahli ato
modern berlainan sama sekali dengan konsep Ulama kalam.
· Teori tersebut hanya bisa dimengerti
oeh orang-orang ahli yang sedikit jumlahnya, sedang orang biasa tidak bisa
menerimanya. Baharunya atom sukar sekali dibuktikan. Kalau demikian, bagaiman
bsa dijadikan adanya Tuhan?
Tentang
baharunya semua aradl juga sukar dibuktikan oleh setiap orang. Memang ada
beberapa keadaan yang mendatang kepada benda, dapat dilihat atau didengar,
dengan tidak perlu diragukan lagi. Tetapi juga ada keadaan atau aradl lain yang
sukar diselidiki kebaharuanya, seperti gerakan alam dan waktu (zaman) gerakan
itu. Dengan perkataan lain, kebaharuan aradl hanya berlaku pada sebahagiannya,
yaitu yang daot dicapai panca indra, sedang bagian-bagian lainnya tidak bisa
dipecahkan persoalannya. Jadi pembuktian baharunya aradl tidak logis dan tidak
ilmiayh, karena tidak menyelesaikan semua permasalahan-permasalahannya
Kalau
toh kita mengakui kebaharuan alam, karena kebaharuannya jauhar dan aradl dan
bahwa alam itu diciptakan, sedang dulunya tidak ada, maka timulah tiga
kemungkinan, yaitu:
· Iradah Tuhan qadim dan penciptaan
baru,
· Iradah dan penciptaan kedua-duanya
baru,
· Iradah dan pencipatanya kedua-duanya
qadim.
Akan
tetapi Ulama kalam menolak dua kemungkinan pertama dan mereka menetapkan bahwa
iradah dan penciptaan qadim kedua-duanya. Dengan demikian timbul pula persoalan
sebagai berikut:
· Bagaimana yang baru bisa terjadi
dengan perbuatan Zat yang qadim. Apakah tidak berlawan dengan hukum yang
berbunyi “apa yang bertalian dengan yang baru adalah baru pula”.
· Kalau iradah Tuhan qadim, berarti
lebih dahulu adanya daripad yang baru (alam) selam beberapa waktu tertentu.
Dengan perkataan lain pada waktu tertentu imbul kehendak. Hanya dengan adanya
kehendak tersebut, kita dapat memahami mengapa alam ini wujud, sebab alam ini
adalah barang yang mungkin, bisa wujud dan bisa tidak wujud. Iradah tersebut
menekankan segi wujudnya. Akhirnya timbul pertanyaan apakah berarti timbul
kehendak (iradah) yang baru? Kalau diiyakan lagi pertanyaan mengapa timbul?
Tegadnya iradah yang tersebut, dan demikian seterusnya.
Itulah
rentetan permasalahan atom dan aradl. Boleh jadi Ulama-ulama kalam bisa
mengemukakan jawaban-jawaban, meskipun berbelit-belit. Naun bisa ditanyakan.”
Itukah jalan yang dikehendaki Tuhan, jalan yang mudah untuk mengetahui
wujud-Nya? Jalan pemikiran yang diambil Ulama kalam tidak memuaskan ahli-ahli
pikir (filosof-filosof), tetapi juga terlalu sukar dipahami orang-orang biasa.
Sebenarnya
ada jalan yang lebih mudah daripada jalan yang mereka kemukakan, kalu memang
mereka mau kembali kepada sumber ajaran agamanya, yaitu Al-Quran.
b. Dalil mumkim dan wajib
Al-juwaini
terkenal sebagi pencipta dalil ini. Dalil tersebut mengatakan bahwa alam dengan
segala isinya bisa terjadi dalam keadaan yang berbeda sama sekali daripada keadaannya
yang sekarang. Matahari misalnya bisa berjalan dari barat ke timur; baru bisa
naik ke atas daripada turun ke bumi. Dengan perkataan lain, alam yang sekarang
ini bukam alam yang sebaik-baiknya (terbaik) dan masih bisa terjadi yang lebih
baik lagi, karena tidak ada yang mengharuskan Tuhan memperbuat yang lebih baik.
Dengan perkataanlain, alam ini adalah alam yang mumkin bisa wujud dan bisa
tidak wujud. Akan tetapi kenyataannya lam ini telah menjadi wujud atau tentulah
ada yang mewujudkannya. Itulah Tuhan.
