FENOMENA "Da aku mah apa atuh, segini juga udah uyuhan..."
Baiklah, untuk hari ini biarkan aku menaruh perhatian kepada hal yang nge-pop. Dewasa ini banyak remaja (muda-mui) yang berbicara, "Da aku mah apa atuh, atau aku mah apa atuh segini juga udah uyuhan." Dari segi bahasa, dialek seperti ini tercipta dan berkembang pesat di tanah Pasundan. Hal tersebut kiranya mudah kita terka jika dilihat dari struktur bahasanya yang hampir keselurhannya terdiri dari kosa kata Bahasa Sunda (kecap Sunda). Kalimat ungkapan demikian tidaklah salah dan tidaklah benar, sebab pada dasarnya sebuah ungkapan bebas saja dikemukakan oleh siapa pun pengungkapnya. Namun, jika dilihat maknawinya kiranya ungkapan demikian merupakan bentuk ungkapan yang kurang baik dalam kaitannya atas pandanga hidup orang sunda. Misalnya, sering kali kita mendengar manusia sunda mengungkapkan, "Manuk hiber ku jangjangna.", yang artinya bahwa makhluk tersebut (burung) terbang menggunakan sayapnya. Ungkapan demikian menamsilkan bahwa manusia haruslah berusaha dalam pencapaian keinginannya. Hal tersebut sejalan kiranya dengan QS. Ali Imron ayat 190. Ataunya lagi dengan tamsil, "Cikaracak ninggang batu laon-laon jadi legok." Kiranya ungkapan buhun ini tak perlu lagi kubeberkan maksudnya toh?
Kembali lagi pada ungkapan "Da aku mah apa atuh, atau aku mah apa atuh segini juga udah uyuhan." memang dibalik ungkapan tersebut terdapat makna yang cukup indah, misalnya memuat nilai pasrah atau tidak "Agul ku payung butut." Tapi, benarkah tidak "agul ku payung butut?" Bukankah dengan ungkapan demikian jika ditelisik lebih serius lagi mencerminkan diri (person) yang agul dan rendah diri, atau bisa jadi dapat pula dikatakan "Goong nabeuh maneh." Mestinya sundanitarian mengingat ungkapan yang mengatakan, "ulah kabawa ku sakaba-kaba".
Mengapa hal ini saya ke-tengah-kan dimedia sosial, karena hal semacam ini/ ungkapan "Da aku mah apa atuh, atau aku mah apa atuh segini juga udah uyuhan." menjamur dimedia sosial khususnya pada akun facebook milik muda-mudi pasundan. Ini merupakan hal cukup menaruh perhatian saya, karena dengan terbiasanya calon penerus bangsa dengan mengungkapkan hal demikian boleh jadi pada akhirnya nanti akan membentuk karakternya yang kurang baik, meski alibinya mungkin jika ditanya satu-satu akan menjawab "Itu cuman candaan aja, santai aja keles..." Misalnya, dalam pelaksanaan pemenuhan program kerja (seperti aktivis kampus, katanya) hanya mengedepankan penuh dan mengeyampingkan utuh yang penting kenyang citra masing-masing tubuh.
Tulisan ini bukan berarti saya termasuk orang yang pesimistis. Justru dengan saya mengungkapkan hal seperti ini saya masih menaruh harapan agar kelak saya saja misalnya, dapat mengingat tulisan ini jika hendak atau ada niatan mengujarkan "Da aku mah apa atuh, atau aku mah apa atuh segini juga udah uyuhan." Apalagi yang notabene rekan-rekan ini kelak dikatakan sebagai pendidik, saya tidak dapat membayangkan jika nanti ada peserta didik kalian yang berkata, "Pak/ Bu, mengapa sekolah kita tidak mempunyai perpustakaan?" Lantas kalian menjawab, ".... segini juga udah uyuhan nak."
Kuningan, 8 September 2014
Kembali lagi pada ungkapan "Da aku mah apa atuh, atau aku mah apa atuh segini juga udah uyuhan." memang dibalik ungkapan tersebut terdapat makna yang cukup indah, misalnya memuat nilai pasrah atau tidak "Agul ku payung butut." Tapi, benarkah tidak "agul ku payung butut?" Bukankah dengan ungkapan demikian jika ditelisik lebih serius lagi mencerminkan diri (person) yang agul dan rendah diri, atau bisa jadi dapat pula dikatakan "Goong nabeuh maneh." Mestinya sundanitarian mengingat ungkapan yang mengatakan, "ulah kabawa ku sakaba-kaba".
Mengapa hal ini saya ke-tengah-kan dimedia sosial, karena hal semacam ini/ ungkapan "Da aku mah apa atuh, atau aku mah apa atuh segini juga udah uyuhan." menjamur dimedia sosial khususnya pada akun facebook milik muda-mudi pasundan. Ini merupakan hal cukup menaruh perhatian saya, karena dengan terbiasanya calon penerus bangsa dengan mengungkapkan hal demikian boleh jadi pada akhirnya nanti akan membentuk karakternya yang kurang baik, meski alibinya mungkin jika ditanya satu-satu akan menjawab "Itu cuman candaan aja, santai aja keles..." Misalnya, dalam pelaksanaan pemenuhan program kerja (seperti aktivis kampus, katanya) hanya mengedepankan penuh dan mengeyampingkan utuh yang penting kenyang citra masing-masing tubuh.
Tulisan ini bukan berarti saya termasuk orang yang pesimistis. Justru dengan saya mengungkapkan hal seperti ini saya masih menaruh harapan agar kelak saya saja misalnya, dapat mengingat tulisan ini jika hendak atau ada niatan mengujarkan "Da aku mah apa atuh, atau aku mah apa atuh segini juga udah uyuhan." Apalagi yang notabene rekan-rekan ini kelak dikatakan sebagai pendidik, saya tidak dapat membayangkan jika nanti ada peserta didik kalian yang berkata, "Pak/ Bu, mengapa sekolah kita tidak mempunyai perpustakaan?" Lantas kalian menjawab, ".... segini juga udah uyuhan nak."
Kuningan, 8 September 2014
0 Response to "FENOMENA "Da aku mah apa atuh, segini juga udah uyuhan...""
Post a Comment