Jalan
pikiran tersebut juga dianut oleh seorang ahli pikir Masehi abad pertengahan,
yaitu Thomas Aquinas (wafat 1274 M). Ia mengatakan bahwa alam yang ada bukanlah
alam yang terbaik dan bisa terjadi yang lebih baik lagi. Seolah-olah keinginan
menetapkan adanya kehendak Tuhan yang sempurna mengharuskan dia megurangi
kebijaksanaanNya.
Dalil
Al-Juwaini jelas tidak sejalan dengan jiwa Quran bahkan bertentangan: tidak
logis, mala bisa menggoncangan iman. Sebenarnya kita dapat mengetahui hikmah wujudnya
makhluk, macamnya dan bentuknya, yang kesemuanya menunjukan adanaya hukum
keharusan (bukan karena kebetulan) pada
alam yang kita saksian ini. Kalau kita tidak mengetahui hikmah atau sebab
adanya gerakan matahari dari timur ke barat, tidak berati bahwa sebab itu tidak
ada. Kebodohan kita tentang seba-seba/hikmah itu tidak mengharuskan kita
menetapkan bahwa gerakan itu adalah suatu hal yang bisa terjadi atau suatu hal
yang lebih baik.
Kalau
dalil tersebut dibenarkan, yang berarti tidak mengakui adanaya sebab-sebab yang
mentukan wujudnya alam dan tujuannya, maka berarti tidak mempunyai keahlian
membuat alam. Dengan perkataan lain, dalil tersebut mengingkari adanya
kebijaksanaan Tuhan, karena yang dikatakan bijkasana tidak lain daripada
mengetahui tujuan mewujudkan sesuatu dan menentukan sebab-sebab tercapainya
tujuan tersebut.
Kalau
sekiranya kita menerima dalil tersebut, timbullan pertanyaan-pertanyaan yang
sama seperti di atas, yaitu sekitar dulu atau baharunya iradah dan penciptaan,
sebab dengan keluarnya alam yang mungkin menjadi wujud yang nyata mengaharuskan
adanya perubahan pada iradah yang qadim, atau dengan perkataan lain terjadi
iradah yang baru dan alam yang baru pula, suatu hal yang tidak bisa dipecahkan
dengan memuaskan oleh Ulama kalam.
2.
Aliran Maturidy
ia
mengemukakan tiga hal:
a. Dalil Perlawanan Aradl
Dalil
ini mengatakan bahwa alam ini tidak mungkin qadim, karena padanya terdapat
keadaan yang berlawanan, seperti diam dan gerak, baik dan buruk dan lai-lain.
Keadaan-keadaan tersebut adalah baru dan sesuatu yang tidak terlepas dari yang
baru maka baru pula.
Dalil
tersebut hanyalah salinan dari dalil atom dan aradl yang telah dikemukakan
aliran Asy’ariyyah dan Mu’razillah.
b. Dalil Terbatas dan Tidak Terbatas
Dalil
ini berbunyi sebagai berikut:
Alam ini terbatas. Tiap yang
terbatas adalah baru. Jadi alam ini baru.
Dalil
ini diambil Maturidy dan Al-Kindy. Untuk membuktikan baharunya alam Al-Kindy
menggunakan dua proposisi yang diambilnya dari Aristoteles, yaitu: Alam ada
batasannya dari segi itu alam ini ada batasnya pula dari gerak dan waktu.
Sesuatu yang ada batasnya adalah baru. Berarti ini baru.
Kedua
dalil yang dikemukakan alam Matudiry tidak terdapat dalam Al-Quran. Quran
senagaja tidak menyinggung-nyinggungnya karena orang biasa tidak menerima wujud
Tuhan melalui teori yang masih disangsikan kebenarannya seperti teori atom atau
melalui jalan logika matematis murni, yang sukar dicapai orang biasa.
c. Dalil Causalitet, Perubahan, dan
Perhatian
Dalil
ini diambil dari Quran dan foilosof-filosof, karenanya merupakan dalil teruat,
sesuai dengan Syara’ dan filsafat.
Dalil
causalitet mengatakan bahwa alam ini tidak bisa mengadakan dirinya sendiri atau
memperbaiaki dirinya kalai rusak. Jadi membutuhkan Zat yang mengadakannya.
Dalil
perubahan mengatakan bahwa kalau alam ini ada dengan sendirinya tentulah
keadaanya tetap satu. Akan tetapi alam ini selalu berobah, yang berarti ada
sebab perubahan itu. Dalil ini hanyalah bentuk dari dalail causalitet.
Dalil
perhatian cukup jelas, karena wujud alam dalam bentuk yang sesuai dengan wujud
manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan membuktikan adanya perhatian (pemeliharaan)
Tuhan yang merajai semua makhluknya,.
3.
Aliaran Tasawuf
Golongan
ini dalam membuktikan adanya wuud Tuhan tidak mengambil logika, tdak memakai
premise (pendahuluan kias) dan conclusi, tetapi pengetahuannya tentang wujud
Tuhan didasarkan atasa Radiasi rohani (al-Israq) atau penerkaan tasawuf/batin
(al-hadas as-sufi) yang bisa dicapai dengan jalan menean hawa nafsu dan
memperbanyak renungan, kemudia hasil pengetahuannya mereka diperkuat dengan
ayat-ayat Quran yang dipandangnya sesuai dengan pendirian mereka, dengan
meninggalkan ayat-ayat lainnya yang menganjurkan kita menggunakan penyelidikan
akal.
Kelemahan-kelemahan
dalil ahli tasawuf ialah:
· Metode mereka di atas tingkatan
orang biasa dan berlawanan dengan metode ilmiah yang bisa dicapai setiap orang
manakala sudah mendapatkan pengantarnya.
· Penyucian jiwa yang menjadi syarat
mengetahui. Tuhan, sebagaimana yang dikatakan mereka adalah berlebih-lebihan.
Boleh jadi bisa membantu, tetapi tidak bisa menentukannya.
· Terkaan tasawuf/batin (hadas sufi)
berarti penghapusan penyelidikan akal yang dianjurkan Quran dan menjadi semacam
mujizat. Apa gunanya akal kiranya?
4.
Ibn Rusyd
Dalil
yang dipakai untuk menetapkan wujud Tuhan harus berupa dalil axioma, jelas
sesuai dengan akal dan Syara dan tidak berbelit-belit seperti dalil-dalil Ulama
kalam; yaitu dalil-dalil yang mudah diterima setipa orang, baik orang biasa
ataupun orang-orang tertentu dan yang bisa menanamkan keinginan mencapai
tingkat orang-orang pandai.
Ibn
Rusyd menganggap dalil-dalil yang dipakai oleh golongan filosof adalah dalil
yang dipakai Quran, yaitu dalil Inayah (perhatian) dan dalil ikhtira
(penciptaan)
a. Dalil Inayah
Apabila
alam ini kita perhatikan, kita akan mengetahui bahwa apa yang ada di alamnya
sesuai sekali dengan kehidupan manusia dan makhluk lain-lain. Persesuaian ini
bukan terjadi secara kebetulan, tetapi menunjukan adanya penciptaan yag rapi
dan teratur yang didasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan, sebagaimana yang
ditunjukkan juga oleh ilmu pengetahuan moderd.
Siang
dan malam, matahari dan bula, empat musin, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan hujan
kesemuanya sesuai dengan kehidupan manusia, seolah-olah mereka semua dijadikan
untuknya. Demikian kata Ibn Rusyd. Perhatian dan kebijaksanaan Tuhan nampak
jelas juga dalam susunan tubuh manusia dan hewan
Boleh
jadi ahli pengetahuan modern tidak mengetahui adanya tujuan (teleology)
kejadian alam ini dan mengatakan bahwa perhatian khusus terhadap manusia
artinya manusia menjadikan dirinya sebagai pusat alam, dan perkataan lainnya
lagi. Akan tetapi sebagian ahli pengetahuan menetapkan adanya perhatian
pemeliharaan terhadap alam dan perhatian tersebut tdak terjadi secara kebetulan.
Demikian
pandangan akal semata-mata, suatu pandangan yang sesuai pula dengan ketentuan
Quran sendiri, antara lain ayat 6-16 surat Annaba:
Tidaklah kami jadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan
gunung-gunung sebagai pasak bumi? Kami jadikan kamu berjodoh-jodoh (laki-laki
dan perempuan). Kami jadikan tidurmu untuk kesenangan tubuhmu. Kami jadikan
malam sebagai pakaian. Dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan. Kami
berbuat di atasmu tujuh langit. Dan kami jadikan pelita yang amat terang
(matahari). Dan kebun-kebun yang berhimpit-himpit dahan pohonnya.
Demikian
pula ayat 25-32 surat Abasa:
Sesungguhnya kami menurunkan air dari awan (hujan). Kemudian
kami belah bumi sebelh-belahnya. Lalu kami tumbuhkan di sana biji-bijian. Dan
anggur dan kurma muda. Dan buah Zaitun dan pohon kurma. Dan kebun yang
besar-besar kayu-kayuannya. Dan buah-buahan dan rumput-rumput. Semuanya itu
untuk kesenangan kamu dan binatangmu.
Kelebihan
dalil inayah daripada dalil-dalil aliran asy aritah ialah kaena dalil inayah
tersebut mengajak kita kepada pengetahuan yang benar, buan kepada sekedar
debat, dan mendorong kita memperbanyak penyelidikan dan menyingkap
rahasia-rahasia alam, bukan untuk menimbulkan kesulitan dan kejanggalan. Dari
segi ini membawa kita, lambat atau cepat, kepada kebekuan dan tawakal yang
tidak pada tempatnya.
b. Dalil Ikhtira (penciptaan)
Dalil
ini sama jelasnya dengan dalil inayah, karena penciptaan nampak jelas, hewan
yang bermacam-macam, tumbuh-tumbuhan dan semua bagian alam lainnya.
Makhluk-makhluk tersebut tidak lahir dalam wujud dalam sendirinya. Gejala hidup
pada beberapa makhluk/benda –hidup juga benda-benda. Misalnya tumbuh-tumbuhan
hidp, makam, berkembang, dan bebuah. Hewan juga hidup, tetapi mempunyai
insting, dapat bergerak, berkembang, makan dan mengeluarkan keturunan.
Jadi
pada masing-masing makhluk tersebut ada, gejala hidup yang berlainan, dan yang
menentukan macam pekerjaanya. Semakin tinggi tingkatan makhluk, semakin tinggi
pua macam pekerjaanya. Kesemuannya bukan terjadi karena kebetulan. Sebab kalau
terjadi ssecara kebetulan tentulah tingkatan hidup tidak berbeda-beda.
Kesemuanya ini menunjukan adanya Penciptayang menghendaki supaya sebagian
makhlukNya lebih tinggi daripada sebagian lainnya.
Ayat-ayat
yang berisi tentang dalil ikdtira, surat Al-Haj:
Hai segala manusia, diumpamakan suatu contoh, hendaklah kamu
dengar, yaitu bahwa orang yang kamu sembah selain Allah, belum pernah mereka
menjadikan seekor lalat, meskipun mereka berhimpun-himpun.
Juga
surat At-Tariq:
Hendaklah manusa memikirkan, diri apakah asal
kejadian-ejadiannya/ asal kejadianya ialah dari air yang terpencar.
Kedua
ayat tersebut cukup menjelaskan bahwa adanya kehidupan itu bagi orang-orang
biasa dan orang-orang tertentu sendiri cukup menunjukkan adanya Allah. Ahli
pengetahuan modern yang hidup dalam dunia yang mengalami kemajuan pesat di
segala lapangan belum juga mengetahui rahasia adanya kehidupan di muka bumi.
Puisi
Shang Hai ini baik untuk dipelajari dalam dunia pendidikan, namun untuk
mempelajari puisi ini saya rasa dari mulai anak sekolah menengah atas dan
mahasiswa, karena kajian puisi ini ialah tentang ke-Tuhan-an. Mengapa saya
menganggap bahwa paling dasar itu harus dari anak SMA, dikarenakan jika dimulai
dari anak SMP, puisi ini terlalu berat untuk dipahami, walaupun tidak menutup
kemungkinan anak mahasiswa akan menemukan kesulitan yang sama. Meskipun banyak
sekali rujukan untuk mempelajari puisi tipografi ini namun kapasitas pemikiran
anak SMP saya rasa masih belum cukup untuk mencapai ke arah sana.
B.
Puisi Tapi – Sutardji Calzoum Bachri
TAPI
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resahku padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan duka padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah!
Menurut
pemahaman saya jika dilihat dari tulisannya ada silang jorok antar baris, ada
baris yang menjorok kedalam dan ada yang diluar, itu menurut saya ialah sebuah
tanya dan jawab. Artinya ketika ada orang yang bertanya maka ada orang yang
menjawab. Komunikasi di sana menurut saya komunikasi dua arah antara komunikan
dan komunikator, saya menyimpulkan demikian dikarenakan dalam puisi “Tapi” ini
terdapat kata aku dan kau, ku dan mu”.
“aku
bawakan bunga padamu, tapi kau bilang masih” menurut pendapat saya bahwasanya
yang namanya bunga itu sejenis tanaman, bunga disini bisa menjadi berbagai
pengertian, ketika saya menyimpulan bahwa bunga itu adalah mawar maka saya
mengaitkannya dengan cinta. Namun ketika bunga itu saya artikan dengan bunga
kantil maka makna yang didapat menurut saya ialah kematian, mengapa? Disebabkan
biasanya bunga kantil digunakan untuk menaburkan bunga di atas tanah kuburan
yang masih anyar. Atau apabila saya
terapkan bunga itu dengan makna lainnya maka mungkin bisa saja dipahami sebagai
bunga bank maka artinya uang. Namun disini lawan bicara mengatakan ‘masih’
artinya menurut saya disana belum adanya kepuasan, walaupun bunga itu seindah
bagaimanapun rupanya lawan bicara aku di sana mengatakan masih, masih belum
cukup.
“aku
bawakan resahku padamu, tapi kau bilang hanya” menurut saya itu artinya ketika
aku lirik datang kepada lawan bicaranya dengan perasaan kacau balau, rasa
galau, tidak menentu, rasa bingung untuk langkah kemana, bercampur hingga
akhirnya keresahan yang dirasakan aku lirik di sini. Namun lawan bicara berkata
‘hanya’, artinya menurut saya di sini pun menunjukan ketidakpuasan lawan bicara,
walaupun dengan perasaan resah datang tapi hanya seperti itu tidak cukup, tidak
ada artinya, nihil, lawan bicara menganggap sepele disini.
“aku
bawakan darahku padamu, tapi kau bilang cuma” menurut saya aku lirik di sini
menyerahkan nyawanya pada lawan bicara, mengapa? Pemahaman saya ketika
berbicara darah maka berbicara hidup, disebabkan darah itu digolongkan menjadi
dua, ada darah merah yang fungsinya mengikat oksigen (O2) kemudian
diedarkan keseluruh tubuh dan darah putih yang berfungsi untuk mempercepat
proses penyembuhan luka. Maka ketika darah itu dibawakan untuk diberikan pada
lawan bicaranya maka penyerahan diri dan hidupnya itu telah rela diberikan pada
lawan bicaranya. Namun lawan bicara mengatakan ‘cuma’, betapa tidak berartinya
darah itu dimata lawan bicara. Cuma itu sebuah pengertian sesuatu yang tidak
ada artinya. Walaupn darah yang menjadi salah satu titik tolak ukur sebuah
kehidupan itu semua tidak ada artinya bagi lawan bicara aku lirik ini.
“aku
bawakan mimpiku padamu, tapi kau bilang meski” menurut pemahaman saya ‘mimpi’
di sini yang dibawakan si aku lirik ialah mimpi yang indah. Dari awal au lirik
telah berbicara pada lawan bicaranya mengenai barang yang kongkrit (bunga,
darah (walaupun ketika berbicara darah tidak semuanya yakin akan memberikan
darahnya untuk makhluk lain/hal lain, dalam arti hidup matinya), rasa (resah)
namun si lawan bicara tetap memandang itu tidak ada artinya, tidak memberi
kepuasan, tidak memadai. Maka di sini si aku lirik menyuguhkan sesuatu yang
beda yaitu mimpi, mimpi merupakan barang abstrak tidak bisa dibuktikan secara
real. Mimpi ini menyerang sugesti, angan-angan. Namun tetap saja lawan bicara
mengatakan ‘meski’, meski di sini menunjukan meski aku lirik menyuguhkan
mimpi-mimpi indah tetap saja tidak ada artinya.
“aku
bawakan dukaku padamu, tapi kau bilang tapi”, duka di sini menurut saya
perasaan sedih yang amat sangat. Mengapa saya beranggapan demikian? Karena kata
‘duka’ biasanya digunakan ketika berbicara dalam konteks kematian. Namun apa
yang terjadi lawan bicara aku lirik mengatakan tapi. Meskipun aku lirik membawa
rasa pedih begitu dalam tetap saja lawan bicara ‘tapi’. Di sini menurut saya
terdapat penyepelean rasa. Contohnya, ketika ada yang berkata “saya kasihan melihat
pengemis itu. Akh.. biarkan saja, salah sendiri tidak berusaha mencari kerja”.
Saya rasa penggalan kalimat itu mampu mewakili rasa yang kontradiktif, karena
yang satu merasa sedih dan yang satunya lagi merasa tak acuh (tidak peduli).
“aku
bawakan mayatku padamu, tapi kau bilang hampir”, menurut pandangan saya di sini
si aku lirik mencoba menawarkan hal yang sifatnya imajinasi, angan-angan,
karena belum terjadi. ‘mayat itu jasad yang terbujur kaku, sudah takan ada lagi
tanda kehidupan di sana, dan itu belum terjadi. Namun lawan bicara aku lirik
mengatakan ‘hampir’. Pemahaman saya heran, mengapa? Karena ketika aku lirik
berbicara mengenai kematian yang diwakilkan oleh kata ‘mayat’ mengapa lawan
bicaranya mengatakan ‘hampir’, hampir setahu saya sesuatu yang sudah mendekati
dari apa yang diinginkan.
“aku
bawakan arwahku padamu, tapi kau hanya bilang kalau”, di sini menurut saya
telah adanya tanggapan yang berbeda dari lawan bicara, karena pada kalimat ini
sudah agak jelas apa yang diinginkan lawan bicara si aku lirik. Kata ‘arwah’
merupakan barang abstrak juga karena tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Dan
termasuk juga imajinasi karena ketika berbicara arwah berarti itu merupakan
suatu hal yang terjadi setelah kematian. Dan lawan bicara mengatakan ‘kalau’.
Apa yang diinginkan lawan bicara si aku lirik di sini setelah aku lirik mati?
Pertanyaan besar tersembunyi di sini.
“tanpa
apa aku datang padamu, wah!”, menurut pemahaman saya baru di sini terbuka
semuanya yang dimaksuda lawan bicara. Saya beranggapan bahwa di dalam puisi ini
lawan bicara aku lirik ialah Tuhan. Mengapa? Karena dari awal ketika aku lirik
menceritakan dirinya membawa berbagai macam hal namun semua itu tdak ada
artinya di mata Tuhan. Karena Tuhanlah yang memiliki segalanya. Dan mengapa
ketika ‘mayat’ jawabnya ‘hampir’, itu disebabkan karena Tuhan itu suatu zat
yang tidak bisa dilihat oleh kasat mata, hanya ketika kita telah mati dan
berada di akhirat nanti barulah kita bisa menjumpainya walaupun belum tentu
juga kita dapat menjumpainya. Dan mengapa ketika kata ‘arwah’ dijawab ‘kalau’,
bahwasanya menurut pandangan saya, kita selaku umat manusia harus sadar ketika
kita sebagai manusia itu hanyalah makhluk tak berdaya. Dihadapan Tuhan kita
semua sama, yang membedakan hanyalah iman kita kepadanya. Karena setelah mati
harta benda kita tidak akan dibawa, bahkan pasangan hidup kita keluarga kita
semuanya itu tidak akan berpengaruh besar setelah kita mati. Namun ketika saya
memahami “tanpa apa aku datang padamu, wah!” di sini bisa terjadi dua makna,
yang pertama ketika aku lirik datang pada lawan bicara tanpa membawa apa-apa,
lawan bicara beranggapan dasar tidak tahu untung, tidak tau terima kasih, tidak
tau balas budi. Lalu yang kedua, “wah!” ini menurut saya juga bisa saja
memiliki makna inilah yang diinginkan Tuhan dan yang perlu diingat manusia,
manusia haruslah sadar ketika dia bukanlah apa-apa, datanglah kepada Tuhan
dengan sepenuh dan sesungguhnya berserah diri.
Puisi
“Tapi” ini sama baik menurut saya jika dijadikan rujukan bahan ajar dalam
bidang pendidikan, khususnya keagamaannya. Dalam puisi ini mengingatkan kita
semuanya selaku makhluk Allah SWT agar janganlah merasa hebat, merasa aku,
karena dibalik diri kita semuanya yang kecil ini ada yang memilikinya, Allah
SWT.
C. Puisi
Sepisaupi – Sutardji Calzoum Bachri
SEPISAUPI
sepisau
luka sepisau duri
sepikul
dosa sepukau sepi
sepisau
duka serisau diri
sepisau
sepi sepisau nyanyi
sepisaupa
sepisaupi
sepisapanya
sepikau sepi
sepisaupa
sepisaupi
sepikul
diri keranjang duri
sepisaupa
sepisaupi
sepisaupa
sepisaupi
sepisaupa
sepisaupi
sampai
pisauNya kedalam nyanyi
Sepi
itu sebuah situasi ataupun kondisi yang sunyi, tidak ada teman, tidak ada lawan
bicara, merasa sendiri. Luka ialah sebuah keadaan ketika rasa sakit, perih,
pedih dirasakan. Pisau itu ialah alat
untuk memotong biasanya digunakan sebagai salah satu perkakas dapur yang
gunanya untuk memotong saturan bahkan daging. Dosa itu rasa penyesalan, rasa
bersalah yang dirasakan manusia. Pukau ialah perasaan wah ketika melihat
sesuatu, rasa segan, merasa diri bukan apa-apa. Nyanyi itu rangkaian kata-kata
yang diujarkan dengan menggunakan nada. Sapa ialah menegur atau berkomunikasi
dengan orang lain, menyapa.
(Pengkajian
Puisi, Rachmat Djoko Pradopo), Nonsense merupakan bentuk kata-kata yang secara
linguistik tidak mempunyai arti sebab tidak terdapat dalam kosa kata., misalnya
penggabungan dua kata atau lebih (sepisaupi, sepisaupa) menjadi bentuk baru,
pengulangan suku kata dalam suku kata: terkekehkekehkehkehkeh. Nonsense ini
menimbulkan asosiasi-asosiasi tertentu, menimbulkan arti dua segi, menimbulkan
suasana aneh, suasan gaib ataupun suasana lucu.
Sutardji
Calzoum Bachri menggabungkan kata sepi dan pisau dan sapa menjadi sepisau,
sepaisaupi, dan sepisaupa, sepisapanya, maka sapanya dalam sepi itu menusuk
seperti pisau. Di situ arti sepi dan pisau digabungkan hingga terjadi makna
sepi seperti pisau yang menusuk. Juga, sepi digabungkan dengan pikul, menjadi
sepikul dosa: rasanya dosa itu betapa berat dan sepi mencekam. Dalam sajak
terkandung makna: dosa itu menimbulkan derita seperti tusukan duri dan pisau
dan membuat sepi terasing. Rasa dosa itu menimbulkan rasa duka dan sepi yang
menusuk dan mengiris bagi pisau. Rasa dosa itu timbul dalam diri (si aku lirik)
karena tusukan pisau-Nya (panggilan atas Tuhan kepada manusia seperti pisau
yang menusuk).
Sepisau
luka sepisau duri, di sini rasa sepi setajam pisau membuat luka, dan sepi pun
bahkan menjadi beban, tergambar ketika ada kata duri di sana. Sepikul dosa
sepukau sepi, dosa yang begitu berat dirasakan dalam kesepian. Sepisau duka serisau
diri, duka yang amat sangat drasamakanoleh aku lirik di sini membuat dirinya
risau, risau itu sebuah perasaaan tidak menentu, khawatir. Sepisapanya sepikau sepi, ketika
sepi/sapanya/sepi/kau/sepi, maka saya memaknainya ketika tidak ada
keramahtamahan dari orang lain, tidak adaanya sapaan dari orang lain, merasa
diri sendiri tidak ada yang membantu. Sepikul diri keranjang duri, aku liri di
sini merasa dirinya menanggung dosa yang amat sangat besar dalm dirinya, dia
menanggagap bahwasanya dosa itu bagaikan duri, sedangkan duri ini diceritakan
sepikul keranjang, alangkah banyaknya dosa yang ingin diceritakan Sutardji
melalui tokoh aku lirik dalam puisi ‘sepisaupi’ ini. Sampai pisauNya kedalam
nyanyi, di sini lah akhir dari puisi ini,berkaitan lagi dengan ke-Tuhan-an,
mengapa? Karena dalam baris terakhir terdapat –nya yang huruf N-nya menggunakan
huruf kapital, itu ditujukan untuk Tuhan. Bahwasanya di sini Tuhan itu
memperingati agar makhluknya jangan berbuat maksiat, dan peringatanNya itu oleh
aku lirik dirasakan bagai pisau yang begitu tajam dan menusuk ke dalam dirinya.
Mungkin di sini adanya teguran Tuhan yang diraskan oleh aku lirik. Puisi ini
jua baik dijadikan sebagai kajian pendidikan terutama tentang keagamaan, karena
menurut saya puisi ini menceritakan rasa penyesalan seseorang yang penuh
berlumur dosa dan ia pun ingat akan teguran Tuhan yang sangat menusuk dirinya,
aku lirik malu di sini. Namun penyesalan akan dosa tidaklah cukup.
Bertaubatlah, berjanji tidak akan mengulanginyalagi, dan menjaga akhlak sikap
perbuatan dari segala kekejian. Seperti dalam surat Al-Ankabut ayat 45; sesungguhnya sembahyang itu mencegah
kekejian dan kejahatan, dan sesungguh selalu inagt Tuhan itu merupakan sesuatu
yang amat agung.
Dalam
mengkaji puisi ini sebagai salah satu bahan ajar untuk dunia pendidikan saya
rasa bisa dimulai dari jenjang sekolah menengah atas, karena dalam puisi ini
terdapat banyak sekali ambiguitas yang dalam kajiannya butuh pemikiran yang dalam.
Dikhawatirkan apabila kajian puisi ini dimulai dari sekolah menengah pertama,
para siswa akan kebingungan.
BAB III
PENUTUP
Akhirnya,
dengan semua kemampuan yang saya bisa, saya dapat menyelesaikan tugas ini yang
saya tujukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Anatomi Puisi. Selain untuk
memenuhi tugas mata kuliah Anatomi Puisi, saya harapkan dengan adanya esai yang
saya buat dapay sedikit banyaknya membuat rekan-rekan dikalangan kampus untuk
menyukai puisi-puisi tipografi terlebih karya-karyanya Sutardji Calzoum Bachri.
Puisi-puisinya sungguh mahakarya yang besar menurut saya. Pemilihan katanya pun
menurut saya sangat baik, beliau membuat beberapa karyanya dalam puisi
bertemakan tentang ke-Tuhan-an dalam antologinya yang berjudul O Amuk Kapak.
Dan
diharapkan ukuran benar ataupun salahnya dalam pembuatan esai ini tidak
menjadikan titik tolak ukur nilai dalam mata kuliah ini. Karena apa yang saya
buat itulah yang saya senangi dan saya pahami. Apabila adanya kritikan dalam
pembuatan esai ini, saya harapkan kritikannya itu merupakan sesuatu yang
membangun dan bersifat solutif, bukan sebuah argumentasi yang menjatuhkan.
Karena semua yang berkaitan adalah makhluk akademisi diharapkan semua saran
memang yang benar-benar membangun dalam bidang akademik saya yang posisinya di
sini adalah seorang mahasiswa.
Bagi
saya “Sastra Itu Pengulangan”, namun yang membedakannya itu dari segi
kemasannya, yaitu Bahasa. Ketika orang membuat sesuatu tanpa adanya referensi
dari orang lain maka itu merupakan suatu hal yang jarang terjadi, maka
membutuhkan suatu perbandingan pemikiran. Sepakat?
Terima
kasih untuk segenap para dosen sastra yang telah memperkenalkan sastra selama
ini pada saya selama hampir satu tahun. Mudah-mudahan kedepannya ilmu mengenai
kesastraan dapat saya serap lebih dari para fasilitator yang ada di lingkungan
kampus, khususnya tenaga pengajar (para dosen). Amin.
keren
ReplyDeleteTerima kasih Fadila Munawaroh
ReplyDelete